"Secara internal, anak yang lebih agresif dan impulsif membuat mereka cenderung bereaksi dengan kekerasan saat marah," ungkap Shierlen.
Psikolog di Personal Growth ini juga mengungkap, kemampuan pengambilan keputusan dan berpikir kritis yang masih belum berkembang secara matang bisa menyebabkan anak melakukan kekerasan.
Terlebih, pada seseorang yang masih di usia anak hingga remaja.
"Ketiga, kesulitan dalam mengelola emosi seperti kemarahan, kecemasan, atau frustrasi," sebutnya lagi.
Secara eksternal, Shierlen menyampaikan bahwa kondisi lingkungan yang banyak melakukan kekerasan juga dapat menjadi penyebabnya.
Menurut Shierlen, ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seorang anak bisa melakukan tindakan kekerasan.
Diantaranya adalah sebagai berikut:
"Misalnya, pernah menjadi korban atau menyaksikan tindak kekerasan dalam keluarga dan lingkungan sekitar, pernah mengalami trauma, paparan terhadap kekerasan dari media (misalnya televisi, film, games), dan pola asuh orang tua yang menerapkan hukuman fisik," ungkap Shierlen.
Contohnya seperti, terlahir dari ayah atau ibu yang memiliki kecenderungan agresif.
Atau, anak pernah mengalami head injury yang cenderung menyebabkan kerusakan otak.
Baca Juga: #LovingNotLabelling: Kendalikan Emosi Saat Marah Pada Anak Dengan 5 Cara Ini
L'Oreal Bersama Perdoski dan Universitas Indonesia Berikan Pendanaan Penelitian dan Inovasi 'Hair & Skin Research Grant 2024'
Penulis | : | Shannon Leonette |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR