Nakita.id - Wabah virus Corona masih menjadi sorotan hingga saat ini.
Di Indonesia sendiri, angka kasus positif COVID-19 sudah mencapai lebih dari 1.000 orang.
Nahasnya, angka kematian akibat virus ini lebih besar ketimbang kasus sembuhnya.
Akibat pandemi virus corona (COVID-19), kini banyak pihak meramalkan tentang masa depan Indonesia.
Misalnya saja peramal Wirang Birawa yang menyebut mengenai akhir dari virus corona pada April 2020.
"April mulai terlihat tanda-tanda COVID-19 akan berakhir di negri ini, pertengahan tahun semuanya akan kembali normal, nanti ada akan ada seorang wanita jenius penemu vaksin untuk virus ini 'FIRASAT'," kata di akun Instagram-nya, Minggu (15/03).
Melansir Kompas pada Selasa (24/03), Pusat Permodelan Matematika dan Simulasi (P2MS) di Institut Teknologi Bandung (ITB) telah melakukan simulasi dan permodelan sederhana dalam prediksi penyebaran COVID-19 di Indonesia.
Melalui penelitian tersebut, Indonesia diprediksi akan mengalami puncak jumlah kasus COVID-19 pada akhir Maret hingga pertengahan April 2020.
Pendemi Corona ini diperkirakan akan berakhir pada saat kasus harian terbesar berada di angka sekitar 600 persen.
Lonjakan kasus ini diprediksi akan terjadi pada bulan April.
“Perlu dicatat, ini hasil pemodelan dengan satu model yang cukup sederhana, tidak mengikutkan faktor-faktor kompleksitasnya tinggi, “ ujar tim peneliti Nuning Nuraini dalam keterangan tertulis, Kamis (19/03).
Melansir Tribunnewsbogor, Nuning menjelaskan bahwa penelitian ini dilatarbelakangi kasus COVID-19 di Indonesia yang menjadi bagian pendemi global.
"Dalam penelitian ini, kami berusaha menjawab pertanyaan mendasar tentang epidemi yang sedang terjadi saat ini di Indonesia melalui suatu model matematika sederhana," kata Nuning.
Pada penelitian ini, peneliti membangun model representasi jumlah kasus COVID-19 dengan menggunakan model Richard’s Curve.
Model tersebut terbukti berhasil memprediksi awal, akhir, serta puncak endemi SARS di Hong Kong pada 2003 silam.
Setelah menentukan model penelitian, tim akhirnya menguji berbagai data kasus COVID-19 terlapor dari berbagai macam negara.
Seperti China, Iran, Italia, Korea Selatan, dan Amerika Serikat, termasuk data akumulatif seluruh dunia.
Secara matematik, model Richard’s Curve Korea Selatan paling cocok sebab kondisinya yang sesuai dengan Indonesia.
Kesesuaian ini diambil saat Indonesia memiliki 96 kasus positif corona.
"Bisa dikatakan, jika kita punya penanganan yang mungkin sama, sesuai dengan publikasi yang ada dengan Korea Selatan, tanpa memasukkan faktor kompleksitas lainnya seperti temperatur lingkungan, kelembaban dan lainnya, seharusnya kita bisa mendapat kesimpulan yang sama persis dengan apa yang ditulis pada publikasi kami,“ kata dia.
Namun hal ini bukan lah perkara mudah, sebab Korea Selatan menjadi salah satu negara paling baik dalam penanganan COVID-19.
"Ini waktu terus berjalan, tentu sulit untuk bisa persis seperti mereka. Tapi setidaknya, dari tulisan ini kita bisa mengetahui bahwa Indonesia perlu melakukan sesuatu untuk tetap berada dalam tren yang baik,“ ujar Nuning.
Selain itu ini perlu dilakukan pencegahan agar penyebaran COVID-19 tidak semakin meluas.
Sebab, tingkat penyebaran yang tinggi akan memberatkan rumah sakit, tenaga medis, serta fasilitas yang disediakan menjadi tidak cukup untuk melakukan penampungan.
Masalah ini dapat diatasi dengan memotong rantai penularan yang dapat dilakukan dengan pembatasan kontak fisik dan menjaga pola hidup sehat.
Yakni dengan mencuci tangan, menghindari menyentuh area wajah dengan tangan yang kotor, menjaga kebersihan lingkungan, dan jaga jarak atau social distancing.
(Artikel ini sudah tayang di Nova.id dengan judul: Senada dengan Wirang Birawa, Peneliti ITB Juga Sebut Virus Corona akan Berakhir di Bulan April Jika Warga Indonesia Bisa Terapkan 1 Syarat Ini)
National Geographic Indonesia: Dua Dekade Kisah Pelestarian Alam dan Budaya Nusantara
Source | : | Nova.id |
Penulis | : | Diah Puspita Ningrum |
Editor | : | Diah Puspita Ningrum |
KOMENTAR