Anakku Bossy

By Ipoel , Rabu, 18 September 2013 | 08:00 WIB
Anakku Bossy (Ipoel )

Bagaimana cara mengoreksinya? Sebelum sampai di situ, kita perlu mengetahui alasan-alasan si prasekolah kerap bersikap bossy.

 

* Egosentris.

Anak prasekolah masih melihat dunia dan cara pandangnya sendiri. Jadi ia mengharapkan orang lain bertindak sesuai keinginannya. Hal ini berimplikasi pada kecenderungan untuk sering main perintah.

 

* Mencari perhatian.

Bagi sebagian anak, menjadi bossy adalah cara untuk mendapatkan perhatian. Barangkali selama ini orangtua kurang mengajak ia bermain bersama atau melakukan kegiatan-kegiatan yang menyenangkan. 

 

* Meniru.

Faktor lingkungan memiliki peran kuat terhadap sikap si prasekolah. Kemungkinan anak pernah melihat orangtuanya yang juga "menyuruh-nyuruh" pekerja rumah tangga. Jangan lupa, anak adalah peniru ulung apalagi jika yang menjadi model perilakunya adalah orang yang diidolakan si prasekolah, yaitu orangtuanya.

 

* Anak selalu dilayani.

Terkadang hal ini terjadi tanpa disadari. Anak memang dibiasakan untuk selalu  dilayani oleh pengasuhnya. Kondisi ini akhirnya menjadi kebiasaan dan membentuk perilaku anak yang senang main perintah karena menganggap semua orang memang harus melayaninya.  

 

TAK DITEMANI

Mengapa perilaku bossy ini perlu dikoreksi? Salah satu alasannya ketika si bossy  harus bersosialisasi, kemudian perilaku bak raja kecilnya ini diterapkan pada teman-temannya, bisa-bisa ia dijauhi oleh mereka sehingga anak pun seperti terisolasi.

Dilihat dari segi kemandirian, anak yang selalu main suruh akan selalu bergantung pada orang lain, karena ia selalu membutuhkan bantuan dan mudah menyerah. Ia tidak memiliki sikap diri yang teguh, tidak kuat,  tidak tahan banting, tidak memiliki tanggung jawab  dan tidak menjalankan kewajibannya dengan optimal. 

Perilaku bossy yang tidak dikoreksi sejak dini juga akan membuat anak kurang memiliki keterampilan untuk bekerja sama, serta berempati terhadap orang lain. Padahal, keterampilan sosial merupakan modal penting untuk mencapai keberhasilan di kemudian hari.

Namun di balik itu, ada juga sisi positif dari perilaku bossy.  Mungkin saja perilaku ini menjadi modal untuk membentuk jiwa kepemimpinan. Beberapa anak terlahir memiliki kepribadian kuat. Nah, perilaku suka memerintah bisa jadi merupakan refleksi dari kepribadian yang kuat tersebut. Mereka juga cenderung  “menonjol” di antara teman-temannya sehingga kerap menjadi ketua kelompok. Akan tetapi tentu anak dengan  karakter seperti ini perlu diarahkan ke hal-hal positif, seperti perlu diasah untuk mampu bekerja sama dengan teman, kelompok atau orang lain, terlibat dalam kegiatan bersama sehingga ia memiliki rasa tanggung jawab dan kebersamaan.

 

INTROSPEKSI DIRI       

Nah mengenai cara mengoreksinya, kiat-kiat di bawah ini dapat diterapkan.

* Jelaskan bahwa sikap memerintah orang lain bukanlah perbuatan terpuji. "Adek kalau mau minta bantuan Mbak, bilang tolong ya." Tekankan juga padanya, sesuatu yang bisa anak lakukan sendiri, harus dilakukannya sendiri tak perlu minta bantuan orang lain. Misal, membereskan mainan, mengambil minum, dan sebagainya.

* Terkadang kita perlu berintrospeksi diri, jangan-jangan si prasekolah berlaku demikian lantaran meniru perilaku kita. Tak usah memungkiri, bila memang begitu. Mulailah mengubah sikap kita dengan selalu menerapkan kata-kata “ajaib” “tolong” saat membutuhkan bantuan dan mengucapkan “terima kasih” setelah dibantu. Dengan menjadikan hal ini sebagai kebiasaan sehari-hari, niscaya sikap positif ini akan diadopsi oleh anak terus sampai ia dewasa.  

* Ketahui akar permasalahan mengapa si prasekolah bersikap bossy.  Apakah merasa tak diperhatikan karena kedua orangtua sibuk bekerja? Dengan mengetahui akar masalahnya, tentu akan memudahkan kita untuk mencari solusi yang tepat.

* Beri rasa penghargaan (dengan pelukan, elusan di kepala, acungan jempol) bila ia bisa mandiri, dapat bekerja sama atau bisa membantu teman.

* Berikan anak tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Usai sarapan, biarkan ia mengambil sendiri minumannya. Atau setelah bermain, ajak anak memasukkan kembali mainan tersebut ke kotaknya. Serta tugas keseharian lain  yang bisa dilakukan anak untuk belajar bertanggung jawab dan sekaligus menempa kemandiriannya.

* Di hari libur atau waktu luang, lakukanlah kegiatan bersama. Contoh, menanam pohon di halaman rumah dan menyiramnya, membereskan rumah dan hal lain yang menuntut kerja sama dan kebersamaan. Jalin kedekatan dengan anak, melakukan sesuatu yang menarik minatnya dan sebagainya.

* Bila anak masih tetap saja berperilaku bossy, meski berbagai cara telah kita lakukan,  jangan pernah menyerah. Tak perlu terpancing juga untuk marah. Dengan dimarahi, ia bisa makin menjadi. Kalau perlu, ajak ia bermain peran seolah-olah ia yang selalu disuruh-suruh. Umumnya dengan merasakan posisi tersebut, ia belajar berempati.

Nah, selamat mencoba. Memang langkah-langkah ini tak akan instan  mengubah perilakunya. Tapi dengan berjalannya waktu dan ketelatenan serta kesabaran kita, niscaya sikapnya akan berubah.