Bunga Penutup Abad, "Me Time" Berkualitas untuk Mama

By Dini Felicitas, Selasa, 9 Agustus 2016 | 07:25 WIB
Bunga Penutup Abad, ()

Tabloid-Nakita.com - Banyak yang menganggap karya sastra itu sulit dicerna. Bahasanya kaku, jalan ceritanya pun tidak mudah dipahami. Akibatnya karya-karya sastra Indonesia kurang mendapat penghargaan masyarakat.

Untunglah, selalu ada upaya-upaya untuk memperkenalkan dan mempopulerkan karya sastra untuk masyarakat. Contohnya pementasan teater Bunga Penutup Abad, yang diadaptasi dari novel Bumi Manusia dan Anak Semua Bangsa yang termasuk dalam seri novel tetralogi Pulau Buru karya Pramoedya Ananta Toer.

Teater yang dipentaskan untuk mengenang 10 tahun meninggalnya Pramoedya ini digelar oleh Titimangsa Foundation, Yayasan Titian Penerus Bangsa, dan didukung oleh Bakti Budaya Djarum Foundation. Sejumlah nama tenar turut bergabung dalam pementasan ini, yaitu Happy Salma (sebagai Nyai Ontosoroh), Reza Rahadian (Minke), Lukman Sardi (Jean Marais), dan Chelsea Islan (Annelies), serta aktor baru berbakat, Sabia Arifin sebagai May Marais. Pementasan ini disutradarai Wawan Sofwan, yang sebelumnya sudah menyutradarai Mereka Memanggilku Nyai Ontosoroh, Monolog Inggit, Musikal Sangkuriang, Rumah Boneka dan Subversif.

Bunga Penutup Abad berkisah tentang kehidupan Nyai Ontosoroh dan Minke setelah kepergian Annelies ke Belanda. Nyai Ontosoroh yang khawatir mengenai keberadaan Annelies, mengutus seorang pegawainya untuk menemani kemana pun Annelies pergi, bernama Robert Jan Dapperste atau Panji Darman.

Bunga Penutup Abad,
Kehidupan Annelies sejak berangkat dari pelabuhan Surabaya dikabarkan oleh Panji Darman melalui surat-suratnya yang dikirimkan pada Minke dan Nyai Ontosoroh. Surat-surat itu bercap pos dari berbagai kota tempat singgahnya kapal yang ditumpangi Annelies dan Panji Darman.

Minke selalu membacakan surat-surat itu pada Nyai Ontosoroh. Surat demi surat membuka sebuah pintu nostalgia antara mereka bertiga, seperti ketika pertama kali Minke berkenalan dengan Annelies dan Nyai Ontosoroh, bagaimana Nyai Ontosoroh digugat oleh anak tirinya sampai akhirnya Annelies harus dibawa pergi ke Belanda berdasarkan keputusan pengadilan putih Hindia Belanda. Cerita berakhir beberapa saat ketika Minke mendapatkan kabar bahwa Annelies meninggal di Belanda. Minke yang dilanda kesedihan kemudian meminta izin pada Nyai Ontosoroh untuk pergi ke Batavia melanjutkan sekolah menjadi dokter. Saat berangkat ke Batavia, Minke membawa serta lukisan potret Annelies yang dilukis oleh sahabatnya Jean Marais. Minke memberi nama lukisan itu, Bunga Penutup Abad.

“Merupakan suatu kebahagiaan bagi saya boleh mengapresiasi karya penulis besar Indonesia ke panggung teater dan salah satu cara untuk mengenalkan generasi muda akan karya-karya sastra Indonesia. Semoga pementasan ini lebih dapat mempopulerkan seni teater sehingga seni pertunjukan di Indonesia dapat terus berkembang,” ujar Happy Salma yang juga berperan sebagai produser, saat bincang-bincang di Galeri Indonesia Kaya, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Pementasan Bunga Penutup Abad akan berlangsung di Gedung Kesenian Jakarta, 25-26 Agustus 2016, dan diperpanjang hingga 27 Agustus 2016. Hal ini dilakukan setelah mempertimbangkan tingginya minat masyarakat untuk menyaksikannya, sehingga menyebabkan tiket langsung terjual habis hanya dalam satu hari sejak penjualan dibuka. “Tingginya antusiasme masyarakat untuk menyaksikan pertunjukan ini adalah satu langkah pencapaian yang dapat meyakinkan banyak pihak bahwa penyelenggara seni pertunjukan lokal bisa menjadi tuan rumah di negerinya sendiri,” jelas Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation.

Nah, buat Mama yang ingin mulai mengenal karya sastra Indonesia khususnya karya Pramoedya Ananta Toer, pementasan ini bisa jadi awal yang baik. Hitung-hitung sekaligus me time, atau kencan berdua dengan Papa. Bunga Penutup Abad didukung juga oleh Ayu Dyah Pasha, Happy Salma, Melyana Tjahyadikarta dan Musa Widyatmodjo sebagai Produser, Iskandar Loedin (pimpinan Artistik), Allan Sebastian (penata panggung), Deden Jalaludin Bulqini (penata multimedia), Ricky Lionardi (penata musik), Deden Siswanto (penata kostum) Ritchie Ned Hansel (desainer grafis) dan dr. Tompi (fotografer). (Dini)