Gender Identity

By Ipoel , Kamis, 7 Maret 2013 | 06:00 WIB
Gender Identity (Ipoel )

Umumnya pengetahuan tentang perbedaan gender didapat karena mereka mengeksplorasi serta mengumpulkan informasi melalui kegiatan “looking and touching” atau melihat dan menyentuh dirinya sendiri, juga mengamati orang lain di sekitarnya yang menjadi ciri khas anak prasekolah. Bukankah sering kita temui anak yang memerhatikan organ tubuh ayah atau ibunya ketika di kamar mandi, kemudian ia membandingkan dan mengeksplorasi dirinya sendiri sehingga ia bisa membedakan “saya dan dia tidak sama.”

Pemahaman tentang perbedaan juga didapat dari pengajaran orangtua. Selain memahami perbedaan jenis kelamin menurut deskripsi yang dipahaminya,  anak-anak prasekolah juga memahami perbedaan lelaki dan perempuan secara sederhana menurut stereotip yang tampak dari luar meski sebetulnya, stereotip masing-masing jenis kelamin itu bisa saja berbeda berdasarkan budaya suatu masyarakat. Biasanya stereotip ini muncul karena adanya tuntutan normatif yang ada di lingkungan dan orangtua yang memengaruhi pemahaman anak mengenai gambaran stereotip tersebut. Misalnya, anak perempuan biasanya berambut panjang, berpita rambut, pakaian cenderung berwarna pink, mengenakan rok, tidak memanjat, tidak bermain perang-perangan, mainnya boneka atau masak-masakan, bicaranya lembut, jalannya teratur, senang dandan, memakai pewarna kuku, dan sebagainya.

Sementara stereotip anak lelaki umumnya berambut pendek, pakaiannya cenderung berwarna biru, mengenakan celana, mainnya cenderung yang motorik kasar, perang-perangan, tidak bermain boneka, dan lain-lain. Jadi ketika Rico melihat fenomena-fenomena lain di luar stereotipnya,  tak heran kalau ia kemudian bertanya-tanya. Ditambah, informasi yang dipahami prasekolah hanya ada dua jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan. Ia belum mengenal konsep lain semisal tomboi, banci/waria.