Wonderful Life, Karena Semua Anak Terlahir Sempurna

By Dini Felicitas, Kamis, 13 Oktober 2016 | 08:15 WIB
Wonderful Life bukan hanya untuk orangtua anak penyandang disleksia. (Dini Felicitas)

Tabloid-Nakita.com - Film Indonesia kini semakin meriah, dengan topik dan genre yang semakin bervariasi. Film horor, komedi, dan drama percintaan, tidak lagi mendominasi layar lebar. Film drama keluarga, yang bisa ditonton seluruh anggota keluarga, kini mulai menjadi pilihan. Bahkan, dengan kisah yang rasanya tak mungkin diangkat dalam kisah film.

Salah satunya Wonderful Life, film yang dibuat berdasarkan kisah nyata Amalia Prabowo, seorang ibu dalam menerima keadaan putranya yang memiliki disleksia. Filmnya, yang diproduksi oleh Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) bersama Creative & Co., Visinema, dan Sariayu, diangkat dari catatan harian Amalia yang kemudian dibukukan.

Mengasuh anak berkebutuhan khusus, Aqil (Sinyo), bukanlah tugas yang mudah bagi Amalia (Atiqah Hasiholan). Maklum saja, kariernya sebagai CEO di sebuah perusahaan periklanan sungguh menyita waktu. Kantornya sedang menghadapi persaingan dengan perusahaan lain untuk tetap mempertahankan klien terbesarnya. Padahal, kondisi Aqil semakin mengkhawatirkan.

Di usianya yang ke-8, Aqil belum dapat membaca dengan lancar akibat disleksia. Problem kesulitan membaca tentu menghalangi Aqil untuk menyerap pelajaran di sekolah. Amalia bukan saja harus menghadap guru Aqil di sekolah untuk membahas ketertinggalan Aqil, tetapi juga harus memberi jawaban atas desakan sang ayah (Arthur Tobing) untuk mencari pengobatan untuk Aqil.

Semenjak berpisah dengan suaminya, Amalia memang memboyong Aqil kembali ke rumah orangtuanya, Bapak dan Ibu (Lidya Kandou). Keputusan yang tidak mudah bagi Amalia, yang merasa sang ayah terlalu menuntutnya menjadi nomor satu dalam segala hal. Mau tak mau, prinsip ini juga diterapkan Amalia pada Aqil. Tak heran, ketertinggalan Aqil membuatnya merasa gagal sebagai ibu.

Didorong oleh egonya untuk memiliki anak yang berprestasi dan kelak bisa "menjadi orang" seperti harapan Bapak, Amalia pun mengajak Aqil untuk berobat ke berbagai pelosok daerah, meninggalkan segala rutinitasnya yang sibuk. Sayangnya, meskipun telah mendengar bahwa Aqil divonis menyandang disleksia dan autisme ringan, Amalia memilih membawa ke pengobatan alternatif, bahkan dukun!

Sepanjang perjalanan, berbagai hal tak terduga terjadi. Koneksi internet terputus, menginap di mobil karena tidak ada hotel, ban mobil kempes di jalanan pinggir hutan.... Inilah hal-hal yang mengusik kemapanan Amalia. Belum lagi mendengar jawaban para ahli pengobatan alternatif yang tidak memuaskannya.

Di lain pihak, Aqil ternyata sangat menikmati perjalanan tersebut, karena tidak mengharuskannya belajar. Ia bisa memuaskan hobinya menggambar, sesuatu yang diyakini Amalia sebagai kegiatan yang tidak berguna. Sampai pada satu titik, di mana mata Amalia akhirnya terbuka....

"Konten film ini penting bagi keluarga Indonesia. Kita ini distandarisasi masyarakat, dengan ekspektasi yang disesuaikan kehendak masyarakat, sehingga ketika ada anak yang berbeda, kita bingung apa yang harus dilakukan dengan anak-anak kita. Anak berkebutuhan khusus itu harusnya ditangani seperti apa," papar Wandi S. Brata, Group of Retail and Publishing dari KPG, saat konferensi pers di Brewerk, Senayan City, Jakarta, Senin (11/10) lalu.

Wonderful Life, yang disutradarai oleh Agus Makkie, ingin membuka mata penonton bahwa memiliki anak berkebutuhan khusus (ABK) bukan akhir dari segalanya. Karena, seperti dikatakan Amalia dalam bukunya, semua anak terlahir sempurna. Tantangan terbesar bagi orangtua ABK adalah menerima kekurangan anaknya, supaya dapat melihat kelebihannya yang lain.

Meskipun demikian, film yang skenarionya ditulis oleh Jenny Jusuf (Filosofi Kopi) ini bukan hanya untuk orangtua dengan anak berkebutuhan khusus. Wonderful Life memberi pesan kepada siapa saja, bahwa kebahagiaan anak adalah tanggungjawab orangtuanya sendiri. Hanya karena kita memiliki karier, tidak berarti kita bisa menyerahkan tugas pendidikannya pada sekolah yang sudah dibayar mahal, atau kakek-neneknya yang mengasuhnya di rumah. Karena, kita lah yang pertama kali menginginkan anak itu hadir di dunia.

Maka, film yang mulai ditayangkan di bioskop Kamis (13/10) ini perlu ditonton orangtua mana pun yang peduli pada kebahagiaan anaknya. Ajak juga anak-anak dan kakek-neneknya. Agar mereka bisa menangkap hal-hal baru yang bermakna dalam film ini.