Stop Memanjakan Anak

By Ipoel , Minggu, 14 April 2013 | 23:00 WIB
Stop Memanjakan Anak (Ipoel )

Kebahagiaan anak tidak melulu diperoleh dari pemenuhan kebutuhan dan keinginan yang bersifat material, melainkan dengan memenuhi empat kebutuhannya tadi. Salah satu poin pentingnya yaitu, kemandirian merupakan gerbang menuju kebahagiaan. Contoh sederhananya, kalau kita ingin membahagiakan anak kita yang usianya batita, berikan kepercayaan kepadanya untuk mencoba melakukan segala sesuatu sendiri, terutama yang berkaitan dengan kegiatan bantu diri seperti makan, minum, mandi, ganti baju, pakai baju,  menyisir rambut, dan memanjat kursi atau tempat tidur agar dapat duduk dan berbaring.

Untuk si prasekolah, kita bisa selalu mengingatkannya untuk membereskan barang-barang seusai digunakan. Agar anak bahagia, ajarkan kedisiplinan dalam bentuk kegiatan dan ungkapan yang menyenangkan, penuh rasa sayang.  Disiplin merupakan faktor penting agar anak dapat mencapai kebahagiaan. Dengan disiplin, anak tidak bersikap semau-maunya atau dapat mengendalikan diri. Sebaliknya, sikap sewenang-wenang dan tidak dapat mengendalikan diri merupakan tanda ketidakbahagiaan. Karenanya, pendidikan kedisiplinan sudah seharusnya ditujukan demi kepentingan anak sendiri, bukan orangtua.

Di dalam kedisiplinan terdapat sikap mandiri dan bertanggung jawab, ini merupakan proses menuju kebahagiaan yang hakiki. Memang dalam pelaksanaannya, bisa jadi si anak terlihat tidak senang melakukan apa yang diminta kedua orangtua.  Namun, kita harus percaya kalau dibantu dia malah tidak akan menemukan kebahagiaannya kelak. Jika anak  dan orangtua berbeda pendapat, tidak berarti ia bersikap melawan atau tidak mencintai orangtuanya. Justru itu merupakan perkembangan sehat dari seorang anak yang sedang mengembangkan otonominya.

Salah kaprah anggapan yang mengatakan, untuk dapat membahagiakan anak, orangtua harus selalu dapat menyenangkan anak. Sebaliknya, tanpa pendidikan kedisiplinan, anak-anak akan semakin jauh dari kehidupan yang bahagia. Mungkin saat ini anak terlihat bahagia karena selalu merasa senang. Namun,  dalam jangka panjang sebenarnya secara tidak sadar orangtua [yang cenderung memanjakan anak] sudah menanamkan bibit ketidakbahagiaan pada hidup anaknya.