Kalau disebutkan sederet manfaat ASI seperti memiliki zat gizi yang sangat tinggi, dapat mendukung kesehatan bayi secara optimal, dapat membuat anak lebih cerdas, serta ASI pun murah dan mudah didapat karena sudah tersedia di dalam payudara ibu, banyak orang yang akan mengangguk setuju. Itu sebabnya, anjuran untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayi hingga berusia 6 bulan banyak dijalani oleh para ibu. Hanya saja, banyak yang belum tahu kalau ASI ternyata punya manfaat yang lebih hebat lagi, yakni dapat menghindarkan anak dari gangguan delapan penyakit mental kala ia dewasa kelak.
Kedelapan gangguan mental ini adalah gangguan bersosialisasi, mudah depresi, mudah gelisah, gangguan perhatian, psikosomatis (mudah terkena masalah psikis), gangguan cara berpikir, agresif, dan mudah terlibat di dalam kenakalan remaja. Hal ini dikemukakan oleh Berhman, berdasarkan hasil penelitiannya yang dilakukan selama 14 tahun dan melibatkan sekitar 2.900 anak di Australia sejak lahir hingga usia 14 tahun. Hasil penelitian ini dimuat di dalam Jurnal of Australian Pediatric awal Januari 2010 lalu.
Dalam hasil penelitiannya, Berhman mengungkapkan, terhindarnya anak dari gangguan mental ini disebabkan oleh tubuh ibu yang pada saat menyusui mengeluarkan hormon oksitosin, kerap disebut hormon kasih sayang, sehingga ibu merasakan kondisi yang nyaman dan dapat mencurahkan kasih sayangnya sepenuh hati kepada bayinya. Selain curahan kasih sayang dari ibu, hormon ini pun dapat terserap oleh bayi lewat puting susu ibu sehingga bayi akan merasakan kenyamanan yang sama dengan ibu. Hormon oksitosin ini dibentuk oleh sel-sel saraf otak dan disimpan di lobus posterior pituatri.
Bayi baru lahir saja, sudah membutuhkan ASI sebagai penghilang stresnya. Harap diketahui, persalinan, bagi bayi juga menimbulkan stres padanya karena perpindahan, dari dalam rahim ibu yang tenang dan hangat, lalu lahir ke dunia yang mungkin baginya ingar-bingar. Sebuah penelitian menunjukkan jika bayi baru lahir dipisahkan selama 6 jam dari ibunya maka hormon stres pada bayi meningkat jadi dua kali lipat. Hal ini berpengaruh terhadap penurunan daya tahan tubuh bayi sehingga ia mudah sakit. Karena itu sangat dianjurkan bayi baru lahir harus satu ruangan dengan ibu (rooming in). Berada dekat dengan ibu, dibelai, dipeluk, digendong, diberi ASI, maka membuat bayi tenang dan nyaman sehingga hormon stresnya pun menurun.
Mendukung penelitian Berhman di awal tadi, penelitian lain pun pernah dilakukan oleh Profesor Sven Silburn dari Menzies School of Health Research, Darwin, Australia. Hasilnya menunjukkan, ASI memang mengandung zat-zat yang dapat menenangkan bayi, membuat anak kelak tidak mudah marah, berperilaku egois, tak suka kekerasan, dan lainnya. Zat tersebut adalah serotonin atau yang disebut juga zat anti stres. Serotonin inilah yang akan memberi rasa tenang dan relaks pada anak setelah ia meminum susu. Sebab serotonin mengirim sinyal ke otak supaya tubuh terasa nyaman. Jika zat terasup ke dalam tubuh bayi lewat ASI selama lebih kurang di dua tahun pertama kehidupannya maka pembentukan serotonin ini terjadi sangat signifikan. Kadar serotonin ini sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan psikisnya karena memberikan rasa nyaman, aman, dan tenang. Dengan begitu anak tak akan mudah marah, stres, depresi, dan kelak setelah dewasa pun demikian. Sebaliknya jika sejak anak-anak ia mudah stres, marah-marah, serta emosional maka saat dewasa perilaku ini pun dapat terbawa. Untuk mendapatkan kestabilan psikis, Silburn menganjurkan agar para ibu mau memberikan ASI secara eksklusif selama 6 bulan kepada bayi-bayinya.
Satu lagi yang menguatkan temuan Brehman dan Silburn adalah penelitian yang yang dilakukan oleh Dr. Katherine Hobbs Knutson dan dilaporkan dalam pertemuan tahunan American Public Health Association. Knutson menemukan, anak yang mendapatkan ASI dengan baik cenderung tidak ada masalah perilaku saat ia dewasa. “Para orangtua jarang melaporkan adanya masalah perilaku pada anaknya yang dulunya telah diberikan ASI eksklusif selama 6 bulan,” begitu bunyi temuan itu. Dikatakan pula, anak yang mengonsumsi ASI saat bayi kemungkinan mengalami gangguan perilaku 37 persen lebih rendah dibandingkan dengan orang yang tidak mendapatkan ASI.
Selanjutnya, sebuah penelitian dilakukan oleh peneliti asal Inggris terhadap 7.000 anak yang berumur 5–10 tahun, ditemukan anak–anak yang tidak mendapat ASI serta berasal dari orangtua yang bercerai atau berpisah memiliki risiko mengalami kecemasan/stres yang berlebihan 9,4 kali lipat lebih tinggi daripada anak–anak lain. Sedangkan anak–anak yang berasal dari orangtua yang terpisah/bercerai namun mengonsumsi ASI saat bayi hanya memiliki risiko mengalami kecemasan/stres yang berlebihan 2,2 kali lebih tinggi dibanding anak–anak lain. Wah, yang mengonsumsi ASI ternyata angka stresnya jauh lebih rendah.
Ketiga peneliti di atas mengemukakan manfaat ASI, melulu ditinjau dari zat yang terdapat pada ASI yang memberi kontribusi pada efek menenangkan, yakni serotonin dan oksitosin. Tapi kemudian terbukti bahwa bukan saja zat-zat itu yang menenangkan, namun cara pemberian ASI juga ikut berpengaruh. Selain kandungan ASI yang dapat memengaruhi anak secara hormonal, sentuhan sang ibu terhadap anaknya saat menyusui serta kontak mata pada si kecil ternyata sangat berpengaruh terhadap psikologis anak dan perkembangannya.
Penelitian terhadap 9.000 anak yang lahir di Inggris pada 1980, kemudian diteliti kembali pada tahun 2007 dipimpin oleh Scott Montgomery menyimpulkan, anak-anak yang menyusu langsung oleh ibunya tingkat stresnya sangat rendah. Jika diskala 0-100, tingkat stresnya paling tinggi pada angka 50. Profesor dari Institut Karolinska, Stockholm, ini pun menyimpulkan, menyusu secara langsung ada kedekatan kontak fisik antara ibu dengan anak. “Adanya kontak fisik yang erat, membuat bayi merasa jauh lebih nyaman dan tenang,” ujar Montgomery dalam penelitian tersebut. Sementara, anak yang tak mendapatkan kontak fisik secara rutin dari ibunya akan sangat reaktif menerima tekanan dari situasi yang berat, lanjut Montgomery.
Karena itu, meski ASI mengandung zat yang bisa menenangkan bayi tetapi harus didukung oleh aktivitas pemberian ASI yang baik. Ibu perlu memerhatikan bagaimana cara pemberian ASI yang bisa menenangkan bayi terus berlangsung sehingga kesehatan mental dan fisiknya pun terbangun dengan sempurna. Ternyata bukan memberikannya lewat botol setelah ASI diperah, tapi kelekatan didapat dengan menyusui langsung.
Pada akhirnya, pengeluaran serotonin dan oksitosin bukan saja membuat bayi relaks, tapi si ibu pun bisa ikut-ikutan “terlena”. Ini dikatakan oleh William Sears.M.D dan Margareth Sears, RN dalam bukunya Family and Laction (Little Brown and Co, New York, 1994) bahwa semakin ibu memberikan ASI, semakin menimbulkan ketenangan pada bayi dan ibunya. “ASI mengandung hormon oksitosin yang membuat bayi tertidur karena merasa rileks dan tenang. Sementara, menyusui merupakan obat penenang alami untuk ibu.” Dampaknya, ibu jadi ikut-ikutan merasa tenang dan nyaman. Semua ini lagi-lagi karena oksitosin yang dirilis setiap kali seorang ibu menyusui. Saking nyamannya, beberapa ibu harus berhati-hati menyusui sedemikian rupa agar tangannya yang menyangga bayi tidak terkulai karena ibu jadi mengantuk. Coba saja buktikan!