Pergi ke Sekolah Sendiri

By Ipoel , Sabtu, 2 November 2013 | 06:30 WIB
Pergi ke Sekolah Sendiri (Ipoel )

Pusing tujuh keliling. Begitu keluh Intan. Betapa tidak, si mbak yang bekerja di rumahnya tiba-tiba minta izin pulang ke kampung lantaran orangtuanya sakit keras. Mendengar alasan itu tentu saja Intan tak bisa menahan si mbak. Tapi, selanjutnya siapa yang mengantar-jemput Saskia ke sekolah? Intan jelas tak mungkin karena harus bekerja. Mau minta bantuan tetangga rasanya tak enak hati, takut malah merepotkan.

Ya, mau tak mau anak semata wayang yang duduk di TK B ini harus diajarkan untuk bisa berangkat dan pulang sendiri ke dan dari sekolah. Memang sejak TK A ia menggunakan jasa kendaraan antar-jemput dan ditunggui si mbak di sekolah. Kecuali Sabtu, Intan atau suaminya yang mengantar-jemput Saskia.

Nah, untungnya, Intan sudah cukup mengenal pengemudi jemputan. Pun Saskia di usianya yang 5 tahun ini sudah cukup mandiri, berani, dan tidak selalu bergantung pada orangtua. Meski begitu, Intan masih saja was-was melepas Saskia pergi dan pulang “sendiri” ke/dari sekolah.

Untuk mengetahui kesiapan Saskia, mulanya Intan mencoba mengajaknya bicara. “Sayang, Mbak Natem kan lagi pulang kampung, kamu berani kan ke sekolah enggak ditemani Mbak? Maaf, Bunda tak bisa mengantar karena harus bekerja. Tapi kalau hari Sabtu, Bunda bisa antar-jemput kamu, kok.”

Tak diduga, jawabannya kira-kira begini, “Aku berani Bun, kan aku bersama teman-teman pakai mobil jemputan. Temanku juga ada kok yang enggak ditunggui mamanya.” Hati Intan terasa plong.

Begitulah salah satu dilema orangtua bekerja. Mau tak mau anak dituntut untuk bisa mandiri, di antaranya belajar pergi ke sekolah sendiri, tidak ditemani. Baik dengan menggunakan kendaraan antar-jemput sekolah, dengan becak, ojek atau bahkan berjalan kaki (tentu bila memang lokasi sekolah berdekatan dengan rumah). 

 

LIMA FAKTOR PENTING

 

Sebenarnya tidak ada patokan baku kapan si prasekolah dapat diajarkan untuk pergi dan pulang sekolah sendiri. Meski begitu, ada beberapa faktor yang dapat menjadi pertimbangan.

      

Pertama, anak usia prasekolah ini sudah lancar berbicara, memiliki kemampuan berbahasa yang lebih baik dibanding usia sebelumnya. Ia sudah bisa komunikatif berdialog, misalnya bila ditanya bisa langsung merespons atau menjawab dengan bahasa yang dapat dimengerti orang lain.

 

Kedua, anak sudah bisa "lepas" dari orangtuanya atau tidak melulu “mengintil” pada ibu/bapak. 

      

Ketiga, dari sisi kemandirian, sudah lebih baik bila dibandingkan usia sebelumnya. Ia sudah bisa makan sendiri, memakai baju sendiri dan sebagainya.

 

Keempat, wawasan akan lingkungan sekitar sudah dikenalnya. Dengan kata lain, kemampuan adaptasi lingkungan atau sosialisasi juga terus berkembang/meningkat.

      

Kelima, ia juga sudah memiliki kematangan kognitif atau berpikir yang mumpuni.

Nah, faktor-faktor inilah yang menjadi "modal" sehingga ia bisa berani keluar rumah sendiri, dalam konteks ini mulai siap dilepas pergi ke sekolah sendiri.

MANFAAT

 

Nah, bila anak sudah berani pergi dan pulang sendiri, termasuk tidak mau ditemani di sekolah, hal tersebut sekaligus memupuk beberapa hal positif di antaranya:

* Memupuk keberanian dan  kemandirian.

* Menambah wawasan karena ia belajar akan aturan di jalan dan sebagainya.

* Ia tumbuh menjadi anak yang percaya diri karena merasa dirinya mampu.

* Anak berkembang menjadi sosok yang mudah beradaptasi atau bersosialisasi dengan lingkungan baru.

Hilman Hilmansyah