Nakita.id - Ragam media sosial yang kian inovatif membuat banyak orang kini bebas menuangkan ekspresi dan pemikirannya di dunia maya.
Namun, jika tak disiasati dengan cerdas bisa saja hal itu malah merugikan orang lain misalnya saja body shaming.
Untuk yang belum mengetahui, body shaming merupakan tindakan menghina dan mempermalukan seseorang dengan cara mengomentari fisik seseorang.
Maksud hati bercanda, tindakan ini memiliki efek yang sama dengan membully sehingga bisa membahayakan kesehatan mental seseorang.
Tanpa sadar, bahkan tindakan ini seringkali berasal dari orang terdekat seperti keluarga bahkan lingkungan pergaulan.
"Memang ya menjadi perempuan itu tuntutannya banyak, body shaming umumnya bentuk tindakan untuk memojokkan perempuan yang membuat perempuan bisa merasa malu akan diinya," jelas psikolog keluaga Roslina Verauli, M.Psi., Psi dalam launching dan diskusi buku Imperfect #SharingMamakMeira Vol. 1 di Kinokuniya Plaza Senayan, Kamis (2/8).
BACA JUGA: Ragam Manfaat Luar Biasa Okra Untuk Kesehatan, Begini Cara Mengolahnya!
Dalam buku tersebut, Meira Anastasia yang merupakan istri dari komika kondang Ernest Prakasa membagikan kisahnya bagaimana dirinya pernah mendapat komentar tidak menyenangkan dari salah satu follower di instagram.
Tak hanya Meira, body shaming ini memang sering ditujukan untuk perempuan khususnya di ranah dunia maya.
Tak hanya di kalangan perempuan, Ernest pun mengakui dirinya juga pernah mendapatkan perlakuan body shaming dari orang sekitarnya.
Namun, tak bisa ditampik tindakan ini memang lebih sering dilakukan oleh kaum perempuan.
"Iya yang sering berkomentar bukan laki-laki tapi justeru perempuan kepada sesama perempuan lainnya loh.
Dan bahkan datang dari orang yang enggak dekat bahkan belum kenal sama sekali," ujar psikolog yang akrab disapa Vera tersebut.
Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan, apakah faktor penyebab sehingga perempuan di Indonesia cenderung lebih sering mengomentari penampilan bahkan fisik sesama perempuan?
BACA JUGA: Dokter Asal Jepang Bocorkan Rahasia Penduduk Jepang Berumur Panjang!
"Pertama, karena kebetulan kita tinggal dalam iklim budaya yang memang in group nya kuat.
Dalam budaya kolektif, orang Indonesia sering kan kemana-mana bersama-sama.
Kebiasaan ini membuat seseorang cenderung memperlakukan orang lain layaknya saudara bahkan yang sebenarnya tuh enggak terlalu dekat", tuturnya.
Dengan kebiasaan yang memang sudah lumrah ini, banyak orang akhirnya merasa bahwa berkomentar adalah hal yang wajar dilakukan walaupun baru beberapa kali bertemu.
Dan memang biasanya komentar tersebut mengacu pada isu yang sesitif, seperti fisik atau penampilan.
"Contoh ya, eh kok gemukan ya sekarang?
Atau pertanyaan yang sering muncul juga tuh, kapan kawin?
Untuk yang belum menikah kok anaknya baru dua sih enggak mau nambah lagi? Itu bikin stres kan jadinya," ujar Vera.
Vera menambahkan, kadar kepercayaan diri disinyalir juga menjadi penyebab lain mengapa perempuan cenderung lebih vulgar saat memberikan komentar pada sesamanya.
BACA JUGA: Konsumsi Bawang Merah Mentah Setiap Hari, Lihat Manfaatnya Untuk Tubuh
"Korban penjajahan ya, meskipun Indonesia kerap didefinisikan sebagai bangsa yang bahagia tetapi bangsa kita memiliki self-esteem yang rendah.
Dampaknya ya itu, jadi bitter.
Seseorang melampiaskan apa yang enggak ada dalam kehidupannya dengan cara berkomentar, enggak senang lihat orang lain happy", sambungnya.
Untuk itu, penting untuk kita memilah topik apa yang sebaiknya dilontarkan baik dalam media sosial maupun bertemu seseorang di lingkungan sosial.
"Kuncinya adalah: pahami bahwa komunikasi yang terjadi itu semata basa-basi, bukan level emosional. J
angan dimasukin sampai hati, bahasa sekarang jangan baper (terbawa perasaan) lah," tutup Vera.
L'Oreal Bersama Perdoski dan Universitas Indonesia Berikan Pendanaan Penelitian dan Inovasi 'Hair & Skin Research Grant 2024'
Penulis | : | Erinintyani Shabrina Ramadhini |
Editor | : | Gisela Niken |
KOMENTAR