Risiko Hamil di Bawah Usia 20 Tahun

By Isma Anggritaningsih, Senin, 21 November 2016 | 19:00 WIB
Perempuan di bawah usia 20 tahun belum siap atau belum cukup matang untuk menghadapi kehamilan. (Julie Erikania)

Tabloid-Nakita.com – Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, 10% remaja berusia 15—19 tahun di Indonesia telah menjadi Mama. Padahal, Ma, hamil di usia tersebut memiliki banyak risiko komplikasi persalinan. Berikut di antaranya:

# Risiko abortus atau keguguran lebih besar.

Belum siapnya mamil terhadap kehamilannya sangat memengaruhi kondisi ini. Bahkan adolescent pregnancy sangat berhubungan dengan kondisi abortus provocatus criminalis atau usaha melakukan pengguguran tanpa indikasi medis tertentu. Hal ini tentunya akan semakin membahayakan nyawa mamil belia tersebut dan bahkan dapat menyebabkan berbagai kecacatan di rahim.

# Hipertensi dalam kehamilan.

Gangguan hipertensi dalam kehamilan dan preeklamsia sering terjadi dikarenakan kurangnya kemampuan adaptasi rahim dalam menerima produk konsepsi atau pembuahan. Dampaknya, janin tak diterima secara keseluruhan sehingga menyebabkan kondisi yang sering disebut dengan keracunan dalam kehamilan (preeklamsia).

# Meningkatnya persalinan prematur dan berat badan lahir rendah.

Kondisi ini kerap diakibatkan kurang matangnya alat reproduksi mamil dan kurangnya kepedulian dalam menjaga kehamilan, selain juga dapat diakibatkan berbagai kelainan, semisal, hipertensi dalam kehamilan.

# Berat bayi lahir rendah (BBLR).

Meningkatnya persalinan prematur tentunya akan diikuti dengan kondisi bayi dengan berat badan lahir rendah. Kedua hal ini tentunya dapat berdampak terhadap bayi, baik dalam jangka dekat (mulai gangguan pencernaan hingga pernapasan) maupun jangka panjang (semisal, cerebral palsy, yaitu kelainan permanen pada otak yang memengaruhi perkembangan motorik dan postur tubuh; retardasi mental;dan gangguan tumbuh kembang).

# Mama mengalami postpartum blues (baby blues).

Kurangnya kesiapan mental serta adaptasi mamil terhadap lingkungan baru dan tanggung jawab baru di kesehariannya setelah melahirkan dapat memicu terjadinya baby blues pada mamil. Pada kondisi ini sering terjadi usaha penelantaran anak dan semacamnya.

# Meningkatkan risiko kematian.