Bayi Tabung, Untuk Siapa?

By Ipoel , Rabu, 3 April 2013 | 23:00 WIB
Bayi Tabung, Untuk Siapa? (Ipoel )

Sampai saat ini bayi tabung adalah teknologi terakhir yang bisa diupayakan untuk menghadirkan buah hati dalam keluarga. Dimulai di Inggris pada 1978 yang melahirkan bayi tabung pertama bernama Louise Brown,  teknologi In Vitro Fertilization (IVF) atau Teknik Reproduksi Berbantu (TRB) memberi banyak harapan pada pasangan yang belum dikaruniai keturunan di seluruh dunia.  Di Indonesia, teknik bayi tabung IVF pertama kali diterapkan di Teknik Reproduksi Berbantu (TRB) Makmal Terpadu Imuno Endokrinologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RS Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, pada 1987. Teknik yang dipakai saat itu disebut GIFT (gamet intra fallopian transfer) dan pada 1988 bayi tersebut lahir di Klaten.

Meski memberi banyak harapan, teknologi ini belum bisa menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Salah satu kendalanya adalah biaya yang tinggi. Saat ini sekali mengikuti program, dana yang harus disiapkan sekitar Rp50-an juta, tingkat keberhasilannya sekitar 35% dengan angka kelahiran hidup mencapai 25%. Tentu ini bukan angka yang murah bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Mereka yang boleh mengikuti program ini adalah pasangan yang dinyatakan tidak subur (infertil) secara medis. Maksudnya tidak subur, yakni ketidakmampuan suami atau istri untuk mendapatkan kehamilan dan melahirkan anak hidup setelah melakukan hubungan seksual secara teratur dalam waktu satu tahun tanpa menggunakan alat kontrasepsi.

Infertilitas bisa disebabkan gangguan sistem reproduksi suami, istri, atau keduanya. Bayi tabung akan dilakukan bila ada indikasi ketidaksuburan yang tak tertangani melalui cara konvensional. Pokok masalah ketidaksuburan biasanya adalah:

*  Tersumbatnya kedua saluran telur.

*  Anovulasi (tetap haid seperti biasa namun tidak melepaskan sel telur).

*  Kegagalan program infertilitas secara konvensional.

*  Ketidaksuburan yang tidak diketahui penyebabnya (unexplained infertility).

*  Kelainan sperma yang berat. 

*  Program demografi dan survei kesehatan WHO (Demographic and Health Surveys) memperkirakan selama 2002, ada 167 juta pasangan di seluruh dunia yang menikah di usia 15-49 tahun dan mengalami infertilitas (angka ini tidak termasuk di China). Di Indonesia dari 40 juta pasangan usia subur, 6 juta di antaranya tidak subur (infertil) dan sekitar 30% atau 2 juta pasangan di antaranya memerlukan teknik bayi tabung.

Di Indonesia berdasar legalitas, etik dan moral, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk mengikuti program bayi tabung: