Tak perlu cemas bila anak suka bermain gadget . Yang penting, terapkan aturan sejak dini dan perlakukan gadget hanya sebagai alternatif sarana pembelajaran yang berbeda.
Gadget adalah piranti yang berkaitan dengan perkembangan teknologi masa kini. Yang termasuk gadget misalnya tablet, smartphone , netbook , dan sebagainya. Meski gadget bukan interaksi sosial tapi fitur menarik yang ditawarkan seringkali membuat anak-anak cepat akrab dengannya. Tak jarang, gadget dianggap sebagai momok bagi anak. Padahal, gadget sama dengan benda lainnya yang memiliki dampak positif dan negatif.
Pilih Sesuai Usia
Menurut Jovita Maria Ferliana, M.Psi. , Psikolog dari RS Royal Taruma , dilihat dari tahapan perkembangan dan usia anak, pengenalan dan penggunaan gadget bisa dibagi ke beberapa tahap usia. Untuk anak usia di bawah 5 tahun, “Pemberian gadget sebaiknya hanya seputar pengenalan warna, bentuk, dan suara,” katanya. Artinya, jangan terlalu banyak memberikan kesempatan bermain gadget pada anak di bawah 5 tahun. Terlebih di usia ini, yang utama bukan gadget -nya, tapi fungsi orangtua. Pasalnya gadget hanya sebagai salah satu sarana untuk mengedukasi anak.
Ditinjau dari sisi neurofisiologis, otak anak berusia di bawah 5 tahun masih dalam taraf perkembangan. Perkembangan otak anak akan lebih optimal jika anak diberi rangsangan sensorik secara langsung. Misalnya, meraba benda, mendengar suara, berinteraksi dengan orang, dan sebagainya. Jika anak usia di bawah 5 tahun menggunakan gadget secara berkelanjutan, apalagi tidak didampingi orangtua, akibatnya anak hanya fokus ke gadget dan kurang berinteraksi dengan dunia luar.
Yang berikutnya, otak bagian depan adalah bagian yang berfungsi memberi perintah dan menggerakkan anggota tubuh lainnya. Di bagian otak belakang, ada yang namanya penggerak. Di bagian ini, terdapat hormon endorfin yang mengatur pusat kesenangan dan kenyamanan. “Pada saat bermain gadget, anak akan merasakan kesenangan, sehingga memicu meningkatnya hormon endorfin. Nah, kecanduan berhubungan dengan ini jika dilakukan dalam jangka waktu lama dan kontinyu ,” jelas Jovita. Akibatnya, ke depannya, anak akan mencari kesenangan dengan jalan bermain gadget, karena memang sudah terpola sejak awal perkembangannya.
Dari aspek interaksi sosial, perkembangan anak-anak usia di bawah 5 tahun sebaiknya memang lebih ke arah sensor-motorik. Yaitu, anak harus bebas bergerak, berlari, meraih sesuatu, merasakan kasar-halus. Memang di gadget juga ada pengenalan warna atau games di mana orang melompat. “Namun, kemampuan anak untuk berinteraksi secara langsung dengan objek nyata di dunia luar tidak diperoleh anak. Tentu beda fungsi melompat dengan memencet tombol dengan anak sendiri yang melompat, kan?” papar Jovita.
Beradaptasi dengan Zaman
Sebetulnya, apa saja dampak positif gadget? Yang pertama, gadget akan membantu perkembangan fungsi adaptif seorang anak. Artinya kemampuan seseorang untuk bisa menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan sekitar dan perkembangan zaman. Jika perkembangan zaman sekarang muncul gadget, maka anak pun harus tahu cara menggunakannya.
“Artinya fungsi adaptif anak berkembang,” tutur Jovita. Jadi, seorang anak harus tahu fungsi gadget dan harus bisa menggunakannya karena salah satu fungsi adaptif manusia zaman sekarang adalah harus mampu mengikuti perkembangan teknologi. Sebaliknya, anak yang tidak bisa mengikuti perkembangan teknologi bisa dikatakan fungsi adaptifnya tidak berkembang secara normal.
Namun, fungsi adaptif juga harus menyesuaikan dengan budaya dan tempat seseorang tinggal. Kalau anak tinggal di sebuah desa dimana gadget adalah barang langka, maka wajar kalau anak tidak tahu dan tidak kenal yang namanya gadget. Nilai positif lain adalah gadget memberi kesempatan anak untuk leluasa mencari informasi. Apalagi anak-anak sekolah sekarang dituntut untuk mengerjakan tugas melalui internet.
Batasi Waktu
“Anak usia di bawah 5 tahun, boleh-boleh saja diberi gadget. Tapi harus diperhatikan durasi pemakaiannya,” saran Jovita. Misalnya, boleh bermain tapi hanya setengah jam dan hanya pada saat senggang. Contohnya, kenalkan gadget seminggu sekali, misalnya hari Sabtu atau Minggu. Lewat dari itu, ia harus tetap berinteraksi dengan orang lain. Aplikasi yang boleh dibuka pun sebaiknya aplikasi yang lebih ke fitur pengenalan warna, bentuk, dan suara.
Tentunya, orangtua harus tetap mendampingi karena justru di usia di bawah 5 tahun, peran orangtua lebih dominan. Fungsi orangtua adalah menjelaskan dan membantu anak mengaitkan antara apa yang ada di gadget dengan apa yang ia lihat di dunia nyata. Misalnya, ketika gadget menampilkan warna merah, maka orangtua mengatakan, “Nah, ini warna merah,” dan seterusnya.
Orangtua juga sebaiknya mengenalkan gadget pada anak mulai usia 4 – 5 tahun. Di bawah usia itu sebaiknya jangan. Pasalnya, di usia ini, neuron saraf seorang anak sedang berkembang dan fungsi radiasi di gadget bisa sedikit menghambat pertumbuhan neoron tersebut.
Sejalan pertambahan usia, ketika anak masuk usia pra remaja, orangtua bisa memberi kebebasan yang lebih, karena anak usia ini juga perlu gadget untuk fungsi jaringan sosial mereka. Di atas usia 5 tahun (mulai 6 tahun sampai usia 10 tahun) misalnya, orangtua bisa memperbanyak waktu anak bergaul dengan gadget . “Di usia ini, anak sudah harus menggali informasi dari lingkungan. Jadi, bolehlah kalau tadinya cuma seminggu sekali selama setengah jam dengan supervisi dari orangtua, kini setiap Sabtu dan Minggu selama dua jam. Boleh main games atau browsing mencari informasi,” jelas Jovita. Intinya, menurut Jovita, kalau orangtua sudah menerapkan kedisiplinan sedari awal, maka di usia pra remaja, anak akan bisa menggunakan gadget secara bertanggungjawab dan tidak kecanduan gadget .
Waspada Antisosial
Bermain gadget dalam durasi yang panjang dan dilakukan setiap hari secara kontinyu, bisa membuat anak berkembang ke arah pribadi yang antisosial. Ini terjadi karena anak-anak ini tidak diperkenalkan untuk bersosialisasi dengan orang lain. Ambil contoh dua orang anak usia 5 tahun yang sama-sama tengah menunggu penerbangan bersama orangtua mereka. Salah seorang anak memegang tablet terbaru, sementara yang satunya menghabiskan waktu menunggu jadwal terbang dengan berkeliling di ruang tunggu, berkomunikasi dengan orang baru di sebelahnya, dan mengamati sekitarnya. “Dari sini bisa kita lihat, anak yang tidak memegang tablet akan mendapat lebih banyak pembelajaran secara konkret,” ujar Jovita.
Hindari Kecanduan
Kasus kecanduan atau penyalahgunaan gadget biasanya terjadi karena orangtua tidak mengontrol penggunaannya saat anak masih kecil. “Maka sampai remaja pun ia akan melakukan cara pembelajaran yang sama. Akan susah mengubah karena kebiasaan ini sudah terbentuk,” jelas Jovita. Ini sebabnya, orangtua harus ketat menerapkan aturan ke anak, tanpa harus bersikap otoriter. Dan jangan lupa, orangtua harus menerapkan reward and punishment. Kalau ini berhasil dijalankan, maka anak akan bisa melakukannya secara bertanggungjawab dan terhindar dari kecanduan. Nah, seperti apa ciri-ciri anak yang sudah menunjukkan tanda-tanda kecanduan gadget?
- Anak menghabiskan sebagian besar waktunya untuk bermain dengan gadget.
- Anak mengabaikan/mengesampingkan kebutuhan lain hanya untuk bermian gadget. Misalnya lupa makan, lupa mandi.
- Anak mengabaikan teguran-teguran dari orang sekitar.
Hasto Prianggoro
L'Oreal Bersama Perdoski dan Universitas Indonesia Berikan Pendanaan Penelitian dan Inovasi 'Hair & Skin Research Grant 2024'
KOMENTAR