Si prasekolah sudah bisa mengatur keinginan BAK/BAB, tapi apa yang terjadi kok sekarang ngompol lagi?
* Toilet Learning tidak mulus.
Mungkinkah si kecil memang belum pernah dilatih untuk bertoilet dengan benar atau mungkin pernah tapi penerapannya setengah-setengah? Solusi masalah ini tentu dengan mengajarinya toilet learning (dengan lebih intensif). Mungkin akan butuh usaha ekstra untuk itu, namun jangan menyerah, pikirkan dampak negatif yang mungkin terjadi pada anak ketika ia masih suka mengompol sementara orangtua menginginkannya ikut kegiatan di taman bermain atau taman kanak-kanak. Tak hanya merepotkan, citra anak pun bisa negatif di mata teman-temannya yang sudah tidak mengompol lagi dan bebas dari popok sekali pakai (pospak).
* Gangguan emosional.
Aktivitas BAK diatur oleh otak. Jika kandung kemih penuh maka otak akan mengirimkan sinyal untuk membuka otot detrusor dan sfingter di kandung kemih untuk membuka dan mengeluarkan air seni. Psikis yang terganggu atau kondisi emosi yang tidak stabil dapat memengaruhi pengontrolan pengeluaran air seni. Sekitar 75% kasus mengompol disebabkan faktor psikis yang terganggu.
Emosi anak yang sedang terganggu umumnya tampak pada sikap dan perilakunya yang (agak) berubah. Jika biasanya ia tenang, kini berubah menjadi overakting, agresif, atau sebaliknya murung, cengeng, mengurung diri bahkan pendiam. Masalah mengompol seperti ini dapat diatasi setelah orangtua mengatasi gangguan emosi anak terlebih dulu. Sebagai langkah awal, cobalah cari penyebab mengapa emosi anak terganggu. Apa karena ditinggal pengasuh pulang kampung, atau bertengkar dengan teman, takut dimarahi oleh orangtua, merasa tidak diperhatikan, dan lain sebagainya.
Setelah gangguan emosi teratasi, biasanya masalah mengompol pun akan hilang dengan sendirinya. Sebab, otak anak bisa mengontrol pola kerja pembuangan kotoran dengan semestinya.