Nakita.id - Kasus dugaan pengeroyokan siswi SMP bernama Audrey oleh 12 siswi SMA masih dalam proses penyidikan.
Terlepas dari ramai pemberitaan, ada sejumlah pihak yang masih mengusahakan kasus ini berakhir damai.
Salah satunya adalah Pakar Hukum dan Peradilan Anak, Dr. Ahmad Sofian.
Baca Juga : Berikan yang Terbaik, Bahan Alami Harus Jadi Pilihan Utama Agar Bayi Terlindungi
Pernyataan Ahmad Sofyan ini disampaikan saat dirinya diundang dalam pelaksanaan rapat koordinasi lintas sektoral dalam penanganan kasus pengeroyokan siswi SMP di Kota Pontianak.
Simak penuturan, Ahmad Sofian terkait kasus yang menghebohkan khalayak ramai akhir-akhir ini:
"Undang-undang yang dapat dipakai dalam menyelesaikan kasus ini adalah UU 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Kemudian UU 35 tahun 2014 revisi atas UU Perlindungan Anak.
Baca Juga : Ini Tanda Anak Cerdas Usia 0-10 Tahun, Moms Wajib Tahu!
Ketiga adalah UU nomor 11 tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan bisa juga dipakai UU nomor 6 tahun 2014 tentang Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.
Nah, dari empat UU itu, sebetulnya menghendaki ketika terjadi konflik antara anak dengan anak maka yang perlu dilakukan adalah mendamaikan kedua belah pihak, keluarga dan masyarakat agar konflik yang ada tidak dibawa kepengadilan itulah yang disebut diversi.
Diversi itu, ruhnya mendamaikan situasi konflik sosial yang terjadi antar-anak dengan anak.
Baca Juga : Bolehkah Ibu Menyusui Puasa? Ini Hal-hal yang Harus Moms Perhatikan
Akibat apa? Akibat dari salah menggunakan media sosial itu tadi. Terlalu euforia, terlalu berlebihan menggunakan statement sehingga menimbulkan ketersinggungan.
Itu adalah kenakalan yang melampau batas atau melampaui norma sehingga mereka bertengkar dan ingin ketemu di dunia nyata menyelesaikannya. Sehingga terjadi kontak fisik antar pihak.
Kenapa mereka disebut anak berhadapan dengan hukum, karena adanya kontak fisik ada hukum yang ditabrak.
Baca Juga : Jelang Pernikahan, Siti Badriah Dikecam Warganet Karena Pajang Foto Mandi
Maka berdasarkan empat UU yang telah disebutkan di atas harus ada upaya mendamaikan dalam menyelesaikannya, tidak perlu dibawa dalam sistem peradilan.
Sebetulnya sistem peradilan pidana anak itu, untuk kejahatan yang melampaui batas dari yang dilakukan oleh seorang anak.
Misalnya membunuh, menganiaya menyebabkan korban terjadi pendarahan, menyebabkan korbannya lumpuh, menyebabkan korbannya cacat, pencurian yang berulang-ulang.
Jadi sifat agresif anak-anak itu yang tidak bisa lagi disembuhkan itulah yang dibawa kepengadilan.
Atau pun anak itu merupakan residivis dan ancaman hukumannya sama dengan ancaman hukuman orang dewasa dan dianggap berbahaya kalau tidak dibina di lembaga pemasyarakatan.
Kejadian ini adalah lumrah, tidak hanya terjadi di Pontianak. Kemudian yang membuat heboh adalah bukan anak-anak ini tapi orang dewasa yang berada di luar lingkaran dan jangkauan anak ini.
Baca Juga : Dengan Ekspresi Datar, Reino Barack Puji Masakan Syahrini, Warganet: 'Baper Nasional'
Banyak fakta-fakta tidak benar diplintir, seolah-oleh benar. Misalnya adanya serangan pada bagian vital korban atau alat kelamin tapi bukti visum yang dilakukan dokter tidak ada.
Kemudian media sosial tidak mempunyai kode etik memberitakan pemberitaan yang ramah anak, tidak seperti media massa yang mempunyai kode etik dan menggali informasi dari berbagai pihak.
Namun, disayangkan publik saat ini lebih percaya apa yang dituliskan oleh oknum di media sosial dibandingkan oleh media massa. Sehingga terjadi kegaduhan tentang kasus ini.
Baca Juga : Reino Barack Digandrungi Banyak Wanita, Begini Ekspresi Syahrini Lihat Suaminya Dicium Penggemar
Saya melihat ke dalam tentang kasus ini, sebetulnya tidak ada yang mengkhawatirkan, tapi akibat isu di media sosial yang tidak benar sehingga mengundang perhatian publik ini.
Memang harus didamaikan, tahap pertama di tingkat kepolisian gagal, maka harus dilakukan ditingkat kejaksaan, dan seterusnya.
Tidak ada batasan melakukan diversi atau mendamaikan kedua belah pihak.
Sekali gagal, dua kali, gagal lagi, lakukan lagi. Bahkan Wali Kota ikut mendamaikan ini.
Baca Juga : Baru 7 Hari Menikah, Pria Ini Ceraikan Istrinya Karena Hal Mengejutkan Ini?
Nah saat ini, kasian kan baik ABH maupun korban sama-sama dibuli oleh netizen. Maka kasus anak ini harus diversi.
Sebab kalau diselesaikan di ranah pengadilan akan menimbulkan dendam dari anak itu sendiri tapi kalau diversi maka akan terasa kekeluargaannya dan saling merangkul.
Dengan catatan, kalau ada luka, ada kerugian dan barang hilang ABH harus mengganti itu. Kalau memang salah anaknya maka minta.
Baca Juga : Kawal Kasus Audrey, Hotman Paris Tanggapi Hasil Visum yang Sebut Tak Ada Indikasi Kekerasan
Diversi tentunya tidak menghilangkan kesalahan ABH, kalau mereka salah maka harus meminta maaf dan mengakui kesalahannya."
(Artikel ini sudah tayang di Tribun Pontianak dengan judul: Babak Baru Kasus Audrey, 4 UU Ini 'Paksa' Penyelesaian Kasus Audrey Berakhir Diversi Alias Damai)
Source | : | Tribun Pontianak |
Penulis | : | Diah Puspita Ningrum |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR