Sakit Mag Pada Anak

By Santi Hartono, Minggu, 28 Juni 2015 | 02:19 WIB
Sakit Mag Pada Anak (Santi Hartono)

Tabloid-Nakita.com – Banyak yang berpendapat, sakit mag hanya “milik” orang dewasa. Kenyataannya tidaklah demikian. Meski tak dapat diketahui dengan pasti kapan anak bisa terkena, tapi umumnya gangguan ini sering ditemui pada anak-anak mulai usia 4 tahun ke atas. Sakit mag pada anak bisa mungkin saja dialami.

Boleh jadi karena pada usia tersebut, umumnya anak sudah bisa mengungkapkan rasa sakit yang dialaminya, termasuk bila bagian pencernaan dan perutnya bermasalah.   Ya, sakit mag disamakan dengan sakit perut berulang. Kriterianya adalah Apley, yaitu sakit perut berulang berlangsung lebih dari tiga kali dan terjadi lebih dari tiga bulan. Jadi, bila sakit perut yang dialami anak berulang dari pagi, siang, kemudian malam, tapi belum selama  3 bulan, maka belum dikatakan sakit perut berulang. 

Gejala sakit mag pada anak sama dengan dewasa, yaitu ada rasa tak enak/tak nyaman di ulu hati, rasa perut yang penuh dan kembung, serta ada rasa nyeri atau perih di perut. Keadaan ini sering disebut dispepsia. Penderita kerap rewel, sering buang angin, atau bersendawa. 

Umumnya, 70% penyebab sakit mag adalah gangguan fungsional yang penyebabnya tidak diketahui secara pasti. Bila dilakukan pemeriksaan, pasti hasilnya baik-baik saja. Artinya, aneka pemeriksaan, seperti endoskopi, CT scan, maupun USG, tidak akan menunjukkan kelainan. 

Salah satu penyebab gangguan fungsional ini adalah masalah psikis. Mungkin anak memiliki masalah di sekolah, di rumah, dan sebagainya. Kondisi psikis yang tidak sehat ini dapat menganggu sistem biokimiawi tubuh atau neurotransmiter di serabut-serabut saraf pencernaan, sehingga merangsang pengeluaran asam lambung dan menimbulkan persepsi nyeri di otak. Sakit mag karena gangguan fungsional biasanya membandel, dalam arti sering kambuh atau berulang, dan dapat berlanjut hingga dewasa.

Sakit mag pada anak yang sering ditemui juga ada yang disebabkan oleh kelainan organik atau kelainan pencernaan (gastrointestinal) seperti infeksi Helicobacter pylori. Penyakit ini dapat diketahui dari pemeriksaan endoskopi dimana akan terlihat adanya luka/ulkus pada usus. Pemeriksaan endoskopi tergolong invasif, yaitu dengan memasukkan alat dan mengambil jaringan untuk diperiksakan di  bagian patologi anatomi guna mengetahui jenis kuman yang menyerang. 

Pemeriksaan lain yang tidak invasif yaitu urea breath test (UBT). Caranya, urea yang sudah dilabel dengan radioaktif akan diminumkan dan nanti ditiupkan ke sebuah alat penampung. Jika tampak adanya peningkatan kadar urea, berarti terdapat kuman Helicobacter pylori, karena bakteri ini sebagai penghasil urease atau pemecah urea menjadi CO2. Penggunaan cara ini cukup akurat karena sensitivitas kerjanya cukup baik.

Kuman Helicobacter pylori masuk ke dalam tubuh melalui makanan atau minuman. Namun, masuknya kuman ini ke dalam tubuh tidak menimbulkan gejala. Proses terjadinya infeksi pun tidak seketika, melainkan berlangsung lama, berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun. Itulah mengapa, sakit mag tergolong sakit kronik bukan sakit akut. 

Dari proses infeksi yang lama tersebut, timbullah luka atau ulkus pada usus halus atau usus 12 jari. Sakit mag yang disertai dengan ulkus ini biasa disebut gastritis. Karena ada infeksi, maka rasa nyeri yang ditimbulkan akan terasa lebih jelas dan hebat. Anak sering kali terbangun di waktu malam lantaran rasa nyeri yang menganggu. Selain itu, berat badannya pun cenderung menurun.

Sakit mag yang disertai luka harus diatasi dengan pemberian antibiotik, juga obat penurun asam lambung selama 1—2 minggu agar membaik. Jika penanganan kurang tepat, sakit mag akan terus berlanjut. Bahkan jika dibiarkan saja, sekitar 10—20 tahun kemudian bisa menjadi kanker lambung.

Untuk meminimalisasi gejala sakit mag pada anak, perlu diatur juga waktu makan dengan baik. Pengosongan lambung dilakukan dalam waktu empat jam, jadi anak mengonsumsi makanan setiap empat jam. Bisa juga dengan melatih makan atau minum dalam porsi kecil, tapi sering. Dengan pola makan frequent small feeding, lambung akan terbiasa untuk kapan memproduksi dan mengeluarkan asam lambungnya, sehingga lambung kembali berfungsi normal.