Nakita.id - Sadarkah Bunda, anak dengan karakter positif: cerdas, percaya diri, santun, mandiri harus menjadi tujuan utama dari stimulasi di sepanjang masa kanak-kanaknya. Semua itu akan tercapai jika kesehatan si Kecil juga terlindungi.
Dalam buku Teaching Good Behaviour, Successful Parenting, terbitan Time Life Asia, 2000, disebutkan karakter positif yang diharapkan terbentuk pada si Kecil adalah:
Kemampuan mencintai karena merasa dicintai
Dari semua hal yang mendasari berkembangnya karakter positif pada si Kecil, cinta orangtua adalah dasar yang paling utama. Cinta Bunda dan Ayah memberikan perasaan aman pada diri si Kecil. Perasaan aman ini membuatnya percaya bahwa orang lain dan lingkungan di luar sana juga akan bersikap baik terhadapnya. Cinta Bunda dan Ayah akan menumbuhkan perasaan bahwa dirinya spesial dan berharga, sehingga terbentuklah konsep diri yang positif dalam diri si Kecil. Para ahli perkembangan anak setuju, konsep diri positif merupakan faktor penting dari munculnya perilaku yang baik dan kemampuan beradaptasi secara sosial dan emosional.
Menghormati perasaan orang lain
Bermula dari kemampuan mencintai kedua orangtuanya, si Kecil akan mengembangkan karakter positif lain yang tak kalah penting, yaitu mengetahui bahwa Bunda, Ayah, dan orang lain juga memiliki perasaan seperti halnya ia sendiri. Oleh karenanya, ia pun harus menghargai perasaan dan kepentingan orang lain agar bisa hidup berdampingan. Memang, perlu proses bertahun-tahun untuk membuat si Kecil memahami hal ini; bahwa perilakunya akan berdampak pada orang lain. Hingga memasuki usia prasekolah, si Kecil mungkin belum paham benar perasaan orang-orang di sekelilingnya, apakah sedih, senang, sebal, atau takut. Namun, melalui pembelajaran terus-menerus dari Bunda dan Ayah, ia akan bisa mengenali dan menghormati perasaan orang-orang yang ditemuinya. Pengenalan ini juga akan menjadi dasar bagi sikap sopan santunnya.
Mandiri dan Bertanggung jawab
Mandiri dan bertanggung jawab adalah poin penting yang harus menjadi bagian dari karakter anak. Orang lain akan menghargai bila kita dikenal sebagai pribadi yang bertanggung jawab. Tanggung jawab mustahil muncul dengan sendirinya tanpa latihan sejak kecil. Sikap mandiri dan bertanggung jawab dapat dimulai dari hal sederhana seperti mengajak si Kecil membereskan mainan yang telah digunakan. Upaya ini sekaligus membantu anak merasa kompeten dan bangga, bahwa ia bisa. Awalnya memang tidak mudah, tapi orangtua harus terus mengingatkan dan mengajarinya. Pembelajaran ini juga harus memasukkan konsep berbagi tanggung jawab yang membutuhkan sikap kooperatif. Berikan reward berupa pujian setelah ia selesai melakukan tugasnya.
Santun dan Menghormati aturan
Agar senantiasa bisa hidup berdampingan dengan orang lain yang sama-sama punya kepentingan, kita perlu bersikap santun dan mematuhi aturan. Hal ini penting dikenalkan pada si Kecil. Lingkungan juga memberikan pengaruh besar dalam bersikap santun menghormati aturan. Lingkungan yang baik akan mendukung dan sejalan dengan nilai-nilai yang ingin ditanamkan pada si Kecil. Jika anak sudah terbiasa dengan budaya antre, untuk memperkuat kepatuhan ini, dekatkan anak pada lingkungan yang mendukungnya. Tentu setiap penjelasan mesti dibarengi dengan contoh langsung dari orangtua. Dengan menghormati kepentingan orang lain dan patuh pada aturan, lama-kelamaan pada diri si Kecil akan tumbuh sikap jujur, adil, bisa dipercaya, pemaaf, malu jika melanggar aturan, dan berani mengakui kekurangan serta kesalahan.
