Seringkali, saat datang di IGD, kurang dari setengah pasien diskrining dan didiagnosis menggunakan Mteode Penilaian Kebingungan. Alat ini dikembangkan oleh Vanderbilt's Ely dan Sharon Inouye dari Harvard Medical School, yang juga menjadi salah satu penulis studi ini.
Ely mengungkapkan apabila lebih banyak pasien yang didiagnosis dengan beberapa versi alat deteksi delirium, mungkin akan lebih banyak kasus Covid-19 yang dapat terdeteksi.
"Jika Anda tidak menggunakan alat delirium, Anda kehilangan sekitar 75 persen dari (pasien Covid-19 dengan gejala) delirium. Tidak diragukan lagi bahwa angka yang mereka berikan lebih rendah dari angka delirium yang sebenarnya. Ini akan lebih besar dari itu," kata Ely.
Kendati demikian, para peneliti mengakui keterbatasan tersebut, sebab sebagian besar IGD rumah sakit tidak secara rutin menyaring pasien dengan delirium sebagai gejala baru Covid-19.
Penulis studi berharap studi delirium gejala Covid-19 ini dapat membantu tanda mengigau yang ditemukan pada pasien Covid-19 dapat diketahui dan diobati lebih awal.
"Menambahkan delirium sebagai gejala umum Covid-19 akan mencegah kasus-kasus penting terlewatkan dan memungkinkan identifikasi dan manajemen lebih awal dari pasien yang rentan berisiko tinggi untuk hasil yang buruk," tulis peneliti.
Dengan begitu tetaplah ingat pesan ibu untuk selalu menerapkan 3M yaitu memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mengenal Delirium, Gejala Baru yang Dialami Pasien Covid-19"
#NakitaCovid-19
For the Greater Good, For Life: Komitmen ParagonCorp Berikan Dampak Bermakna, Demi Masa Depan yang Lebih Baik Bagi Generasi Mendatang
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Gabriela Stefani |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR