Aku Sedih!

By Ipoel , Jumat, 5 Juli 2013 | 01:00 WIB
Aku Sedih! (Ipoel )

Perasaan sedih merupakan bentuk emosi yang wajar dan bisa dialami oleh siapa pun. Emosi ini sangat individual karena banyak faktor yang memengaruhi kemunculannya. Tapi secara umum, kesedihan disebabkan tak terpenuhinya harapan atau angan-angan yang dapat membuat diri anak merasa nyaman. Apa sajakah harapan itu? Tentunya macam-macam dan tak berbatas, misalnya punya mainan baru, punya hewan peliharaan, punya teman bermain di rumah seperti Shifa dan Tanti, atau diperlakuan  dengan kasih sayang, tidak dibentak, dipukul, dan sebagainya.

Sangat mudah mendeteksi emosi yang sedang menguasai si prasekolah karena baik emosi positif (gembira, lega,  dan bahagia) ataupun emosi negatif (sedih, marah, malu, dan kecewa) pada dirinya muncul secara spontan dan ekspresif.  Tidak seperti halnya pada anak remaja atau orang dewasa yang bisa menutupi atau menyembunyikan perasaan sesungguhnya dari wajahnya. Ini disebabkan si prasekolah belum memiliki kemampuan meregulasi atau mengendalikan emosinya dengan baik. Kalau ia sedang sedih, kesedihannya itu  belum bisa dialihkan pada hal lain. Semua seperti benar-benar dihayatinya. Terutama jika rasa sedih itu dialami anak yang termasuk tipe sulit (difficult child).

Emosi sedih merupakan salah satu emosi negatif. Meski wajar dialami, jangan sampai emosi tersebut lama menguasai diri anak. Bila orangtua tidak membantu anak mengatasi emosi sedih tersebut, lama-kelamaan emosi ini akan mengkristal. Dominasi oleh emosi negatif sedikit banyak akan memengaruhi pembentukan karakter anak. Ia cenderung tumbuh menjadi pribadi yang rapuh, pemurung, kurang percaya diri, memiliki konsep diri yang rendah, selalu memandang sesuatu dengan pesimis, serta benaknya dipenuhi pikiran negatif.

Sebaliknya, bila anak diajarkan mengendalikan emosi sedih dan dibantu mengatasinya, anak akan belajar berempati. Contoh, “Kamu sedih ya ditinggal pulang sepupumu? Dia juga kan masih sekolah jadi harus pulang. Papa-mamanya juga kangen. Nanti kalau libur kita masih bisa bertemu dengannya lagi.” Dengan demikian si prasekolah mengerti, sepupunya juga perlu sekolah dan butuh berkumpul lagi dengan orangtuanya. Anak jadi memiliki empati karena memahami pula kebutuhan orang lain, tidak memikirkan diri sendiri saja, serta mempunyai kepekaan sosial yang lebih baik.

Artinya, orangtua harus membantu mencarikan penyelesaian bagi rasa sedih yang dirasakan anak. Misalnya kalau si prasekolah terlihat murung, orangtua disarankan aktif mencari tahu penyebabnya. “Mama lihat, kok, wajahmu murung, ya. Ada apa sih, Dek? Apa yang membuat kamu sedih? Adek, boleh kok ceritakan sama Mama.”

Beri anak kesempatan untuk mengungkapkan apa yang menjadi masalahnya agar memudahkan penanganannya.  Karena sifat egosentris yang masih kental di usia prasekolah, seringkali anak kecewa ketika harapan-harapannya tidak dapat terpenuhi. Ia memandang sesuatu dengan sudut pandangnya sendiri tanpa mempertimbangkan kepentingan orang lain. Oleh karenanya, penting bagi orangtua untuk menggali masalahnya agar anak bisa diberi pengertian dan membuka cara pandangnya.

Jika emosi sedih anak diekspresikan dengan cara menangis, dibutuhkan kesabaran  orangtua untuk meredakannya.  Ketika orangtua menunjukkan sikap tak sabar, maka emosi negatif anak akan bertambah kuat dan tambah sulit dialihkan. Sama halnya jika orangtua mendiamkan karena menganggap si anak hanya cari perhatian. Akhirnya emosi negatif anak semakin menjadi-jadi. Anak merasa tidak diperhatikan dan dirinya tidak dipahami oleh orangtua.

Sejatinya, mengalihkan emosi negatif anak yang sulit ataupun yang mudah sama saja, yaitu dengan menunjukkan empati kepada anak. Pahami anak dengan memandang masalah dari sudut pandangnya. Mungkin tak selalu mudah untuk mengalihkan perasaannya. Karenanya, orangtua harus menyediakan waktu dan perhatian khusus untuk mengeksplorasi perasaan anak. Lakukan dialog yang dapat membuka jalan pikiran anak, tentu dengan perumpamaan dan bahasa yang mudah.

Jika anak sulit sekali dialihkan dari perasaan sedihnya, biarkan dulu ia dengan perasaannya itu. Yang penting upayakan rasa aman dan nyamannya dengan menunjukkan perhatian dan kasih sayang kita. Kadang anak tidak mengerti alasan orangtua melarangnya ini dan itu. Nah, jelaskan sampai ia mengerti bahwa larangan ini demi kebaikannya dan karena kita sayang padanya. Kalau ia protes, berikan kesempatan baginya untuk bicara. Dengan begitu, anak melatih kemampuan verbalnya untuk mengungkapkan kesedihan. Bicara membuat beban sedihnya terangkat, sehingga ada ruang di hatinya untuk mendengarkan omongan orangtua. Jika anak nyaman dengan bahasa sentuhan,  peluklah ia hingga tenang. 

Dalam keseharian, lakukan komunikasi dua arah dengan anak. Jadilah pendengar yang baik baginya, maka anak akan mendengarkan apa yang orangtua katakan padanya. Penting bagi orangtua untuk mengenali dan memahami emosi si prasekolah agar proses mendidiknya  terasa mudah dan  berada di landasan yang benar. Ditambah lagi, ungkapan secara verbal adalah pengendalian emosi terbaik  yang dapat dilakukan oleh anak usia prasekolah.