Nakita.id - Mengikutkan si balita lomba adalah keputusan tepat.
Kenapa? Ada beberapa manfaat yang bisa dipetik anak saat ikut lomba:
1. Memiliki konsep diri positif
Anak jadi terlatih mengukur kemampuan dirinya sendiri, alias memiliki konsep diri positif.
BACA JUGA: Romantisnya Taeyang Bigbang Ajak Sang Istri Menari di Pernikahan
Ia tahu persis apa keunggulannya dan apa pula kekurangnnya.
Setiap kali mengikuti aktivitas tertentu, ia selalu akan memperhitungkannya dengan matang.
2. Berpotensi maju
Anak yang berani ikut kompetisi alias lomba, secara tidak langsung akan terus memacu potensinya agar semakin maju.
Anak akan belajar dari pengalaman orang lain bagaimana tampil mengejar kemenangan sekaligus meninggalkan berbagai kekurangan.
Ia terus terpacu untuk bekerja keras dan melakukan berbagai persiapan secara matang. Ini jelas sangat berguna ketika anak dewasa kelak. Baik saat sekolah maupun saat bekerja di luar rumah.
BACA JUGA: Selain Membuat Berat Badan Naik, Ini Bahaya Jika Moms Kurang Tidur
Tapi bagaimana jika si balita kita menolak ikut lomba?
Jangan dulu kita menilainya sebagai pengecut. Memang, tidak semua anak antusias mengikuti lomba yang banyak digelar di berbagai perayaan dan wisata liburan.
"Sangat mungkin Si Kecil memiliki alasan kuat sehingga enggan berkompetisi," ujar Rahmitha P. Soendjojo, Psi., yang dulu menempuh studinya di Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran. Menurut Mitha, sapaan akrabnya, alasan itu biasanya muncul dari penyebab berikut:
Merasa asing dengan lingkungannya
Saat mengikuti lomba agustusan di tempat tinggalnya yang baru, contohnya, anak tentu akan canggung kala harus bertemu dengan orang-orang yang sama sekali tidak dikenalnya.
Kalupun sudah lama berdomisili di situ, belum tentu ia cukup akrab dengan anak-anak di lingkungan sekitarnya, karena lebih banyak menghabiskan waktunya untuk sekolah dan mengikuti berbagai kegiatan.
Dalam hal ini orang tua tak boleh memaksanya ikut lomba.
Merasa tidak mampu
Setiap anak memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Tidak ada seorang anak pun yang menguasai semua jenis lomba. Kalau anak jijik atau takut pada belut, jangan pernah memaksanya ikut lomba memasukkan belut ke dalam botol. Justru jika dipaksa akan muncul dampak negatif, semisal anak jadi trauma.
BACA JUGA: Bahan Alami yang Dapat Memutihkan Kulit, Tanpa Efek Samping, Buktikan
Bisa dibayangkan si prasekolah yang benar-benar tidak bisa menguasai kemampuan tersebut disuruh berkompetisi dengan anak-anak yang sudah mahir. Dampak negatifnya akan kian parah jika ternyata penonton dan teman-temannya menertawakan. Yang lebih parah, lomba apa pun akan dirasakan sebagai siksaan.
Sebelumnya selalu gagal
Perhatikan, apakah anak pernah gagal atau tidak pernah sama sekali menjuarai lomba apa pun sebelumnya.
Boleh jadi saat mengikuti lomba anak begitu berharap bisa tampil sebagai pemenang. Namun apa mau dikata, harapan tersebut harus terkikis saat dirinya tersisih. Akibatnya, setiap kali ada perlombaan, anak merasa minder. "Ah, buat apa aku ikut lomba kalau kalah melulu," begitu yang terpikir di benak anak.
BACA JUGA: Moms Lahir Maret Memiliki Kepribadian Unik, Penasaran? Ini Ulasannya
Terlebih jika orang tua memberikan respons negatif. "Yah, kok begitu aja kok enggak bisa?", "Mama enggak percaya kamu bisa kalah sama orang lain," atau "Malu dong kalau kalah." Respons tersebut secara tidak langsung akan membuat rasa percaya diri anak menurun drastis.
Anak merasa dirinya tidak kompeten mengikuti sebuah lomba. "Aku ternyata enggak bisa sebaik teman-temanku ya." Lain kali jangan heran kalau anak akan menolak diajak berlomba. "Enggak mau ah. Paling-paling nanti aku diledekin lagi."
APA YANG HARUS DILAKUKAN?
Nah, untuk anak seperti ini, mau tidak mau orang tua harus memulihkan rasa percaya dirinya.
Jelaskan, anak memiliki kelebihan yang tidak dimiliki orang lain. Bahwa ia telah berusaha sekuat tenaga tetapi kalah juga, mungkin hanya karena keberuntungan yang belum berpihak padanya.
Mintalah anak untuk menjadikan kegagalan tersebut sebagai cambuk bagi kesuksesannya di masa datang.
Tidak ada salahnya juga jika orang tua melakukan evaluasi terhadap kegagalan.
Saat anak ikut lomba balap karung, contohnya, sarankan agar lain kali anak belajar bagaimana caranya supaya bisa lebih cepat mencapai garis finish.
Kalau perlu, tanyakan pada orang yang lebih berpengalaman, hingga anak tahu cara menyiasatinya.
