Stop Kebiasaan Mengancam

By Ipoel , Kamis, 25 April 2013 | 05:00 WIB
Stop Kebiasaan Mengancam (Ipoel )

Meski di usia prasekolah ancamannya belum mengarah pada fisik, perilaku ini tentu tak baik jika dibiarkan. Sedikit-sedikit ia akan mengancam tanpa berusaha melakukan tindakan yang lebih persuasif. Jika tidak ditangani segera, pribadi anak bisa berkembang mengarah ke sisi negatif. Makin lama anak cenderung menjadi anak yang egois tanpa melihat situasi dan kondisi, serta kerap memunculkan sikap sinis orang lain terhadapnya.  

Anak juga akan memiliki kepribadian yang sulit. Ia mudah melakukan tindak kekerasan (bullying) jika keinginannya tidak terpenuhi. Apalagi bila anak belajar bahwa lewat mengancam ternyata ia bisa memperdaya orang lain, maka ia pun akan melakukannya lagi dan lagi pada orang lain. Belum lagi bila semakin besar kemudian ia tak segan-segan membuktikan ancamannya dengan perbuatan nyata. Misalnya saja, ia mengancam mencelakai dirinya sendiri kalau cintanya ditolak. Bagaimana bila kemudian dia mewujudkan ancaman seperti itu?

Secara sosial, anak yang suka main ancam juga akan mengalami kesulitan dalam bersosialisasi. Ia akan dijauhi lingkungan karena siapa pun tak nyaman bekerja sama dengan orang yang mudah mengancam, yang apabila keinginannya tidak dipenuhi lantas tega menyakiti orang lain. Pada sosok seperti ini biasanya mendarat  label negatif, seperti si pemarah, unstable person (orang yang tidak stabil), si frustrasi, si stres dan sebagainya. Oleh sebab itu, mari membantu mengubah perilaku negatif tersebut. Caranya antara lain:

Memperbaiki bahasa

Sikapi perilaku mengancam anak dengan bijaksana tanpa perlu marah. Cobalah perbaiki sikap terhadap anak selama ini. Jika memang orangtua sering main ancam apalagi kepada anak, maka orangtualah yang perlu mengubah dirinya terlebih dulu. Berilah anak contoh dan teladan yang baik. Mulai hal sederhana seperti tidak bicara kasar, bersikap sopan terhadap seluruh anggota keluarga dan juga pembantu rumah tangga, serta menegakkan aturan yang dipatuhi bersama.

Menyeleksi tontonan anak

Jangan sampai anak meniru perilaku negatif  dari tontonan yang tidak terseleksi. Pilihlah tayangan yang diperuntukkan bagi anak dan mendidik. Dampingi ketika anak menonton, sehingga fokus jatuh pada  hal-hal yang positif.

Menjalin komunikasi efektif

Jalin selalu komunikasi yang baik dengan anak. Dalam keseharian, ajarkan perilaku baik yang dapat diterima orang lain. Berikan sugesti atau afirmasi positif untuk memotivasi anak. Misalnya, katakan bahwa ia adalah anak yang baik karena mau sabar menanti giliran bermain, berkata baik, cuci tangan, menghabiskan makanan, dan sebagainya. Kalau anak kesal pada temannya, ajarkan untuk mengungkapkan perasaannya dengan kata-kata yang baik tanpa harus main ancam. Komunikasi efektif dapat dibangun dengan menggugah empati anak bila seandainya ia berada pada posisi anak yang diancam. “Bagaimana perasaan Kakak, kalau diancam seperti itu? Tidak senang, kan? Begitu juga teman yang kau ancam.”

Mengabaikan ancaman anak

Cara lain lagi untuk menutup kebiasaan main ancam adalah pengabaian (ignorance) terhadap perilaku tersebut. Menasihati anak di usia ini akan percuma. Ia tidak akan mendengarkan dan mamatuhinya. Apalagi sebagian tujuan mengancam adalah menarik perhatian orangtua. Oleh sebab itu, untuk anak usia ini, pengabaian justru lebih efektif daripada sederet nasihat. Karena diabaikan, anak merasa tidak berhasil memancing perhatian orangtua melalui ancamannya. Dengan begitu ia akan mencari cara lain. Nah, agar anak menempuh cara-cara yang positif, fokuskan perhatian orangtua pada perilaku positifnya. Berikan tanggapan dan pujian setiap kali anak melakukan hal terpuji.  Biasanya dengan mengabaikan ancaman akhirnya si prasekolah belajar bahwa ternyata lingkungan pun tak memerhatikan ancamannya. Makin lama perilakunya akan berkurang karena tidak mendapatkan penguatan. Anak pun akan belajar memahami bahwa dirinya tak perlu main ancam seperti itu.

Memberikan reward dan punishment

Untuk si prasekolah yang usianya lebih besar, orangtua dapat menerapkan sistem reward and punishment dalam menerapkan disiplin. Bila dalam satu hari anak bersikap baik, ia berhak atas satu stiker yang bisa ditempel pada lembar evaluasi perilaku. Hukuman time out atau duduk terpisah dari area nyamannya dapat diberlakukan apabila ia ketahuan mengancam orang lain. Lamanya waktu disesuaikan dengan kemampuan anak. Misalnya, untuk anak 4 tahun, maka time out-nya sekitar 4 menit.  Atau anak tidak dibolehkan melakukan kesenangannya sehari-hari, apakah itu main sepeda, menonton teve, atau main ke rumah teman. Sebaliknya, bila dalam satu hari ia bersikap seperti yang diharapkan, ia boleh mendapat stiker untuk ditempel di papan/lembar disiplinnya atau koin koleksi. Setelah dikumpulkan, misalnya setiap 5 koin, anak dapat menukarnya dengan kesenangan dan kenyamanan yang disukainya.