Infertilitas yang tidak bisa diatasi dengan cara biasa harus ditangani dengan teknik reproduksi berbantu (TRB) atau bayi tabung. Singkatnya, cara ini dilakukan dengan memfertilisasi/mempertemukan sel telur dengan spermatozoa secara in vitro. In vitro berasal dari bahasa Latin yang berarti di dalam gelas. Saat ini istilah in vitro digunakan untuk setiap prosedur biologi di luar tubuh.
Proses bayi tabung sendiri ada beberapa tahap yakni:
- Stimulasi indung telur (ovarium) agar sel telur (ovum) mengalami kematangan sesuai ukuran yang standar (18-20 mm).
- Pengambilan sel telur dari dalam folikel (tempat pertumbuhan sel telur).
- Memfertilisasi sel telur dengan sel spermatozoa suami dalam cairan medium.
- Zigot (hasil pembuahan) yang dihasilkan ditransfer ke dalam rahim istri agar selanjutnya kehamilan berkembang secara alamiah selama 9 bulan.
Dari data tercatat angka keberhasilan program bayi tabung di seluruh dunia saat ini berkisar 30%. Peluang keberhasilan bisa lebih besar bila:
- Usia istri di bawah 30 tahun (bila usia istri di atas 36 tahun angka keberhasilannya hanya 9%, sedangkan di bawah 30 tahun angka keberhasilannya 26%). Bila usia istri di atas 40 tahun bila terjadi kehamilan biasanya akan banyak gangguan seperti keguguran atau kelainan kromosom).
- Ketidaksuburan disebabkan faktor serviks (mulut rahim) dan anovulasi. Jumlah spermatozoa yang berpotensi membuahi (motil) tidak kurang dari 5 juta.
- Hasil stimulasi ideal sekurang-kurangnya menghasilkan folikel berdiameter 16 mm yang jumlahnya tidak kurang dari dua buah, dan kadar estradiolnya (hormon perempuan primer)pada saat penyuntikan hCG tidak kurang dari 500 pg/ml.
Di Indonesia program bayi tabung menghabiskan biaya sekitar Rp50 juta. Jumlah ini sebenarnya jauh lebih murah dibanding program yang sama di beberapa negara lain. Meski demikian, tetap saja tidak bisa menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Karenanya saat ini di RSCM telah diupayakan program bayi tabung berbiaya murah, hanya sepertiganya atau sekitar Rp20-an juta. Program ini diutamakan untuk wanita yang berumur di bawah 35 tahun. Beberapa teknik bayi tabung murah tersebut adalah:
* Siklus natural
Selama ini program bayi tabung menggunakan teknik siklus yang distimulasi (menggunakan obat-obatan untuk menghasilkan sel telur/ovum sesuai ukuran standar, yang jumlahnya lebih dari satu). Penggunaan obat-obatan/hormonal untuk stimulasi tersebut membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Pada program bayi tabung murah, hal itu tidak dilakukan sehingga bisa menghemat biaya sampai 23%. Pada kasus-kasus tertentu, seperti kasus anovulasi, terbukti siklus natural yang digabung dengan pemakaian hormon GnRH antagonis (Gonadotropin-Releasing Hormone) ternyata terbukti tidak menyebabkan pembatalan siklus, tidak menjadikan kehamilan ganda, dan sindroma hiperstimulasi bisa dicegah. GnRH adalah hormon yang berfungsi mengeluarkan FSH (hormon yang membantu perkembangan folikel pada indung telur dan pembentukan estrogen) dan LH (hormon yang mengatur ovulasi).
* Stimulasi minimal
Teknik bayi tabung murah yang satu ini tidak menggunakan obat untuk menstimulasi sel telur. Untuk kasus infertilitas yang disebabkan oleh suami namun kondisi reproduksi istri dalam keadaan baik, teknik ini bisa diterapkan. Stimulasi minimal merupakan cara sederhana, hanya memerlukan waktu singkat, sehingga secara psikologis dampaknya ringan buat pasien. Proses pemantauannya juga minimal, dan yang penting murah, dengan angka kegagalan yang kecil. Sederhananya, stimulasi minimal dapat menghasilkan kehamilan yang tidak berbeda dari program bayi tabung biasa, namun cara ini 50% lebih murah.
* Pemanfaatan embrio beku.
Dalam sebuah program bayi tabung, bila masih ada sisa embrio yang tidak digunakan, embrio tersebut bisa dibekukan. Embrio beku dapat dipakai untuk kehamilan berikutnya tanpa perlu melakukan stimulasi ovarium sehingga tentu lebih menghemat biaya. Di beberapa negara, sisa embrio dapat didonorkan kepada pasangan lain. Namun, di Indonesia hal itu tidak dapat dilakukan karena dianggap sebagai tindakan ilegal. Embrio cadangan dapat dibekukan dengan perjanjian tertulis apabila masih ada sisa embrio harus ditransfer ke rahim pemiliknya dalam kurun waktu dua tahun. Ini dilakukan untuk menghindari penyimpanan embrio secara berlebihan.