Ini berdasarkan beberapa penelitian terkait tembaga sebagai anti-microbial agent.
Penelitian tersebut di antaranya menunjukkan bahwa tembaga telah dikenal sebagai anti-microbial agent (agen anti mikroba) sejak zaman Mesir dan Yunani kuno, seperti untuk perawatan luka dan sterilisasi air.
Selain itu, ditemukan terjadinya perusakan bakteri maupun virus akibat kontak dengan tembaga (contact killer), meski berbeda-beda tergantung jenis mikroorganisme.
Secara umum, mekanisme perusakan terjadi dengan ion-ion tembaga yang mudah terlepas setelah bakteri atau virus menempel pada lapisan tembaga.
Hal ini mengakibatkan kerusakan pada dinding sel dan degradasi DNA atau RNA, sehingga mikroba tidak mampu reproduksi yang berujung pada kematian sel tersebut.
Terkait SARS-CoV-2 atau virus corona penyebab Covid-19, penelitian terbaru menunjukkan bahwa virus corona hanya mampu bertahan selama 4 jam di permukaan tembaga.
Ini jauh lebih cepat ketimbang pada permukaan kardus yang 24 jam, stainless steel 48 jam, dan plastik 72 jam.
"Hal ini menunjukkan bahwa efek contact killer tembaga masih cukup signifikan untuk virus SARS-CoV-2.
Tapi tentu saja harus memodifikasi tekniknya untuk bisa diaplikasikan ke benda-benda yang kontak langsung dengan manusia, contohnya masker," ujar Deni dalam webinar Riset Kimia dan Fisika LIPI Antisipasi Covid-19, Kamis (4/6/2020).
L'Oreal Bersama Perdoski dan Universitas Indonesia Berikan Pendanaan Penelitian dan Inovasi 'Hair & Skin Research Grant 2024'
Source | : | GridHITS |
Penulis | : | Cecilia Ardisty |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR