Taruhan Nyawa demi Nyawa, Angkat Topi Paling Tinggi Untuk Para Pahlawan yang Gugur dalam Misi Kemanusiaan

By Cynthia Paramitha Trisnanda, Sabtu, 3 November 2018 | 15:22 WIB
Syachrul Anto meninggal saat mengevakuasi badanpesawat Lion Air JT 610 (Facebook/Syachrul Anto)

Delapan anggota tersebut meninggal dunia saat melakukan pemantauan menuju lokasi bencana Letupan Kawah Sileri, Dieng, Banjarnegara.

Melansir dari Kompas.com, Deputi Bidang Potensi SAR Basarnas Marsekal Muda Basarnas Dodi Trisunu mengungkapkan bahwa kronologi jatuhnya helikopter HR 3602 yang jatuh di Kabupaten Temanggung, Minggu (2/7/2017).

Menurut Dodi, heli jatuh saat dalam misi perbantuan pemantauan dan evakuasi letupan kawah Sileri, di Dieng, Kabupaten Banjarnegara.

Sebelum terbang, Kepala SAR Semarang meminta izin terbang untuk helikopter dari Direktur Operasional Basarnas.

"Tugasnya membantu dan mengevakuasi korban jika diperlukan," kata Dodi di Kantor Basarnas Jateng, Selasa (4/7/2017).

Sebelum terbang, pada Minggu pukul 12.00 WIB, SAR Semarang mendapat informasi letupan Kawah Sileri.

Sebanyak 17 pengunjung dilarikan ke Puskesmas Batur. Pada 13.58 WIB, Kepala SAR Semarang memutuskan untuk meminta persetujuan untuk menerbangkan Heli 3602 warna oranye itu.

Pukul 14.15 WIB hingga 14.25 WIB, pilot heli Kapten Haryanto mendapat briefing dari Direktur Operasional melalui sambungan telepon.

Pukul 14.44 WIB, heli bergerak dari Pos Grinsing menuju Lanumad Ahmad Yani Semarang untuk mengisi bahan bakar dan mengabarkan rencana take off ke Dieng. Pukul 15.30 WIB, Dodi menerangkan, jarak penerbangan dari Lanumad Semarang hingga Dieng ditempuh dalam waktu 20 menit dengan ketinggian pesawat 3700 FT.

Heli itu kemudian terbang pukul 16.00 WIB dan kehilangan kontak pada pukul 16.17 WIB. Pada 16.14 WIB, flight monitoring system (FMS) Basarnas mendeteksi pesawat berada di minimum safety altitude, yaitu di ketinggian 5400 FT. Pukul 16.16 WIB pesawat sudah hilang kontak.

Pada pukul 16.17 WIB, local gawe terminal (LUT) mendeteksi sinyal distress dari heli itu di Gunung Butak Temanggung.

Namun sinyal hilangnya kontak baru terkonfirmasi pada pukul 16.30 WIB. Setelah terkonfirmasi, SAR kemudian melakukan operasi menuju Gunung Butak.

Baca Juga : Baru Menikah 2 Minggu, Istri Korban Lion Air JT 610 Deryl Fisa Febrianto Masih Berharap Suami Pulang dengan Beri Kejutan

Pada pukul 19.00 WIB, tim rescue Basarnas tiba di Temanggung dan langsung ke lokasi. Satu jam berikutnya, pukul 20.00 WIB sudah ada 5 rescue di lokasi.

Setengah jam kemudian pukul 20.30 WIB, sudah ada 25 anggota SAR yang bergabung di lokasi. Setelah dilakukan evakuasi, pada pukul 22.00 WIB, tim menemukan 3 orang meninggal.

Lalu pada Senin (3/7/2017) pukul 02.00 WIB seluruh korban berjumlah 8 orang ditemukan. Para korban lalu dibawa ke RS Bhayangkara Semarang.

Dari kisah para pahlawan tersebut, masyarakat kembali disadarkan bahwa masih banyak manusia yang memanusiakan manusia.

Mereka rela bertaruh nyawa demi menjalankan tugasnya, yaitu misi kemanusiaan.

Selain rela mati, petugas baik relawan, Tim SAR, anggota PMI, dan lain-lain juga menjalankan tugas beratnya dalam bertugas.

Keselamatan korban merupakan prioritasnya di atas keselamatannya sendiri.

Mereka harus menjalani dan menembus berbagai medan berat demi pencarian korban, evakuasi, seperti yang sudah terlaksana di Lombok, Palu, juga di perairan Karawang ini.

Mereka dibekali dengan pelatihan khusus yang pasti menempa mental dan juga fisik mereka.

Belum lagi, mereka harus bertemu dengan puluhan, ratusan, bahkan ribuan jenazah dengan kondisi tubuh yang tercecer-cecer, atau sudah tak lagi bisa dikenali.

Bisa dibayangkan bagaimana rasanya saat itu. Meski banyak yang menilai hal tersebut adalah suatu hal wajar yang sudah jadi tugasnya, tetapi, para petugas juga memiliki hati.

Hati mana yang tak hancur dan rontok melihat berbagai kondisi jenazah. Kadang mereka juga menyeka air mata mereka.

Perasaan tersebut sempat disampaikan salah satu anggota Basarnas, Muhammad Andika, pada Kompas.com 2017 silam.

Baca Juga : Evakuasi Korban di Hotel Roa Roa Palu Terkendala Alat Berat, Ketua Basarnas: Kita Berpacu dengan Waktu

Ia mengatakan bahwa melihat kondisi jenazah yang bergelimangan merupakan hal yang sangat menyedihkan, tetapi ia harus pandai mengatur emosinya sendiri.

“Sedih pasti ada. Tapi kami masih bisa mengatur emosi jiwa kami karena mental kami sudah terbentuk. Kalau menangis, pasti pernah tapi tidak di depan orang,” tutur Andika.

"Bisa menangis pada saat keluarga ditinggalkan melihat kondisi jenazah setelah ditemukan. Sebagai tim SAR pasti ada rasa bangga. Tapi ada rasa sedih karena korban ditemukan meninggal dunia. Saat ketemu keluarga dan dikembalikan ke rumah duka pasti ada perasaan sedih," tutupnya.