Nakita.id - Kemarin WhatsApp, sekaran Kominfo blokir Zoom Meeting 2 hari lagi.
Hal ini tentunya jadi kabar buruk bagi semuanya, khususnya para pekerja yang saat ini sedang menjalankan WFH atau Work From Home.
Seperti diketahui, Zoom meeting merupakan salah satu aplikasi penghubung para pekerja ketika mengadakan meeting secara online.
Pasalnya, Zoom meeting ini bisa menampung banyak orang, jadi layaknya melakukan rapat di kantor, tapi bedanya ini hanya di rumah saja.
Aplikasi ini sebenarnya sudah lama ada, tapi baru terkenal sejak pandemi Covid-19.
Maraknya program WFH dari berbagai perusahaan membuat aplikasi ini jadi naik daun.
Sayangnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kominfo) malah akan melakukan pemblokiran pada aplikasi Zoom meeting.
Bukan tanpa alasan, Zoom meeting belum terdaftar sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) di Indonesia.
Tak cuma aplikasi Zoom meeting saja yang kena imbasnya, Google, Facebook, Netflix, WhatsApp, Instagram, Telegram, Twitter, dan YouTube juga terancam diblokir.
Jika platform digital ini tidak segera didaftar, dampaknya akan sangat luar biasa karena imbasnya pengguna di Indonesia bakal tidak bisa lagi menggunakannya.
Kominfo dalam pernyataannya menegaskan, pendaftaran PSE Kominfo Lingkup Privat platform digital paling lambat 20 Juli 2022 di laman https://oss.go.id.
Jika platform digital tidak mendaftar sebagai PSE Kominfo, maka akan disebut ilegal dan diblokir.
Adapun pemblokiran ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kominfo No 5 Tahun 2022 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat yang akan berlaku 20 Juli 2020 mendatang.
"Apabila PSE tidak melakukan pendaftaran sampai dengan batas akhir pada tanggal 20 Juli 2022, maka PSE yang tidak terdaftar tersebut merupakan PSE ilegal di wilayah yuridiksi Indonesia," kata Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan pada Senin (27/6/2022).
"Dan apabila dikategorikan ilegal bisa dilakukan pemblokiran," imbuhnya.
Kenapa Zoom meeting, Google, Facebook hingga WhatsApp belum daftar PSE? Ini Kata Pakar Siber
Konsultan dan Praktisi Keamanan Siber Teguh Aprianto menjelaskan analisisnya mengenai alasan sejumlah platform digital yang belum mendaftar sebagai PSE (Penyelenggara Sistem Elektronik).
Menurut Teguh, jika platform-platform tersebut mendaftar, mereka justru akan melanggar kebijakan privasinya sendiri.
Ia mengatakan, hal ini juga akan mengancam privasi para pengguna platform yang turut melakukan pendaftaran tersebut.
"Coba pikir kenapa sampai sekarang Twitter, Google dan Meta (Facebook, Instagram, WhatsApp) masih belum mendaftarkan platform mereka ke PSE @kemkominfo?
Jika platform ini ikut mendaftar, maka mereka akan melanggar kebijakan privasi mereka sendiri dan privasi kita sebagai pengguna juga akan terancam," tulis Teguh di akun twitter pribadinya @secgron, Minggu (17/7/2022).
Teguh pun juga menjelaskan dalam Peraturan Menteri (Permen) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Permen Kominfo Nomor 5 Tahun 2020 tentang PSE Lingkup Privat, setidaknya ada tiga pasal yang bermasalah.
Pasal pertama yang menjadi sorotan adalah Pasal 9 ayat 3 dan 4.
Yakni, mengenai kewajiban PSE untuk memastikan sistem elektroniknya tidak memuat informasi dan/atau dokumen elektronik yang dilarang.
Sementara salah satu poin informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang dilarang adalah meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum.
Menurutnya, pasal tersebut merupakan pasal karet atau dapat digunakan secara subjektif oleh penegak hukum atau pihak yang berkepentingan sesuai keinginannya.
"Pasal 9 ayat 3 dan 4 ini terlalu berbahaya karena “meresahkan masyarakat” dan “mengganggu ketertiban umum” ini karet banget.
Nantinya bisa digunakan untuk "mematikan" kritik walaupun disampaikan dengan damai. Dasarnya apa? Mereka tinggal jawab "mengganggu ketertiban umum"," kata Teguh.
Kemudian pasal selanjutnya, ialah pasal 14 ayat 3 mengenai permohonan pemutusan akses terhadap informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang dilarang.
Pasal ini juga menyebutkan narasi 'meresahkan masyarakat' dan 'mengganggu ketertiban umum'.
"Lalu pasal 14 ayat 3 ditemukan lagi 'meresahkan masyarakat dan 'mengganggu ketertiban umum'.
Di bagian ini nantinya mereka seenak jidatnya bisa membatasi kebebasan berekspresi dan juga berpendapat. Kok konten saya ditakedown? Mereka tinggal jawab 'meresahkan masyarakat'", tulis Teguh.
Selain itu, pasal lain yang dianggap bermasalah adalah Pasal 36.
Pasal ini berbunyi 'PSE Lingkup Privat memberikan akses terhadap Data Lalu Lintas dan Informasi Pengguna Sistem Elektronik yang diminta oleh Aparat Penegak Hukum dalam hal permintaan tersebut disampaikan secara resmi kepada Narahubung PSE Lingkup Privat'.
"Lalu yang juga mengganggu adalah pasal 36, penegak hukum nantinya akan bisa meminta konten komunikasi dan data pribadi kita ke PSE.
Apa jaminannya bahwa ini nantinya tidak akan disalahgunakan untuk membatasi atau menghabisi pergerakan mereka yang kontra pemerintah? Ga ada kan?," tulisnya.
L'Oreal Bersama Perdoski dan Universitas Indonesia Berikan Pendanaan Penelitian dan Inovasi 'Hair & Skin Research Grant 2024'
Penulis | : | Aullia Rachma Puteri |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR