Nakita.id - Uang belanja bulanan merupakan hal penting yang harus dibicarakan oleh pasangan suami-istri.
Pasalnya, ketika berumah tangga, Moms dan Dads harus berpikir keras bagaimana mengelola pendapatan agar bisa memenuhi semua kebutuhan.
Moms dan Dads juga harus menentukan siapa yang akan mengatur pemasukan dan pengeluaran keuangan di dalam rumah tangga.
Umumnya, pihak istri lah yang bertugas untuk mengatur keuangan rumah tangga, dan Dads mencari nafkah.
Namun, banyak juga suami yang juga turun tangan mengurus keuangan rumah tangganya.
Bahkan, ada suami yang memilih menjatah uang belanja pada istrinya setiap bulannya.
Masalahnya, ketika uang belanja dijatah suami, maka kebanyakan Dads tidak akan mau tahu kurang atau lebihnya uang yang diberikan pada sang istri.
Hal itulah yang membuat banyak istri merasa tertekan karena harus putar otak bagaimana mencukupi kebutuhan sebulan dengan uang belanja yang dijatah suami tersebut.
Menurut Roslina Verauli, M.Psi., Psi., Psikolog Klinis Anak, Remaja, dan Keluarga, suami yang sering kali menjatah uang belanja dan tidak mau tahu apakah uang tersebut kurang atau tidak, tanpa disadari sudah melakukan kekerasan di dalam rumah tangga.
"Punya pasangan yang menjadikan uang sebagai sumber power dalam pernikahan, uang bulanan dijatah, bahkan istrinya tidak tahu jumlah pendapatan suaminya berapa, istrinya dibikin tertekan, ini sebenarnya sudah masuk ke dalam ranah kekerasan di dalam rumah tangga," kata Vera dalam wawancara eksklusif bersama Nakita.id, Selasa (5/10/2021).
Apabila terus-terusan merasa tertekan dan Moms tidak berani mengomunikasikannya dengan Dads, maka bisa membahayakan kesehatan mental.
Maka dari itu, menurut Vera, kebanyakan pasangan suami-istri butuh untuk membicarakan soal keuangan agar memiliki kesesuaian.
Namun faktanya, kebanyakan pasangan suami-istri yang masih enggan membahas soal keuangan bersama, sehingga tidak tahu sebenarnya siapa yang paling andal mengatur keuangan di dalam rumah tangga.
Akhirnya, kebanyakan istri menerima saja apabila uang belanja dijatah suami, meskipun ia sering kali merasa harus tertekan.
Bahkan, banyak juga suami yang membuat istrinya benar-benar tidak berdaya dan membatasi kegiatan ekonominya.
Istri seolah tidak boleh berpenghasilan, seperti bekerja atau berdagang, karena sang suami menilai uang belanja yang ia berikan sudah cukup memenuhi kebutuhan keluarga.
Para suami juga kerap kali tidak melibatkan istri dalam mengatur keuangan rumah tangganya.
Menurut Vera, hal tersebut sangatlah disayangkan, karena ketika suami sudah tidak berdaya atau meninggal, maka istri sama sekali tidak mengerti terkait keuangan rumah tangganya selama ini.
"Akan tetapi, di sisi lain, istri tidak diberikan akses ke keuangan bersama, sehingga betul-betul power-nya terletak pada suami. Suami lupa suatu ketika ia kolaps karena sakit, atau meninggal dunia, karena kecelakaan. Lantas apa yang akan terjadi pada istri, dan anak-anak di rumah ketika istri tidak memiliki akses untuk paham keuangan suaminya, akses ke sumber keuangan keluarga, bahkan tidak pernah dilibatkan untuk mengolah keuangan bersama, istrinya jadi tidak paham," jelas Vera.
Sedangkan, menurut Nerissa Wijaya, S.Psi., M.Psi., Psikolog Klinis Anak dan Keluarga Karunya Family Care Center Surabaya, Jawa Timur, uang belanja dijatah suami bukan hanya bisa mendatangkan masalah psikologis pada sang istri.
Secara tidak sadar, Dads pun akan mengalami masalah psikologis tersebut.
"Kita perlu melihat apakah menjatah itu sama dengan budgeting? Karena, bisa jadi suami sudah menilai menjatah itu sama dengan memberi budgeting. Sementara, bagi istri, budgeting itu sesuatu hal yang kayak membatasi ruang geraknya," ujar Nerissa.
"Pandangan terkait budgeting ini harus dibahas secara bersama antara pasangan suami-istri tersebut. Ketika tidak cukup, lalu istri pusing sendiri, maka itu akan berpengaruh terhadap psikologinya, tapi secara tidak langsung juga akan mempengaruhi psikologi suami," pungkasnya saat dihubungi Nakita.id, Rabu (6/10/2021).
For the Greater Good, For Life: Komitmen ParagonCorp Berikan Dampak Bermakna, Demi Masa Depan yang Lebih Baik Bagi Generasi Mendatang
Penulis | : | Shinta Dwi Ayu |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR