TANYA:
Salam kenal Bu Mayke. Saya Izza, bunda dari Alma Nilakandi (7 bulan). Ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan. Pertama, adakah perbedaan secara psikologis pada anak yang diasuh langsung oleh orangtuanya dan oleh pengasuh? Jika ternyata chemistry anak lebih dekat pada pengasuh daripada ke ibunya, apa akibatnya? Misalnya, ia justru sulit tidur kalau tidak dengan pengasuh. Apakah perilaku atau karakter dari si pengasuh rentan ditiru anak?
Kedua, bagaimana membedakan anak yang cerdas dan nakal? Seorang teman bilang, anak itu harus nakal karena tandanya cerdas, apa benar begitu, Bu? Sebenarnya apa tolok ukur keduanya? Bagaimana mengarahkan anak yang mudah marah atau menangis jika keinginannya tidak kita turuti? Terima kasih Bu Mayke, jawaban dari Ibu Mayke akan sangat membantu bagi ibu baru seperti saya. Salam.
Izza - Pasar Minggu, Jaksel
JAWAB:
Salam kenal Izza, terima kasih. Anak yang diasuh oleh orangtuanya akan berbeda hasilnya dibandingkan dengan yang diasuh oleh orang lain. Mengapa demikian? Sebab, pengasuhan oleh orangtua seharusnya didasarkan pada ikatan batin di antara keduanya. Rasa sayang, ingin melakukan yang terbaik buat anak, akan menjadi fondasi dari pengasuhan yang positif. Dari sudut agama, anak adalah karunia dan titipan dari Tuhan yang harus kita pelihara dengan sebaik-baiknya. Selain itu, orangtua perlu melengkapi diri dengan pengetahuan mengenai bagaimana cara pengasuhan yang tepat untuk anak pada usia tertentu, mengingat anak akan menjalani perkembangan yang unik pada setiap tahapnya.
Masa bayi (sampai usia 18/24 bulan), toddler (18--36 bulan), prasekolah (3–sekitar 7 tahun), usia sekolah (6/7–sekitar 12 tahun), remaja (11--19 tahun), perlu diasuh dan dibesarkan melalui pendekatan tertentu. Misalnya, pada masa bayi yang dibutuhkan oleh anak adalah pengasuhan yang menimbulkan rasa aman sehingga akan membentuk rasa percaya (trust) terhadap orangtuanya dan menjadi salah satu fondasi utama untuk membangun rasa percaya diri pada anak.
Rasa aman pada masa bayi, bisa terwujud dari pemenuhan kebutuhan biologis sampai pada kebutuhan emosinya. Bagaimana orangtua bisa menenangkan anak yang sedang kesakitan, marah, menghibur ketika bayi merasa sedih, kecewa, dan seterusnya.
Kembali mengenai pengasuhan oleh siapa yang terbaik, tentu saja oleh orangtua kandung. Sebab anak akan merasa dirinya diperhatikan, dikasihi, dan berharga untuk orangtuanya sehingga sebagai mahluk hidup dia akan merasa berharga. Dengan sendirinya, dia akan lebih lekat (attach) dengan orangtuanya. Ketika dia diliputi oleh rasa sedih, ketakutan, yang dicari adalah orangtuanya, terutama ibunya. Perilaku yang ditiru lebih banyak perilaku orangtuanya. Sebaliknya, bila anak diasuh oleh pengasuh, maka kelekatan yang terbentuk adalah dengan pengasuhnya dan anak pun akan meniru perilaku pengasuh. Selanjutnya, bisa dibayangkan, bagaimana ketika anak semakin besar dan menyadari bahwa orangtuanya tidak memedulikannya? Tidak heran bila dia memilih pengasuh dan merasa kecewa pada orangtuanya.
Pada anak usia balita, istilah “nakal” sebenarnya tidak tepat, mengingat anak-anak ini belum mampu berpikir panjang, tidak bisa diam, ingin tahu bermacam-macam hal yang kadang membahayakan, tidak bisa dilarang, tanpa tahu apa akibat yang bisa ditimbulkan. Oleh karena itu sering kali dicap “nakal”.
Biasanya, anak yang cerdas mempunyai keingintahuan yang besar, belum puas kalau belum mencoba apa yang dia inginkan, sering bertanya, tidak bisa menerima begitu saja suruhan orang dewasa. Karena itu orang awam sering menganggap nakal pertanda cerdas.
Menghadapi anak-anak semacam ini, orang dewasa perlu memberikan kesempatan pada anak menyalurkan energinya yang berlebih, memberikan alasan yang masuk akal kenapa perilakunya tidak dibenarkan, kenapa keinginannya tidak bisa dipenuhi. Jawablah pertanyaan kritis anak-anak ini semaksimal mungkin, bila orangtua tidak bisa memberikan jawaban yang tepat, usahakan mencari tahu dengan membaca buku, atau bertanya pada ahlinya sehingga keingintahuan anak bisa terpuaskan.
Bagaimana membedakan “nakal” dan “cerdas”? Nakal, bila anak bertingkah laku brutal, menyimpang dari norma umum yang berlaku dalam masyarakatnya.
KOMENTAR