Merdeka dalam berpikir dan mengambil keputusan
Perilaku baik tidak selayaknya dibangun di atas kepatuhan buta. Sebaliknya, setiap anak harus membangun karakter diri yang didasari perasaan dan pemikiran yang merdeka, serta kemandirian dalam mengambil keputusan. Si Kecil pun harus dilatih untuk percaya diri dalam mengambil keputusan dan memilih yang terbaik bagi dirinya dan orang-orang yang menyayanginya. Sikap asertif seperti ini akan sangat berguna untuk menangkis tekanan sebaya dan bullying yang mungkin akan dialami si Kecil di lingkungan sekolah. Kemandirian bersikap juga akan menjadi tameng bagi si Kecil kala menghadapi pengaruh buruk dari lingkungan.
PEMBELAJARAN MELALUI EKSPLORASI “IYA BOLEH”
Untuk membentuk kemandirian pada si Kecil, sebaiknya ajak ia bereksplorasi sedini mungkin. Namun, perlu dipahami, kemandirian pada usia batita adalah kemandirian sebatas kemampuannya. Menurut Erik Erikson, penemu teori perkembangan anak, pada usia batita si Kecil memasuki tahap perkembangan emosional yang disebut autonomy vs shame and doubt. Jika lingkungannya dirasa aman dan mendukung, si Kecil akan terdorong melakukan eksplorasi ke sana kemari. Dengan begitu, ia akan tumbuh sebagai anak yang mandiri (autonom). Sebaliknya, kalau lingkungan dirasa tak aman dan orang-orang terdekat tidak mendukung, semisal orangtua terus menggendongnya atau kerap berkata “jangan” untuk melarangnya, maka si Kecil akan tumbuh menjadi sosok yang pemalu dan ragu-ragu (shame and doubt).
Di usia batita, ada beberapa kemandirian yang sebaiknya sudah dicapai dengan mempertimbangkan tahapan perkembangannya. Antara lain, kemandirian untuk menentukan langkah dan mengeksplorasi lingkungan, baik di dalam atau luar ruang. Selain mengeksplorasi kemampuan bantu diri seperti mandi, menyikat gigi, memakai baju, dan makan sendiri, si Kecil pun membutuhkan kegiatan bermain di dalam dan di luar ruang. Bermain merupakan bentuk eksplorasi yang sangat penting. Lihatlah bagaimana keberanian dan kegembiraannya muncul begitu si Kecil dibolehkan main hujan-hujanan, main pasir, atau main lari-larian di taman. Melalui kegiatan bermain, si Kecil akan belajar banyak hal yang menyangkut keterampilan tangan dan kaki (motorik), bernalar (logika-matematika), pengenalan ruang dan bentuk (spasial), bahasa, dan sosial-emosi.
PERLINDUNGAN YANG MENDUKUNG
Untuk perlindungan eksplorasi si Kecil tentunya harus disiapkan kondisi fisik dan kesehatan yang mendukung. Tanpa kesehatan yang prima si Kecil sulit untuk bisa bereksplorasi dan berkembang secara optimal. Caranya, penuhi kebutuhan gizi seimbang si Kecil setiap hari. “Bila sampai terjadi kekurangan gizi, maka tumbuh kembang fisik dan mental anak secara keseluruhan akan bermasalah. Masalah ini akan berpengaruh terus seumur hidupnya. Karena itulah, dari kecil anak harus sehat,” tulis dr. Laksmi Suci Handini, SpA, dari RSHU Surabaya dalam makalahnya “Pengaruh Pola Makan Sehat Sejak Dini Terhadap Perkembangan Anak dan Pembentukan Karakter Positif Sejak Dini”.
Anak-anak yang kekurangan gizi, menurut Laksmi, akan mengalami gangguan pertumbuhan, gangguan kognisi, daya tahan tubuh tidak optimal, sering sakit, perkembangan otot yang kurang baik, kapasitas kerja yang kurang, dan perkembangan sosial terganggu.
PT Nestlé Indonesia Luncurkan Program Distribusi 5.000 Bangku Daur Ulang ke 500 Sekolah Dasar di Indonesia
Penulis | : | Dini Felicitas |
Editor | : | Dini Felicitas |
KOMENTAR