Nakita.id - Sebesar 10% ibu hamil punya kecenderungan untuk mengalami depresi.
Hal ini bisa disebabkan oleh beragam faktor, seperti memiliki kepribadian yang kurang matang, pernah mengalami infertilitas lalu tiba-tiba hamil setelah menunggu lama, atau yang berkali-kali mengalami keguguran.
Ragam faktor ini kemudian memunculkan ketakutan tersendiri bagi para calon ibu, karena rasa khawatir yang akan terjadi pada janinnya.
BACA JUGA: Dads, Menjalin Hubungan Baik dengan Anak Tak Terduga Manfaatnya
Namun, tak hanya ibu hamil saja, depresi juga dapat dialami oleh para Moms usai melahirkan.
Dan hal ini juga dapat memberikan dampak yang tentu tidak baik buat Si Kecil yang sudah terlahir ke dunia, sebagaimana dikutip dari Tablod Nakita edisi No. 939/TH. XVIII/29 Maret - 4 April 2017, yaitu sebagai berikut:
Area korteks otak anak mengalami penipisan
BACA JUGA: Usai Melahirkan Moms Perlu Waspada Hernia Umbilical, Kenali Cirinya!
Studi oleh University of Calgary, Kanada yang dimuat di jurnal Biological Psychiatry pada Desember 2015 memaparkan bahwa depresi yang dialami Moms akan memengaruhi struktur otak Si Kecil saat ia memasuki usia 2,5 tahun.
Para ahli memperlihatkan terjadinya penipisan pada area korteks, yaitu lapisan terluar dari otak.
Dan area ini berkaitan dengan kemampuan anak untuk berpikir kompleks dan juga aspek perilaku.
BACA JUGA: Yuk Moms, Kenali 6 Tahap Perkembangan Otak Anak Sesuai Umurnya
Dampaknya, anak dapat mengalami gangguan dalam belajar dan berperilaku saat berada di tahapan usia penting.
Rendahnya kemampuan komunikasi di usia 12 dan 24 bulan
Tetapi, hal ini tak banyak dipengaruhi oleh depresi yang dialami Moms pada kurun waktu 6 minggu pertama usai bersalin.
Studi dalam jurnal Infant Behavior & Development pada Oktober 2016, yang paling berpengaruh adalah gejala depresi yang diperlihatkan pada bulan ke-4 usai bersalin.
Pasalnya, gejala pada masa ini berkaitan dengan rendahnya kemampuan komunikasi anak di usia 12 dan 24 bulan.
Apalagi jika Moms memiliki level depresi yang sangat tinggi, kemampuan komunikasi yang buruk pada bayi bahkan sudah tampak sejak usia 12 bulan.
Rawan alami masalah sosial-emosional
Depresi yang dialami Moms selama beberapa tahun pertama kehidupan anak dapat berdampak terhadap kemampuan sosial-emosional Si Kecil.
Riset yang dimuat di Journal of the American Academy of Child and Adolescent Psychiatry di Januari 2017 memaparkan depresi yang dialami Moms dapat berdampak terhadap respons saraf empatik Si Kecil.
Hal ini menjadikan anak punya kecenderungan menarik diri dari pergaulan sosial.
BACA JUGA: Virus Dapat ‘Mampir’ ke Otak Anak, Kenali Tanda-Tanda Berikut Ini
Selain itu, anak juga punya kemampuan mengendalikan emosi yang buruk serta rasa empati yang rendah terhadap orang lain.
Cenderung alami gangguan perilaku saat remaja
Studi berjudul "Tracking Opportunities and Problems in Childhood and Adolescence" dalam Journal of Developmental and Adolescence Juni 2013 menemukan, Moms dengan gejala kecemasan dan depresi punya risiko tinggi memiliki anak dengan gangguan emosi dan perilaku di masa anak-anak.
Bahkan, anak-anak juga berisiko lebih tinggi untuk alami gejala depresi di masa remaja.
Dan kemungkinan gangguan perilaku ini cenderung sama, baik antara anak laki-laki dan perempuan.
Durasi menyusui lebih pendek
Studi jurnal Pediatrics pada April 2013 memaparkan, tingginya kecenderungan gangguan kecemasan dan depresi yang dialami ibu baru berkaitan dengan adanya gangguan saat menyusui.
Hal ini juga ditambahkan dengan durasi menyusui yang lebih pendek selama 6 bulan pertama usai melahirkan.
Para ahli menduga, gangguan menyusui ini dapat dipengaruhi oleh menurunnya hormon oksitosin ketika Moms sedang alami stres fisik dan mental.
BACA JUGA: Selalu Dihindari, Ternyata Ibu Hamil Boleh Saja Makan MSG Asal Tahu Fakta Ini!
Dan tentu saja, terjadinya gangguan menyusui dapat memengaruhi tumbuh kembang Si Kecil, mengingat ASI adalah sumber makanan utama bagi mereka.
Gangguan interaksi saat memberi makan Si Kecil
Depresi yang dialami Moms dapat diperlihatkan dengan cara berbeda-beda.
Sebagian mengekspresikannya dengan perilaku mengganggu atau kemarahan, dan sebagian lain bisa dengan kesedihan dan penarikan diri.
Jurnal Frontiers in Psychology, Agustus 2015, menuliskan bahwa Moms yang berperilaku mengganggu biasanya memperlakukan anaknya dengan kasar, berbicara dengan nada marah, dan suka ikut campur dalam aktivitas anaknya.
Sebaliknya, Moms yang cenderung menarik diri punya pola interaksi yang rendah, kondisi emosionalnya cenderung datar, tidak responsif, dan tidak mendukung aktivitas anak-anaknya.
Oleh karena itu, penting bagi Moms melakukan relaksasi dan menjalani terapi untuk mengatasi depresi yang diderita.
L'Oreal Bersama Perdoski dan Universitas Indonesia Berikan Pendanaan Penelitian dan Inovasi 'Hair & Skin Research Grant 2024'
Penulis | : | Amelia Puteri |
Editor | : | David Togatorop |
KOMENTAR