BACA JUGA: Si Kecil Punya Tokoh Hero? Waspada, Ada Peluang Dia Berbuat Konyol
Pastinya, hindari kecenderungan untuk mengedepankan kekurangan diri si anak sebagai penyebab kekalahan.
Kalah dalam lomba lari karena badannya gendut, atau tidak menang dalam lomba tarik suara karena hidungnya pesek, dan sebagainya.
Cara tersebut justru akan mem-buat anak tidak pernah menggali kelebihan yang dimilikinya, melainkan malah terus-menerus mengutuki kelemahan dirinya.
Itulah mengapa, cari alasan logis sebagai penyebab kegagalan tersebut. Contohnya, "Tahu enggak, kamu kalah bukan karena kamu gendut tapi karena kurang persiapan. Coba kalau sebelumnya kamu latihan dulu, Papa yakin kamu pasti bisa menang."
Jangan lupa juga, minta ia melakukan persiapan keterampilan.
Sebelum ikut kontes me-nyanyi, contohnya, jauh-jauh hari lakukan persiapan vokal dengan baik.
Bila perlu, intensitas latihan bisa ditingkatkan menjelang perlombaan. Artinya, keseriusan persiapan ini juga mesti disesuaikan dengan ajang lomba yang diikuti.
Persiapkan juga fisiknya agar prima. Soalnya, hampir semua bidang lomba, menuntut kondisi fisik yang prima.
Tidak kalah penting, persiapkan mentalnya. Apalagi banyak kegagalan terjadi bukan karena persiapan yang tidak matang dan keterampilan yang minim tetapi karena persiapan mental yang kurang.
Bisa dibayangkan, seorang anak yang terampil menari dan rajin latihan secara rutin mendadak terlihat amat canggung ketika tampil di atas panggung karena grogi.
Sebaiknya tidak terlalu membesar-besarkan kesalahan anak saat mengikuti lomba.
BACA JUGA: Miliki 9 Kepribadian, Perempuan Ini Jadi Pasien Kepribadian Ganda Pertama di Indonesia
Ketika anak salah menyanyikan bait sebuah lagu, misalnya, orang tua hendaknya tidak terlalu berfokus kepada kesalahan itu saja.
Kesalahan memang mesti diperbaiki, tapi orang tua hendaknya menghargai usaha dan prestasi yang telah diraih si kecil.
Dengan demikian, motivasinya untuk mengikuti lomba dan memperbaiki kekurangannya tetap tinggi.
Ada hal yang harus orangtua ingat dan catat baik-baik, Menurut Mitha, jika anak di usia balita ini kerap enggan ikut lomba atau berkompetisi, dampak negatifbta adalah:
Anak menjadi tidak tahu makna berkompetisi
Kompetisi lazim ada di mana pun dan dalam kondisi apa pun karena kehidupan di dunia memang tak bisa dilepaskan dari kompetisi.
Jika anak selalu takut berkompetisi, maka anak tidak akan mengenal apa itu kompetisi.
Anak tidak mengenal arti menang dan kalah.
Dalam hal ini ada dua kemungkinan: anak ingin selalu menang atau sebaliknya selalu mengalah di setiap kesempatan.
BACA JUGA: Daffa, Bayi Prematur yang Viral itu Perjuangannya Telah Berakhir
Nah, untuk yang pertama, anak bisa berkembang menjadi pribadi yang egois karena inginnya menang melulu dan tak pernah mau mengalah. Ia juga tidak akan bersedia mengakui kelebihan orang lain.
Sedangkan jika kemungkinan kedua yang terjadi, anak akan memiliki kepercayaan diri yang rendah.
Si anak tidak mau bergaul dengan orang lain dan cenderung menyendiri. Akibat lebih jauh, kekuatan dan kelebihan yang dimiliki anak jadi tidak berkembang.
Anak Tidak memiliki motivasi bersaing
Anak yang enggan berkompetisi, motivasi berprestasinya lemah. Ia tidak terpacu untuk memperbaiki diri dan bersaing dengan teman-temannya.
Akibatnya, kreativitas dan produktivitasnya pun akan merosot.
Anak akan tumbuh sebagai pribadi inferior alias rendah diri, menarik diri, dan emoh berkompetisi baik di rumah, sekolah, dan lingkungan tempat tinggal.
Anak tidak punya inisiatif
Dampak yang lebih ekstrem, anak jadi tak punya inisiatif.
Ia hanya mau bergerak kalau ada yang memerintah. Ibarat robot, ia tidak bisa bergerak sendiri tanpa arahan orang lain.
Tentu hal ini tidak baik bagi perkembangannya kelak karena ia selalu bergantung pada orang lain.
Rasa percaya dirinya rendah karena konsep dirinya negatif. Ia merasa anak lainlah yang lebih mampu, sementara dirinya tidak bisa berbuat apa-apa.
Dampak jangka panjang, ia bakal sulit mengarungi kehidupan yang sarat kompetisi ini.
BACA JUGA: Pada Usia ini Janin di Dalam Kandungan Sudah Bisa Mendengar Suara Ibu
Di dunia kerja, kariernya akan selalu mentok dan tidak berkembang.
Akhirnya, ia cenderung gampang menyerah dan mengalah karena takut bersaing.
Tak heran kalau usahanya tidak akan berkembang sepesat orang lain.
Jadi Moms, yuk mulai ajak anak untuk ikut aneka lomba.
National Geographic Indonesia: Dua Dekade Kisah Pelestarian Alam dan Budaya Nusantara
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
KOMENTAR