3 Penyebab Pertengkaran Kakak Adik

By Ipoel , Senin, 30 Juni 2014 | 04:22 WIB
3 Penyebab Pertengkaran Kakak Adik (Ipoel )

TabloidNakita.com - Berikut 3 penyebab pertengkaran kakak adik:

1. INGIN MENDAPAT KEKUASAAN

Penyebab pertengkaran kakak adik adalah karena setiap individu, termasuk anak, punya kebutuhan untuk mendapat kekuasaan. Namun, bukan power dalam arti sesungguhnya untuk gagah-gagahan, melainkan lebih ingin memperlihatkan posisinya sebagai kakak, semisal dengan berlindung di balik usianya yang lebih tua, "Aku, kan, kakakmu. Badanku lebih besar dan tinggi, temanku lebih banyak." Belum lagi keinginan menunjukkan kemampuan ini-itu, seperti ia sudah bisa lancar membaca, sementara si adik tidak atau belum.

Bermodal power inilah, si kakak lantas sok-sokan mengajari atau mengatur-atur adiknya. Selama si adik oke-oke saja, sih, enggak masalah. Contoh, bila si adik masih balita sementara umur kakak sudah 10 tahun. Namun power akan jadi bibit pertengkaran kalau si adik merasa punya porsi kemampuan/keahlian yang kurang lebih sama dengan kakaknya, terutama bila sama-sama sudah duduk di bangku SD. Paling tidak, dalam diri si adik sudah terbentuk semacam mekanisme untuk melawan kalau diatur-atur oleh orang lain, termasuk kakaknya. Akibatnya hal ini menjadi penyebab pertengkaran kakak adik.

Itulah mengapa, penyebab pertengkaran kakak adik umumnya terjadi bila usia mereka berdekatan. Hanya saja, berapa persisnya kedekatan usia yang mudah memicu pertengkaran kakak-adik ini sangat sulit ditentukan. Terpulang pada tingkat perkembangan masing-masing anak yang selanjutnya akan mempengaruhi bagaimana kemampuannya membawa diri. Selain itu, tak berarti pula mereka yang usianya terpaut jauh lantas bisa dipastikan bebas dari pertengkaran mengingat pemicunya tidak tunggal.

2.  CARI PERHATIAN

Pada dasarnya anak butuh perhatian orangtua. Nah, "pesaingnya" tentu si kakak atau adiknya sendiri. Inilah yang menjadi penyebab pertengkaran kakak adik. Padahal, kemampuan anak menyampaikan keinginannya relatif terbatas, hingga mereka menggunakan segala cara supaya menjadi orang yang paling diperhatikan. Sementara, si adik pun memiliki pola pikir yang sama dengan si kakak untuk mendapat perhatian orang tua.

Penyebab pertengkaran kakak adik yang muncul sebagai upaya mencari perhatian ini, umumnya terjadi pada anak yang ibu-bapaknya jarang di rumah. Kalaupun di rumah, mereka hanya sibuk mengerjakan urusan lain. Akibatnya, anak berusaha keras untuk menarik perhatian orang tuanya. Bahkan, dengan bertengkar, anak berharap orang tuanya menyadari keberadaan mereka.

Selain itu, terjadi juga pada orang tua yang hanya ingin ambil jalan pintas/mencari kenyamanan buat dirinya sendiri. Semisal, "Udah, deh, diem. Jangan ribut, dong, Mama pusing, nih. Kalau mau ribut di luar aja sana!" Sementara buat anak, "Pokoknya, aku enggak mau diem. Masalahku belum selesai, kok." Artinya, penyebab pertengkaran kakak adik belum terselesaikan.

Celakanya, bila pertengkaran sudah terpola menjadi kebiasaan. Bisa-bisa salah satu di antara mereka justru sengaja cari-cari masalah. Buatnya, kalau tak bertengkar serasa ada sesuatu yang hilang. Mungkin saja anak akan mengasosiasikan, dengan bertengkar, orang tua akan turun tangan. "Kakak dimarahin dan aku disayang-sayang." Dengan kata lain, ia menikmati suasana pertengkaran karena efek yang didapat setelah itu. Penyebab pertengkaran kakak adik ini pun akan terus terjadi.

Orang tua mesti bijak, jangan hanya berhenti pada blaming atau menyalahkan anak, "Kamu, kok, selalu cari gara-gara!" Dikhawatirkan anak malah akan "memanfaatkan" pemberian label negatif sebagai troublemaker tadi. "Karena aku dicap jadi tukang gara-gara, ya, udah aku cari gara-gara aja." Makin sering label negatif semacam ini terekam, akan semakin melekat pula dalam benak anak. Padahal usia ini merupakan masa identifikasi alias pembentukan identitas diri. Jadi, fokus pada penyebab pertengkaran kakak adik, bukan malah melabel anak.

3.  BUKTI CINTA ORANGTUA 

Penyebab pertengkaran kakak adik ini terkait dengan kepemilikan. Beda dengan balita yang masih tipis atau bahkan belum paham benar soal kepemilikan, anak usia sekolah sudah tahu. Selain itu, pada usia balita, kepemilikan semata-mata berkisar seputar benda, sementara di usia sekolah, kepemilikan dikaitkan sebagai refleksi dari kebutuhan mereka akan bukti cinta orang tua. "Ini, kan, Papa yang beliin buat aku. Kamu enggak punya sepeda kayak gini, we!" Jadi, pemberian orang tua mereka interpretasikan sepenuhnya sebagai bentuk kasih sayang orang tua. Terlebih jika barang pemberian tersebut merupakan barang yang dia idam-idamkan atau hadiah istimewa di kesempatan istimewa, semisal ulang tahunnya.

Dengan begitu, jika memang orang tua bermaksud memberikan benda tertentu agar dimiliki bersama antara adik-kakak, pandai-pandailah menjelaskan pada mereka agar menjadi penyebab pertengkaran kakak adik, “Papa beli mobil-mobilan ini supaya kalian bisa main sama-sama.”