Tabloid-Nakita.com - Pernah dengar berita tentang bayi sehat walafiat yang meninggal mendadak saat tidur di ranjangnya? Penyebabnya adalah SIDS, yang merupakan kependekan dari Sudden Infant Death Syndrome. Tak heran, SIDS disebut juga crib death atau sindrom kematian mendadak pada bayi di ranjang karena umumnya kasus ini terjadi ketika bayi berada di tempat tidur. SIDS kerap dialami bayi berumur 2 bulan hingga satu tahun, meski pernah didapati kasus ini dialami bayi berumur empat hari.
Konon, setiap tahun di Amerika terjadi 2.500 kasus SIDS. Dalam situs Health Canada disebutkan, pada 2005 kasus bayi meninggal karena SIDS sekitar tiga bayi per minggu. Secara umum, ungkap dokter anak yang akrab disapa Tiwi ini, angka kejadian SIDS diperkirakan sekitar 1—2 per 1.000 kelahiran bayi hidup. Meski tak ada data yang pasti, tapi bila dibandingkan dengan kejadian di negara lain, diperkirakan angka kejadian SIDS di Indonesia relatif lebih sedikit. Beruntung, kita di sini memiliki kebiasaan tidur berdekatan dengan bayi, bisa seranjang atau paling tidak sekamar dengan bayi. Dengan begitu, si kecil lebih terpantau. Setiap orangtua memang perlu waspada terhadap ancaman SIDS.
Hingga saat ini belum diketahui secara pasti apa penyebab utama SIDS. Akan tetapi mayoritas kasus SIDS berhubungan dengan posisi tidur tengkurap, dimana posisi ini memberikan tekanan pada rahang bayi, sehingga mempersempit jalan napas. Posisi tidur tengkurap yang terlalu lama bisa menyebabkan SIDS.
Teori lain menyebutkan, ketika posisi tengkurap—bila sirkulasi udara tidak baik—bayi berisiko menghirup kembali udara yang diembuskan, sehingga kadar karbondioksida terakumulasi dan kadar oksigen menurun. Bila hal ini terjadi terus-menerus, bayi bisa lemas dan kehabisan oksigen. Sementara riset dari Harvard Medical School and Children's Hospital Boston menyatakan, bayi yang meninggal akibat SIDS umumnya memproduksi serotonin berkadar rendah. Serotonin adalah bahan kimia otak yang mengantarkan pesan di antara sel serta berperan penting dalam mengatur napas, denyut jantung, dan tidur. Berdasarkan teori para peneliti, ketidaknormalan serotonin bisa mengurangi kapasitas bayi dalam merespons kemampuan bernapas, seperti kadar oksigen rendah atau karbondioksida yang tinggi.
Kadar karbondioksida yang tinggi bisa diperparah bila bayi menghirup kembali karbondioksida yang sudah dikeluarkan. Akibatnya, karbondioksida ini terakumulasi di tempat tidur ketika bayi tidur tengkurap. Saat bayi bernapas dengan posisi wajah di bawah, ia tidak bisa mendapat cukup oksigen. Nah, bayi dengan batang otak normal akan memutar kepalanya dan bangun sebagai bagian dari respons. Sebaliknya, bayi dengan ketidaknormalan serotonin tak bisa merespons stressor tersebut sehingga menyebabkan SIDS.
Meski belum terbukti kebenarannya, pendapat lainnya juga bermunculan seperti kelahiran prematur, berat badan bayi lahir rendah, persalinan kembar/lebih dari satu, kurangnya perawatan kesehatan kala ibu hamil, usia ibu hamil di bawah 20 tahun, bayi sering terpapar asap rokok, ibu perokok, ruangan tidur bayi terlalu lembap, dan lain-lain.