Jika Anak Sakit Serius

By Ipoel , Minggu, 29 Juni 2014 | 23:00 WIB
Jika Anak Sakit Serius (Ipoel )

TabloidNakita.com- Jika anak sakit serius, maka dampaknya tidak hanya pada anak itu, tapi juga saudaranya,bahkan hubungan anggota keluarga lain. Begitu banyak emosi negatif yang berpeluang muncul dalam relasi persaudaraan antara si sehat dan si sakit atau anak yang sakit serius. Di antaranya rasa marah yang mengarah pada rasa frustrasi dalam diri si sehat. Orangtua harus bisa menjaga agar si sakit tak menjadi sasaran pelampiasan kemarahan/ungkapan frustrasi si sehat yang merasa terabaikan. Semisal blaming, "Gara-gara kamu, sih, uang Papa jadi habis buat berobat!"

Pelampiasan seperti itu pada anak sakit serius, umumnya muncul lantaran:

*  Si sehat tak bisa mengekspresikan emosi negatifnya karena selalu di-cut. Saat ia menolak bepergian dengan adik/kakaknya yang berkelainan karena malu, orang tua langsung memarahinya. “Kamu enggak boleh malu begitu, dong!”

*  Si sehat dikondisikan untuk selalu mengalah pada anak sakit serius. Terlebih bila posisinya sebagai adik, sementara "pengetahuan" yang didapatnya selama ini justru kakaklah yang harus mengalah pada adiknya.

* Belum lagi, umumnya orangtua akan memprioritaskan anak sakit serius, hingga menimbulkan kecemburuan pada kakak/adik yang sehat. Salah satunya, peraturan umum yang diberlakukan di rumah yang jelas lebih "berpihak" alias menguntungkan si sakit. Bila si sakit tak boleh makanan tertentu, misal, bisa dipastikan makanan tersebut tak pernah tersaji di rumah. Jika anak yang sehat menginginkannya, dia harus mencari dan menikmatinya di luar.

* Yang juga kerap terjadi, orangtua memiliki tuntutan berlebih terhadap anak yang sehat. Dari tuntutan untuk mengerti kondisi si sakit sampai tuntutan ikut menjaga dan bertanggung jawab atas kondisi si anak. Padahal apa pun bentuk tuntutan tersebut haruslah dikembalikan pada anak.

* Memang, anak usia sekolah bisa diharapkan lebih mandiri ketimbang balita. Akan tetapi, tak pada tempatnya bila kita mengajukan tuntutan kelewat tinggi, seumpama menahan diri untuk tidak nge-blame seperti yang bisa kita minta dari orang dewasa.

* Demikian juga tuntutan agar anak berperan sebagai orang tua (parent child) bagi saudaranya anak sakit serius. Sebab, dengan peran baru ini, ia diharuskan tak berkeluh kesah, selain harus mandiri di usia sedini itu. Padahal di usia itu ia justru masih sering merasa perlu bergantung pada orang tuanya. Kasihan, kan, kalau anak matang sebelum waktunya?