Nakita.id - Marah memang selalu dikaitakn dengan berbagai hal negatif.
Biasanya, seseorang merasa marah karena menyalurkan emosinya kepada orang lain atau hal lain di luar dirinya.
Lebih lagi, orang yang biasa marah akan menjadi orang yang tak disukai lingkunagn sekitar karena perilakunya tersebut.
Baca Juga : Kenali 4 Tanda Bayi Marah dan Respon yang Tepat, Moms Wajib Tahu
Tetapi, ternyata marah tak selalu memiliki efek negatif lho, Moms?
Penulis Charles Duhigg melalui situs The Atlantic menjelaskan bahwa marah bisa juga memberikan manfaat kesehatan.
Duhigg menghabiskan waktu setahun untuk mempelajari akar kemarahan umum warga Amerika, terutama pada iklim politik yang saat ini kerap berubah.
Menariknya, Duhigg menemukan bahwa dampak kemarahan tidak seburuk yang dibayangkan selama ini.
Baca Juga : Cara Seru Sharena Delon Membangun Kedekatan Emosional Bersama Ryshaka, Cocok Ditiru!
Kemarahan dicitrakan buruk karena sering dikaitkan dengan kekerasan, padahal keduanya tidak terkait secara langsung.
Nah, setidaknya ada empat dampak positif dari marah. Apa saja?
1. Marah membuat kita bicara lebih jelas
Banyak orang biasanya menyaring kata-kata yang akan dikomunikasikan dengan orang lain sehingga kata-kata tersebut tidak menyinggung.
Akibatnya, maksud yang ingin disampaikan menjadi tidak jelas.
Namun, marah membuat seseorang melupakan itu dan mengatakan apa yang dirasakan dengan jujur.
Baca Juga : Resmi Menikah Ketiga Kalinya, Begini Suasana Bulan Madu Daus Mini dan Shelvie
Hal itu dikatakan oleh Ken Yeager, PhD, LISW yang juga Clinical Director dari Stress, Trauma and Resilience program di Ohio State University Wexner Medical Center.
"Seringkali orang sibuk memikirkan bagaimana bicara sopan, namun pada proses tersebut mereka kehilangan arti sebenarnya yang ingin disampaikan," kata Yeager.
2. Marah membuat seseorang mampu bernegosiasi
Secara mengejutkan, komunikasi seseorang ketika sedang marah justru tidak selalu menghasilkan sesuatu yang buruk.
Baca Juga : Garis Tangan Dibaca, Dewi Perssik Dapat Peringatan dari Paranormal Soal Hal Ini!
Sebuah artikel Duhigg mengutip penemuan dari seorang profesor di Massachusetts at Amherst Psychology, James Averill.
Averill telah mempelajari kemarahan dan responsnya sejak akhir 1970an.
Ia melakukan survei untuk mencari tahu seberapa sering seseorang marah dan menanyakan pengalaman yang membuat mereka marah.
Averill mengungkapkan bahwa orang-orang yang marah cenderung bisa memecahkan masalah dengan baik.
Salah satu kasusnya adalah seorang remaja yang mendapatkan keleluasan jam malam lebih setelah marah pada orangtuanya.
"Pada kasus yang luas, kemarahan bisa membuat semua pihak menjadi mau mendengarkan, cenderung bicara jujur, serta lebih akomodatif terhadap komplain orang lain," tulis Duhigg.
Meski begitu, intensitas kemarahan penting pula untik diperhatikan.
Baca Juga : Beruntung Dads! Miliki Istri Cerewet Ternyata Bisa Bikin Lebih Sehat
Awal tahun ini, para peneliti dari Rice University menemukan bahwa orang-orang yang marah dengan intensitas moderat lebih mampu menegosiasikan keinginannya daripada mereka yang sangat marah atau hanya sedikit marah.
Para peneliti meyakini bahwa orang-orang yang marah dengan intensitas moderat lebih dipandang sebagai figur yang kuat.
Sedangkan orang-orang yang mengekspresikan kemarahannya secara ekstrim dipandang tidak pantas.
Baca Juga : Ternyata Belanja Bisa Tingkatkan Kemampuan Otak. Shopping Lagi Yuk!
