Nakita.id - Usia berapa ibu menikah dulu? Mungkin, awal dan akhir 20-an ya. Usia yang tergolong normal untuk menikah. Sedangkan di era 1970-an, rata-rata orang sudah mengucap janji suci di usia 17 tahun atau setelah akil baliq, yang ditandai dengan menstruasi pada anak perempuan dan mimpi basah pada anak lelaki. Hanya ada sebagian kecil yang menikah usia 20 tahun atau di atasnya.
Namun di zaman modern seperti sekarang, apalagi di Indonesia yang perkembangan sosial kulturalnya cukup pesat, rasanya sudah jarang pasangan yang menikah di usia belasan. Apalagi belum akil baliq. Tapi percayalah, ternyata masih ada warga di belahan dunia lain yang bahkan sudah menikahkan anak-anak di bawah umur. Mereka menjadi pengantin balita yang tampak murung di hari pernikahannya.
Beberapa balita ini dipaksa menikah dengan orang yang usianya berbeda jauh dari dirinya. Bahkan ada pasangan yang masih sama-sama di bawah umur. Alasan terbanyak orangtua menikahkan anak-anak balitanya ini adalah kemiskinan. Kondisi keuangan lah yang membuat orangtua sampai hati menjual anak-anak mereka pada kalangan berpunya, agar perekonomian menjadi lebih baik. Siapa saja anak-anak balita yang sudah dinikahkan ini? Simak uraiannya berikut.
1. Fatima Mangre. Perkawinan balita bernama Fatima Mangre asal India pada 2009 ini mengejutkan banyak pihak, terutama kelompok hak asasi anak internasional. Bagaimana tidak? Mangre baru berusia 4 tahun saat dia dinikahkan dengan bocah berumur 10 tahun.
Walaupun sang ayah menegaskan bahwa Mangre tidak boleh berhubungan intim sebelum akil baliq, namun tetap saja pernikahan ini dianggap menjijikkan. Anak-anak dipaksa melakukan sesuatu yang melampaui batas nalar mereka. Mendengar kabar ini, banyak pihak menekan keluarga Mangre agar membebaskan balita itu dari perkawinan di bawah umur.
Dan, perjuangan kelompok hak asasi anak internasional tak sia-sia. Mangre akhirnya bebas ketika usianya 8 tahun, menjadi kasus itu sebagai perceraian paling muda sepanjang sejarah. Ya, status Mangre memang bercerai, namun setidaknya ia tidak perlu lagi menjalani pernikahan hasil perjodohan tersebut.
2. Tahani dan Ghada. Keduanya kini sudah berusia belasan tahun, namun kedua gadis asal Yaman ini menikah sejak usia 5 tahun pada 2006! Suami-suami mereka saat itu berusia 25 tahun. Perbedaan umur yang mencolok ini membuat para ibu geleng-geleng kepala. Tahani dan Ghada dikenal dunia setelah mengungkap fakta soal pernikahan anak di bawah umur yang masih terjadi di Yaman.
Kedua gadis ini kebetulan sangat karib di sekolah. Mereka sampai mengubur cita-cita untuk menjadi dokter lantaran diharuskan patuh kepada kedua orangtua untuk menikah. Kebanyakan pernikahan yang dilakukan di Yaman terkait bisnis dan juga kemiskinan keluarga.
3. Rajani. Pernikahan Rajani pada 2011, bocah usia 5 tahun asal India, kembali bikin geger sejagat. Majalah National Geographic secara gamblang memuat foto-foto pernikahan Rajani dan "pengantin" prianya yang juga masih bocah. Rajani bahkan mengantuk dan tertidur di pundak pamannya saat menunggu upacara pemberkatan pernikahan yang dilakukan dengan ritual Hindu.
Pernikahan anak memang ilegal di India, negara dengan kasus pernikahan anak terbanyak di dunia, namun kasus pernikahan anak terus terjadi. Seringkali upacara pernikahan berlangsung pagi-pagi buta, menjadi rahasia yang ditutupi oleh seluruh warga kampung. Seperti Rajani, yang dipaksa bangun dari tidurnya lewat tengah malam dan diboyong oleh pamannya untuk menjalani upacara pernikahan.
Upacara pernikahan semacam itu disebut Akshaya Tritiya. Hingga kini polisi di India bekerja sama dengan pegiat hak anak sudah membatalkan sekitar 29 perkawinan dari upacara Akhsaya Tritiya. Mitosnya, anak-anak yang dikawinkan pada hari Akhsaya Tritiya akan menjadi anak sehat, sukses, serta rezekinya berlimpah.
Sebenarnya masih banyak lagi pernikahan usia balita yang tidak terekspos media. Di Rajahstan, India, pernikahan di bawah umur merupakan tradisi yang setahun sekali diadakan meski sudah dilarang oleh pemerintah setempat. Namun tak banyak yang mau melaporkannya, apalagi warga yang mendukung pernikahan usia dini itu merahasiakan tempatnya.
Para pelaku pemaksaan pernikahan anak balita ini mengabaikan dampak fisik dan psikologis yang akan dialami oleh anak-anak. Seorang dokter di ibukota Yaman, Sanaa, membeberkan sejumlah konsekuensi medis yang akan terjadi jika memaksa anak-anak perempuan melakukan hubungan seks dan persalinan (jika terjadi kehamilan ketika anak-anak sudah lebih besar) sebelum fisiknya belum matang. Di antaranya, perobekan dinding vagina dan fistula ani (luka robek di anus), menyebabkan inkontinensia permanen (ketidakmampuan menahan keinginan buang air).
Dampak psikologisnya, anak-anak perempuan mengalami tekanan karena harus menjalani peran ibu dan istri sebelum waktunya. Mereka juga masih terlalu kecil untuk memahami konsep reproduksi. "Biasanya perawat harus bertanya, 'Kamu tahu apa yang terjadi? Apa kamu mengerti bahwa ada bayi yang sedang tumbuh di dalam tubuhmu?" kata sang dokter. Hanya sedikit pengantin balita ini yang dibekali pengetahuan bagaimana harus merawat diri dan bayi yang mereka lahirkan. Tak heran, angka kematian bayi sangat tinggi.
Oleh karena itu, para pegiat hak anak gencar menuntut pemerintah bertindak tegas terhadap warga masyarakat yang melakukan pemaksaan pernikahan anak di bawah umur. Alasan kesehatan menjadi faktor utama pernikahan di bawah umur harus dihentikan. Para pengantin balita tersebut belum siap secara fisik lebih-lebih mental dan jiwanya.
Negara dengan kasus pemaksaan pernikahan anak
(Sumber: UNICEF)
1. Nigeria
2. Chad
3. Republik Afrika Tengah
4. Bangladesh
5. Guinea
6. Mozambique
7. Mali
8. Burkina Faso
9. Sudan Selatan
10. Malawi
11. Madagascar
12. Eritrea
13. India
14. Somalia
15. Sierra Leone
16. Zambia
17. Republik Dominica
18. Ethiopia
19. Nepal
20. Nicaragua
L'Oreal Bersama Perdoski dan Universitas Indonesia Berikan Pendanaan Penelitian dan Inovasi 'Hair & Skin Research Grant 2024'
Penulis | : | Maharani Wibowo |
Editor | : | Dini Felicitas |
KOMENTAR