Hamil Usia 20, 30, 40 Tahun

By Ipoel , Selasa, 9 April 2013 | 23:00 WIB
Hamil Usia 20, 30, 40 Tahun (Ipoel )

Apa risikonya dan bagaimana tip-nya menjalani kehamilan di usia, 20, 30 atau 40 tahun? Berikut penjelasannya.

Usia kurang dari 20 tahun

Pada usia kurang dari 20 umumnya kondisi fisik dan organ-organ reproduksi belum 100% siap untuk hamil. Kehamilan dan persalinan di usia tersebut, dapat meningkatkan angka kematian ibu dan janin 4-6 kali lipat dibanding perempuan yang hamil dan bersalin di usia 20-30 tahun.  Beberapa risiko yang bisa terjadi pada kehamilan di usia kurang dari 20 tahun adalah kecenderungan naiknya tekanan darah dan pertumbuhan janin terhambat. Risiko kanker leher rahim pun meningkat akibat hubungan seks yang dilakukan pada usia dini dan melahirkan sebelum usia 20 tahun. Selain itu, secara mental pun umumnya perempuan belia (< 20 tahun) belum siap untuk hamil. Ini dapat menyebabkan kesadaran untuk memeriksakan diri dan kandungannya menjadi rendah. Padahal untuk kehamilan yang sehat perlu dilakukan kontrol rutin.

Sisi positif, perempuan  usia muda umumnya memiliki otot yang lebih lentur, sehingga--apabila dari segi mental sudah relatif lebih matang dan kehamilan yang terjadi pada pernikahan dini  ini direncanakan (bukan akibat kehamilan pranikah)-biasanya saat melakukan persalinan normal akan lebih mudah dibandingkan usia yang lebih tua. Karena umumnya otot dan mulut rahim pada usia yang lebih tua sudah kaku.

Usia 20-30 tahun

Kehamilan pada rentang usia ini, umumnya lebih sehat karena kondisi fisik perempuan dalam keadaan prima. Rahim dinilai sudah kuat untuk memberi perlindungan pada janin. Indung telur juga memproduksi sel telur yang berkualitas. Didukung  dengan kondisi organ-organ reproduksi lain yang juga dalam keadaan prima, kehamilan di usia 20-30 bisa dijalani dengan optimal. Secara mental perempuan dalam rentang usia ini yang umumnya sudah lebih dewasa akan lebih siap merawat dan menjaga kehamilannya. Tumbuh kesadaran untuk melakukan pemeriksaan secara rutin dan menjaga kehamilannya secara hati-hati.

Sedangkan yang patut diwaspadai (ini bukanlah sisi negatif) adalah kehatian-hatian supaya setiap kehamilan dapat direncanakan dengan baik, yakni dengan menggunakan kontrasepsi yang tepat. Hal ini demi menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, mengingat pada rentang usia ini, ibu dalam  usia subur.

Usia 30-40 tahun       

Usia 30-35 tahun sebenarnya merupakan masa transisi. Kehamilan pada usia ini masih bisa diterima asalkan kondisi tubuh dan kesehatan ibu, termasuk gizinya, dalam keadaan baik. Nilai positif yang lain, umumnya secara mental dan kemampuan finansial sudah semakin baik. Nah, setelah usia 35 (mendekati 40), kehamilan  digolongkan pada kehamilan berisiko tinggi. Di kurun usia ini, angka kematian ibu melahirkan dan bayi meningkat. Itu sebab tidak dianjurkan menjalani kehamilan di atas usia 40 tahun.

Sisi negatif merencanakan kehamilan pada usia di atas 35 tahun adalah adanya kemungkinan sulit hamil. Bukankah semakin bertambahnya usia, umumnya akan semakin sulit hamil karena sel telur yang siap dibuahi semakin sedikit? Selain itu, kualitas sel telur juga semakin menurun. Lantaran itu, pada kehamilan pertama di usia lanjut, risiko perkembangan janin tidak normal dan timbulnya penyakit kelainan bawaan juga tinggi, terutama sindrom down. Selain juga kondisi hormonal yang tidak seoptimal usia sebelumnya, menyebabkan risiko keguguran, kematian janin dan komplikasi lainnya juga meningkat.

Hal lain yang patut mendapat perhatian, meningkatnya usia juga membuat kondisi dan fungsi rahim menurun. Salah satu akibatnya adalah jaringan rahim tak lagi subur. Padahal dinding rahim  adalah tempat menempelnya plasenta. Kondisi ini tentunya memunculkan kecenderungan terjadinya plasenta previa atau plasenta tidak menempel di tempat semestinya. Tak hanya itu, jaringan rongga panggul dan otot-ototnya pun melemah sejalan pertambahan usia. Hal ini membuat rongga panggul tidak mudah lagi menghadapi dan mengatasi komplikasi yang berat, seperti perdarahan.