3. Kemarahan memunculkan motivasi
Kemarahan bisa membuat seseorang termotivasi, baik memulai proyek baru atau membuat perubahan karena perasaan tersebut bak bahan bakar untuk motivasi.
Duhigg memandang fenomena ini pada politik Amerika.
Ia percaya bahwa politisi sukses akan menang karena mereka memanfaatkan kemarahan orang lain dan menginspirasi mereka untuk memberikan suaranya.
Baca Juga : Vicky Prasetyo Marah Besar, Adiknya Dibacok Orang Tak Dikenal, Begini Kondisinya
Menurut laporan Duhigg, itulah mengapa Averill tidak pernah mengabaikan posisi Presiden Donald Trump sebagai kandidat yang tidak terlalu disukai.
Tidak ada yang membantah bahwa hasil pada Pemilihan Presiden Amerika Serikat 2016 menyebabkan kemarahan.
Sesaat setelah pelantikan Trump, kemarahan Amerika membuat orang-orang protes dan turun ke jalan.
Di seluruh dunia, lebih dari lima juta orang juga melancarkan protes untuk mengadvokasi hak perempuan pada Januari 2017.
Baca Juga : Tidak Marah juga Kesal, Sule Minta Maaf Saat Tahu Foto Lina dengan Lelaki Lain!
Tapi tidak semua stimulasi kemarahan harus bersifat besar.
Menurut Yeager, kemarahan bisa saja sekadar memicu kreativitas di tempat kerja dan membuat kita mampu membangun inisiatif atau kampanye tertentu.
"Jika kamu membiarkan kemarahanmu lepas, kamu memahami bahwa akan ada kemungkinan perubahan," kata Yeager.
"Banyak orang terjebak pada hal-hal yang biasa mereka lakukan. Seringkali tak ada kreativitas yang muncul pada kondisi tersebut."
4. Kemarahan bersifat melegakan
Pikirkan lah kapan terakhir kali kamu mengatakan dengan jujur kepada seseorang apa yang benar-benar kamu pikirkan.
Hal itu terasa melegakan, bukan?
Averill menemukan bahwa orang-orang merasa lebih bahagia, optimis dan lega setelah lepas dalam sebuag argumen.
Baca Juga : Bergelimang Harta, Begini Cara Syahrini Meredam Amarahnya, Berkelas!
Meskipun kita kerap mengaitkan agresi dengan kemarahan, dua hal tersebut sebetulnya tidak seterkait seperti apa yang kita pikirkan.
Dacher Keltner, director of The Berkeley Social Interaction Lab mengatakan kepada The Atlantic bahwa faktanya, otak kita mengalami kemarahan dalam konteks positif.
"Ketika kita melihat otak dari orang-orang yang mengekspresikan kemarahannya, tampak otak tersebut sama seperti mereka yang mengalami kebahagiaan," kata Keltner.
Sebab, saat marah kita biasanya merasa memegang kontrol atau seperti mendapatkan kekuatan atas sesuatu.
Baca Juga : Paling Tak Bisa Menahan Amarah, 3 Zodiak Ini Sering Ditinggal Pasangan
Namun, sebelum melepaskan kemarahan pada kerabat sekitar, ingatlah bahwa intensitas marah yang baik adalah intensitas moderat.
Seseorang sudah melebihi batas jika kemarahan adalah hal utama yang kamu pikirkan.
Kemarahan yang memicu serangan pribadi, penghinaan, dan komentar merendahkan justru merupakan sesuatu yang destruktif.
"Itulah titik dimana kemarahanmu bisa berujung pada kekerasan," kata Yeager.
Yeager menambahkan, adu argumentasi adalah sesuatu yang sehat dan tak masalah jika kita sedikit "panas".
Manfaatkanlah perasaan itu untuk bisa menyelesaikan sesuatu dan kamu akan menjadi pribadi yang lebih baik dalam menghadapi rasa marah.
(Artikel ini pernah tayang di Kompas.com dengan judul Marah Tak Selalu Negatif, Ini 4 Manfaat Positifnya)
L'Oreal Bersama Perdoski dan Universitas Indonesia Berikan Pendanaan Penelitian dan Inovasi 'Hair & Skin Research Grant 2024'
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR