TabloidNakita.com - "Duh, bayiku belum bisa merangkak!" keluh seorang ibu pada temannya, Mungkin banyak ibu yang mengalami hal sama. Supaya tidak bingung, berikut penjelasan Dr. Irawan Mangunatmaja, Sp.A(K), dokter spesialis anak yang berpraktik di RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta, ini.
PAHAMI PERTUMBUHAN ANAK
Sebelumnya, kita perlu memahami dahulu fase pertumbuhan kemampuan otot dan saraf bayi. Fase ini dimulai dari tubuh bagian atas, lalu bergerak ke bawah.
Pada usia 1—6 bulan, dimulai dari kemampuan bayi melihat dengan jelas dan bisa memainkan mata, lalu tersenyum, menggerakkan kepala, menggerakkan tangan, duduk, menggerak-gerakkan kaki, dan seterusnya.
Berikutnya, di usia 6—10 bulan, kemampuan bayi semakin baik dan matang, termasuk dalam mengoordinasikan gerakan tangan dan kaki seiring pertumbuhan usianya. Tetapi umumnya, pergerakan tangan lebih banyak dibandingkan pergerakan kaki, yang membuat mobilitas atau koordinasi tangan akan lebih baik dari kaki. Koordinasi motorik yang semakin matang inilah yang membuat bayi mulai mampu merangkak, biasanya di rentang usia 7—10 bulan. Namun perlu diingat, kemampuan setiap bayi dalam merangkak berbeda-beda, ada yang cepat dan ada yang lambat, bahkan ada yang sama sekali tidak melewati fase ini.
Fase merangkak terletak antara fase kemampuan duduk dan berdiri. Setelah bayi mampu duduk namun belum bisa berdiri, ia biasanya akan melalui fase merangkak. Yang perlu digarisbawahi, merangkak bukanlah kemampuan koordinasi yang wajib dilalui bayi, karena merangkak bukan tonggak perkembangan penting seperti duduk dan berdiri. Jadi, bayi yang sudah bisa duduk dapat langsung melalui fase berdiri dan berjalan.
Merangkak juga bukanlah ukuran yang akan menentukan tingkat kecerdasan anak. Jadi, tidak tepat jika mengatakan, bayi yang melalui fase merangkak pasti akan lebih cerdas dan kuat dibandingkan bayi yang tidak merangkak. Pasalnya, banyak cara yang bisa dilakukan untuk menstimulasi kecerdasan atau kekuatan anak. Gerakan mengesot pun butuh koordinasi antara tangan, kaki, mata, dan bagian tubuh lainnya, juga butuh kekuatan otot dalam bergerak. Saat mengesot, anak juga mengatur keseimbangannya supaya tidak terjatuh. Demikian pula dengan berguling-guling ke segala arah, merayap, bahkan berdiri sendiri juga butuh gerakan yang terkoordinasi. Kesimpulannya, ada banyak aktivitas lain yang dapat menggantikan merangkak.
BAYI BELUM BISA MERANGKAK? ADA GANGGUAN/KELAINAN
Selain kurang stimulasi, ada penyebab ketidakmampuan merangkak yang perlu diwaspadai, yaitu kelainan bawaan atau gangguan kesehatan, seperti kelainan pada saraf, otot-ototnya sangat lemah, mengalami cacat bawaan, atau terjadi kerusakan pada otak bayi. Kelainan ini bisa terjadi sejak awal alias bawaan, meski bisa juga awalnya si kecil biasa-biasa saja tapi lalu jatuh sakit yang berdampak pada kerusakan saraf maupun ototnya. Dampaknya tidak hanya akan mengganggu tingkat kecerdasan bayi, tapi juga berbagai kemampuan lainnya, bahkan ia dapat mengalami regresi alias kemunduran perkembangan. Umpama, bayi yang di usia 4 bulan terkena virus atau bakteri yang menyerang otak, sehingga membuatnya mengalami masalah di otot dan sarafnya. Pada kasus ini, ketidakmampuan bayi dalam merangkak merupakan masalah. Pasalnya, tak hanya merangkak, biasanya merembet ke masalah-masalah lain, baik motorik maupun kognitif.
Dalam kasus ini, orangtua perlu melakukan koreksi terhadap kelainan yang ada dengan mendatangi ahli medis agar bayinya diobservasi, apa penyebab dan gangguan apa sajakah yang dialami. Setelah itu, ikuti anjuran ahli, seperti menjalani terapi, pun anjuran lainnya, seperti memakai alat-alat tertentu untuk memperbaiki kemampuan motoriknya. Dengan begitu, gangguan yang dialami si kecil bisa hilang atau setidaknya dapat diminimalkan. Sebaliknya, jika anjuran ahli tidak dilakukan, bisa saja gangguannya akan semakin berat. Namun yang jelas, kasus seperti ini merupakan kasus khusus dan tak bisa disamakan dengan bayi lain yang tanpa gangguan. Pasalnya, bayi yang normal umumnya akan memiliki kemampuan sesuai tonggak perkembangan atau milestone yang sudah ditetapkan oleh para ahli.
KETAKUTAN ORANGTUA SAAT BAYI BELUM BISA MERANGKAK
Selain itu, beberapa kekeliruan yang masih terjadi harus diluruskan. Misal, gangguan yang dialami bayi sebenarnya sudah selesai, si kecil pun sudah sembuh dari penyakitnya dan bisa diajak untuk belajar merangkak. Umpama, karena sebuah insiden, bayi harus dioperasi kakinya. Penyembuhan berjalan baik dan bayi pun sudah dalam kondisi normal. Namun orangtua malah melarang bayinya belajar merangkak karena takut luka operasinya kembali terbuka. Padahal, larangan ini malah membuat si bayi tidak punya kesempatan untuk mengembangkan kemampuan motoriknya. Kalau sudah begitu, tidak hanya kemampuan merangkaknya saja yang tidak terstimulasi, tapi juga kemampuan-kemampuan lainnya. Sayang, kan?
Hal lain yang juga penting. Meski kemampuan merangkak ini sarat manfaat dan si kecil pun tidak mengalami gangguan/kelainan, namun hal ini tidak harus membuat orangtua memaksa bayinya untuk bisa merangkak. Biarkan si kecil berkembang menurut kemampuannya sendiri tanpa paksaan. Kalau sudah diketahui penyebab, pun dilakukan stimulasi dengan berbagai cara namun si kecil tetap tidak dapat merangkak, ya apa boleh buat. Ingat, masih banyak aktivitas lain yang dapat menggantikan merangkak! Jadi, tidak usah cemas dan tak perlu berkata, "Duh, bayiku belum bisa merangkak!" lagi.
Irfan Hasuki