Mengasah Ingatan Sejak Di Buaian

By Ipoel , Senin, 6 Mei 2013 | 00:00 WIB
Mengasah Ingatan Sejak Di Buaian (Ipoel )

Kebiasaan ibu-ibu di Jepang, sejak anaknya masih dalam kandungan, di sela-sela waktu senggang, mereka mengajak janinnya bicara. Tidak sekadar bicara, yang diajarkan adalah penjumlahan. Dengan santai mereka menyebutkan bahwa 1+1=2, 2+2=4 dan seterusnya. Semua dilakukan tanpa beban, tanpa target khusus, laiknya memperdengarkan musik klasik pada janin. Hasil “keisengan” itu sungguh menakjubkan; di usia 3 tahunan, saat anak-anak itu diajarkan tentang penjumlahan, mereka lebih cepat ingat. Tak lain karena pengetahuan itu sudah terekam sejak mereka masih dalam kandungan. Hampir sama dengan anak-anak yang sejak dalam kandungan diperdengarkan musik klasik, saat mereka benar-benar mempelajarinya, musik itu sudah sangat akrab di telinganya.

Metode yang sama digunakan ibu-ibu untuk mengajari anaknya mengingat huruf Alquran. Caranya dengan menggambarkan bentuk-bentuk huruf itu dan bagaimana pelafalannya. Misal, huruf yang tegak lurus itu dibaca “alif”, yang seperti perahu dengan satu titik di bawah itu “ba” dan seterusnya. Hasilnya, di usia yang belum 3 tahun, saat mereka belajar membaca huruf hijaiyah (huruf-huruf Alquran), mereka sudah mengenal huruf tersebut sehingga lebih mudah mempelajarinya.

Benang merah keduanya adalah sama-sama dilakukan dengan santai, sembari mengisi waktu luang, tidak ada beban, tanpa target khusus, namun hasilnya sungguh mengejutkan. Sebenarnya orangtua tidak perlu heran, sudah banyak penelitian yang membuktikan bahwa bayi dalam kandungan sudah bisa “berkomunikasi” dengan orangtuanya. Apa-apa yang diperdengarkan orangtuanya, apakah itu hal positif/negatif, semua akan terekam dalam memorinya. “Kesempatan emas ini bisa dimanfaatkan orangtua untuk menanamkan nilai-nilai yang dianggap perlu,” pesan Setiyo Iswoyo, dalam sebuah seminar di Jakarta beberapa waktu lalu.

Apakah tidak berlebihan melatih anak mengingat, apalagi  sejak dalam kandungan? Mungkin pertanyaan itu muncul dalam benak Anda. Jawabannya adalah tidak, selama dilakukan dengan santai dan tidak ada pemaksaan. Seperti sudah disinggung tadi, aktivitas ini sama saja dengan memperdengarkan musik klasik, mengajak janin ngobrol, membacakan ayat-ayat suci, bersenandung dan seterusnya. Intinya sekadar membangun kebersamaan antara ibu dengan janin.

Kemampuan mengingat  adalah sebuah proses yang dilakukan individu dalam jangka panjang. Bahkan bisa jadi sejak dari buaian hingga menjelang ajal ia harus terus mengingat banyak hal. Apalagi beberapa hal memang harus diingat dalam hidup ini. Kalau memang bisa dilakukan dengan cara yang menyenangkan sejak awal, mengapa tidak. Manfaat mengingat yang akan didapat anak antara lain:

* Melatih konsentrasi

Melalui mekanisme mengingat, anak melatih konsentrasinya untuk fokus pada satu hal. Tanpa konsentrasi yang memadai, mustahil anak bisa mengingat sesuatu dengan baik. Pembuktian terbalik bisa dilihat pada anak-anak yang mengalami gangguan pemusatan perhatian (ADHD), umumnya mereka tidak bisa mengingat/menghafal dengan baik. Terlihat dari kesulitan berbahasa yang biasa terjadi, karena minimnya konsentrasi yang dimiliki.

* Melatih pemahaman

Mengingat sekaligus melatih pemahaman anak, bagaimanapun mengingat tidak bisa dilakukan tanpa disertai pemahaman.  

* Melatih bahasa

Kemampuan mengingat  berkorelasi dengan kemampuan berbahasa anak. Semakin banyak hal yang bisa diingatnya, semakin banyak kosakata yang dikuasainya dan ini berarti semakin baik kemampuan berbahasanya.

* Menumbuhkan percaya diri