Semua Bayi Baru Lahir Cenderung Kuning

By Ipoel , Kamis, 30 Juli 2015 | 08:00 WIB
Semua Bayi Baru Lahir Cenderung Kuning (Ipoel )

TabloidNakita.com - Pada prinsipnya, semua bayi baru lahir akan mengalami kuning. Hanya saja, tidak semua bayi kuning harus mendapatkan perawatan. Zat kuning yang membuat bayi kuning ini namanya bilirubin. Bilirubin dianggap normal kalau terjadi setelah 48 jam, kurang dari 2 minggu, dan kadarnya di bawah 12 mg/dl. Sedangkan yang berat, bila kadarnya lebih dari 20 mg/dl atau timbul tanda-tanda keracunan bilirubin, antara lain kejang.

Hati-hati, jika kadar bilirubin tinggi dan bayi kuning terlambat ditangani, akibatnya fatal. Paling banyak, bilirubin berlebih ini akan menyerang saraf pendengaran hingga pendengaran bayi jadi terganggu, meski mungkin tak sampai tuli. Fatalnya, jika sampai ke otak bisa membuat anak kejang, napas terganggu, dan meninggal atau di kemudian hari perkembangan intelektualnya jadi kurang sempurna.

BAYI KUNING TAK BOLEH PULANG

Untuk mengetahui kadar kuning dilakukan pemeriksaan darah. Biasanya pada hari ketiga setelah lahir. Semua bayi baru lahir, kalau diperiksa kadar bilirubinnya lebih dari 2 mg/dl. Bila kadarnya rendah tak perlu diapa-apakan, bayi boleh dibawa pulang. Namun jika kadarnya berkisar 12-15 mg/dl, bayi kuning ini belum boleh pulang dan harus dirawat di RS untuk mencegah bilirubin agar tak naik sampai 20 mg/dl dan tak sampai ke otak.

Jika bayi baru lahir diperbolehkan pulang, bukan berarti kita lantas boleh tenang-tenang saja, lo. Pasalnya, dalam 2 minggu, bayi kuning bisa menjadi kenyataan alias  si kecil masih bisa kuning. Jadi, harus tetap diperhatikan. Kalau dilihat bayi kuning, meski belum jadwalnya kontrol, harus segera dibawa ke dokter. Cara termudah untuk melihat bayi kuning atau tidak adalah melihat bagian putih mata. Jika kuningnya biasa saja, tak akan tampak warna kuning di mata, hanya di kulit. Ini tak perlu diapa-apakan. Namun bila tampak kuning di mata, segera bawa bayi baru lahir itu ke dokter untuk mengetahui jumlah kadar bilirubinnya.

PENYINARAN UNTUK BAYI KUNING 

Orangtua sebaiknya ikut terlibat selama bayi kuning dirawat di rumah sakit. Jika si ibu masih dalam perawatan, mungkin bisa rawat gabung dengan bayi kuning. Jika sudah pulang, sering-seringlah menjenguk si bayi kuning di RS. Selain agar tetap ada ikatan emosional dengan bayinya, ibu pun jadi tahu bagaimana kondisi kuning bayinya. Tak hanya itu, ibu juga bisa tetap memberikan ASI untuk bayi kuning. Jikapun tak menyusui langsung, setidaknya di rumah ibu sudah memompa ASI-nya dan membawanya ke RS, lalu dititipkan pada perawat untuk diberikan pada bayi kuning tersebut.

Di RS, bayi kuning akan dimasukkan ke dalam boks yang ada sinar birunya (blue light) dengan panjang gelombang tertentu. Penyinaran ini tak bisa dilakukan di rumah. Selain karena alatnya tak ada, kita pun tak tahu jumlah kadar kuningnya. Kadar kuning tetap harus diperiksa di RS/lab.

Tujuan penyinaran untuk bayi kuning, mengubah bilirubin di kulit yang tak larut dalam air menjadi larut dalam air hingga bisa dibuang lewat urin/keringat. Selama penyinaran, mata bayi kuning ditutup dengan semacam karbon untuk menghalangi sinar agar tak masuk ke mata. Pasalnya, di belakang bola mata ada retina yang peka sekali terhadap sinar yang terus-menerus. Penyinaran dilakukan sepanjang hari dan berlangsung 1-2 hari. Si kecil akan dikeluarkan dari boks hanya bila pipis, BAB, atau diberi minum. Setelah penyinaran yang efektif, biasanya kadar kuningnya tak membahayakan lagi untuk otak bayi kuning. 

Jika setelah menjalani penyinaran, ternyata kuningnya tak kunjung hilang, harus dicari penyebab bayi kuning. Mungkin saja penyebabnya karena lampu yang digunakan untuk penyinaran sudah tak terlalu efektif lagi atau si bayi kurang begitu bagus minumnya hingga darahnya agak kental. Bisa juga karena si bayi terlalu sering dikeluarkan dari boksnya ketika sedang menjalani penyinaran. Misal, sang ibu merasa kasihan dan si bayi diberi minum sepanjang hari, akhirnya penyinaran untuk bayi kuning tak efektif. Kemungkinan lain karena kelainan enzim atau penyakit infeksi.