Nakita.id - Kesehatan mata anak merupakan aspek penting dalam menunjang keberhasilan proses belajar di sekolah. Sayangnya, gangguan penglihatan pada anak usia sekolah kerap tidak terdeteksi sejak dini karena gejalanya seringkali diabaikan atau dianggap remeh. Padahal, gangguan ini dapat berdampak pada prestasi akademik, perkembangan sosial, hingga rasa percaya diri anak.
International Agency for the Prevention of Blindness (IAPB) mencatat, 90 juta anak dan remaja di seluruh dunia (usia 0-19 tahun) hidup dengan gangguan penglihatan. Sementara di Indonesia, menurut Kemenkes, prevalensi gangguan penglihatan pada anak usia sekolah 5-19 tahun diperkirakan mencapai 10 persen. Memahami urgensi situasi ini, JEC Eye Hospitals and Clinics, eye care leader di Indonesia, kembali memperkenalkan Children’s Eye & Strabismus Center (CESC) di RS Mata JEC @ Kedoya.
Dengan fasilitas yang diperbarui, pusat layanan ini menjadi one-stop service kesehatan mata anak pertama di Indonesia, menawarkan solusi terpadu dan komprehensif untuk penanganan berbagai gangguan penglihatan sejak bayi hingga remaja. Pengenalan kembali CESC sekaligus guna memperingati Hari Anak Balita Nasional pada 8 April 2025.
Dr. Gusti G Suardana, SpM(K), Ketua Servis Pediatric Ophthalmology and Strabismus JEC Eye Hospitals & Clinics, menyampaikan, “Perawatan kesehatan mata sejak dini merupakan investasi untuk masa depan anak. Gangguan penglihatan yang tidak terdeteksi dan tertangani dengan tepat pada masa balita dapat berdampak jangka panjang. Tidak hanya pada perkembangan penglihatan, tetapi juga pada kemampuan belajar, sosialisasi, dan kualitas hidup anak hingga dewasa. Deteksi dan intervensi dini sangat krusial karena sistem penglihatan anak berkembang pesat hingga usia 8 tahun, dan penanganan setelah periode kritis ini memberikan hasil kurang baik dan seringkali bersifat permanen.”
Kesehatan mata anak di Indonesia memang masih perlu mendapat perhatian khusus. Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 mendapati 0,6 persen anak Indonesia berusia di atas 1 tahun ternyata mengidap disabilitas penglihatan. Dari persentase tersebut, 11,7 persen bahkan perlu menggunakan alat bantu lihat. Penyebab utamanya mencakup kelainan refraksi yang tidak dikoreksi, retinopati prematuritas, katarak, kelainan okular bawaan, jaringan parut pada kornea, dan gangguan penglihatan serebral. Jika tidak ditangani, kondisi-kondisi tersebut dapat menghambat tumbuh kembang anak secara signifikan.
Dr. Gusti G Suardana, SpM(K), menambahkan, “JEC meyakini bahwa perawatan mata anak membutuhkan pendekatan yang menyeluruh, terintegrasi, dan ramah anak. Proses pemeriksaan, diagnosis hingga terapi pada anak tidak bisa disamakan dengan pasien dewasa. Banyak aspek yang perlu diperhatikan: mulai dari kenyamanan anak, keterlibatan orang tua, hingga kesiapan fasilitas medis dan tenaga profesional yang terlatih khusus. Karenanya, JEC CESC kini hadir sebagai one-stop service, yang memungkinkan pasien anak mendapatkan penanganan mata secara komprehensif mulai dari pemeriksaan awal, diagnosis, hingga terapi lanjutan—semua dalam satu atap, tanpa berpindah lokasi.”
Menempati keseluruhan lantai 4 di gedung RS Mata JEC @ Kedoya, CESC JEC dirancang istimewa untuk menangani pasien anak. Desain interior khusus (dari warna, ornamen dinding, hingga pilihan furniturnya) dan beraneka permainan anak turut menciptakan suasana yang menyenangkan guna mengurangi kecemasan selama menunggu antrian dan jeda menjalani proses pemeriksaan mata. Pusat layanan ini hadir mengedepankan kenyamanan dan keramahan bagi anak-anak.
Sebagai pusat layanan mata anak terdepan, CESC JEC diperkuat teknologi diagnostik canggih, meliputi RetCam Screening - untuk deteksi dini Retinopati Prematuritas (ROP) pada bayi prematur; Autorefraktometer Pediatrik - untuk pemeriksaan gangguan refraksi tanpa memerlukan respons verbal anak; dan Synoptophore Test - untuk mengukur sudut strabismus (mata juling) guna penanganan yang lebih akurat.
Ketiganya selaras dengan situasi masing-masing gangguan penglihatan pada anak-anak yang masih mengkhawatirkan. Indonesia menempati posisi kelima untuk negara dengan persalinan prematur terbanyak di dunia, yaitu sebanyak 657.700 kasus. Di mana, data dari 21 fasilitas kesehatan di Indonesia pada tahun 2010 menemukan 32 dari 216 bayi prematur mengalami retinopati prematuritas (ROP). Oleh karena itu, fasilitas RetCam Screening yang terdapat di CESC JEC sangat berperan untuk mendeteksi adanya ROP pada bayi prematur, sehingga tata laksana yang sesuai dapat diberikan, dan pada akhirnya mengurangi risiko gangguan penglihatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa.
Sementara, untuk kelainan refraksi, data IAPB memperkirakan jumlah anak yang menyandang rabun jauh akan terus bertambah; dengan 165 juta pada 2021, dan akan mencapai 275 juta pada 2050. Di Indonesia, anak yang mengalami kelainan refraksi berjumlah 3,6 juta - dengan 35-40 persen merupakan anak usia sekolah. Sedangkan untuk mata juling, prevalensi global strabismus diperkirakan sekitar 1,93 persen. Artinya, setidaknya 148 juta orang (termasuk anak-anak) di seluruh dunia menyandang strabismus.
Baca Juga: Pentingnya Penggunaan Kacamata untuk Menjaga Kesehatan Mata Anak Sejak Dini
Penulis | : | Poetri Hanzani |
Editor | : | Poetri Hanzani |
KOMENTAR