TabloidNakita.com - Cara menolak anak kala ia berperilaku yang dapat menyebabkan kerugian diri atau orang lain. Misalnya, anak yang tiba-tiba mengambilkan makanan untuk orangtua yang masih panas dari wadah. Niatnya sih membantu, tapi dampaknya sebagian kulit anak melepuh. Kejadian itu banyak dialami karena anak masih dalam masa eksplorasi, dimana ia akan melakukan apa saja secara spontan untuk memenuhi rasa ingin tahunya. Di sisi lain, banyak melarang juga kurang bijak karena akan menghambat proses belajarnya. Jadi, sebagai jalan tengah, lebih baik orangtua melakukan cara menolak anak pada hal-hal berikut saja.
• Berpotensi membahayakan diri sendiri.
Contoh, si prasekolah hendak melompat dari atas ketinggian, bermain benda-benda tajam, mendekat ke kompor yang sedang menyala dengan minyak panas di atas wajan, dan tindakan-tindakan berisiko lainnya.
• Berpotensi membahayakan orang lain.
Misal, si prasekolah bermaksud bermain dengan adiknya, tapi karena permainannya terlalu heboh/seru, adiknya tidak sengaja terpukul. Contoh lain, ketika orangtua sedang menyetir, si prasekolah terus bertanya/meminta sesuatu/membuat gerakan yang membahayakan posisi orangtua yang sedang menyopir.
• Berpotensi melanggar aturan.
Saat diajak ke tempat-tempat publik, si prasekolah karena penasaran memencet-mencet tombol ATM, buka-tutup pintu sehingga mengganggu pengguna lain, masuk ke area yang terlarang, dan sebagainya.
KATAKAN “TIDAK” SAAT MENOLAK ANAK
Menghadapi situasi seperti dicontohkan di atas, orangtua boleh mengatakan “tidak” atau kata larangan yang semakna. Contoh, anak bermain/mendekati ibunya yang sedang menggoreng sehingga ada potensi anak terkena letupan minyak. Katakan dengan tegas, “Adek, jangan ke sini, Mama sedang menggoreng,” sehingga anak tahu kalau orangtua benar-benar melarangnya mendekat.
Tapi setelah itu, larangan hendaknya dilanjuti dengan penjelasan saat ibu sudah selesai memasak, sehingga si prasekolah tahu, ada alasan di setiap larangan yang diterimanya. “Kalau Mama sedang memasak, Adek tidak boleh bermain di dapur, apalagi kalau sedang menggoreng. Nanti Adek bisa kena cipratan minyak panas. Itu berbahaya.”
Kalau si prasekolah penasaran dan bertanya, “Kenapa berbahaya?” Jawab, “Minyak itu panas, kalau sampai kena kulitmu akan melepuh, rasanya sakit sekali.” Berikan penjelasan rasional dengan bahasa sederhana sehingga anak langsung paham bahwa yang dilakukannya memang membahayakan diri sendiri/orang lain. Penjelasan langsung setelah kejadian juga membuatnya tidak merasa serba dilarang yang malah membuatnya penasaran.
Karena umumnya kejadian yang membahayakan diri sendiri/orang lain itu momennya begitu cepat, sampaikan dengan bahasa tegas, sehingga anak langsung menghentikan apa yang sedang/akan dilakukannya. Hindari nada panik yang mencerminkan reaksi berlebihan karena justru bisa memancing rasa penasaran anak. Meski tegas usahakan tetap tenang, tidak perlu dengan nada tinggi/marah karena bisa membuat anak kaget.
Selain itu, supaya tidak mematikan keinginannya untuk bereksplorasi, pada kasus tertentu, orangtua bisa menjelaskan kalau hal yang dilarangnya saat itu boleh dilakukannya setelah ia punya kemampuan. Misal, anak penasaran ingin ikut “menyopir” mobil; jelaskan, ia tidak boleh mengganggu orang yang sedang menyetir karena bisa menyebabkan kecelakaan. “Nanti kalau Adek sudah SMA, pasti Papa akan mengajarkan menyopir, jadi bisa bawa mobil sendiri ke mana-mana.” Untuk memuaskan hasrat ingin tahunya, bisa juga orangtua membawanya ke arena bermain dimana anak bisa merasakan simulasi/sensasi menyopir mobil-mobilan.
KONSEP BENAR-SALAH
Jika orangtua memberi respons yang tepat pada kejadian sehari-hari yang dialaminya, si prasekolah dapat memetik manfaat tentang hal-hal yang benar/salah dan boleh/tidak boleh dilakukannya. Ia pun mulai bisa membuat perbandingan, kalau perilaku memukul adiknya saat bermain sekalipun tidak sengaja dilakukannya adalah kurang pantas dibanding tidak membereskan mainan yang telah selesai digunakannya. Itu bisa dipelajari dari reaksi tegas orangtuanya.
Anak juga mempelajari banyak hal seperti bahaya minyak panas, mengapa sopir harus berkonsentrasi, larangan melanggar peraturan dan sebagainya. Saat santai, ini bisa dimanfaatkan orangtua untuk menyampaikan pengetahuan baru, seperti bersama-sama membaca buku tentang proses pembuatan minyak goreng, mengenalkan rambu-rambu lalu lintas, mengontrol kekuatan motoriknya sehingga tidak membahayakan si adik saat bermain bersama, dan seterusnya.
Anak yang terbiasa “mendengarkan” orangtua dan mematuhinya, kedepannya lebih mudah bagi orangtua untuk memberikan ketegasan pada pelanggaran peraturan seiring bertambahnya usia, seperti anak ingin tidak masuk sekolah karena malas. Sebaliknya, bila orangtua membiarkan tanpa ketegasan melarang, bukan tak mungkin kejadian fatal yang tidak diinginkan akan terjadi. Selain itu, bila orangtua tidak tegas pada anak yang melanggar peraturan, akan membuatnya tidak belajar tentang aturan yang harus dipatuhinya.
Sudah jelas kan Mam cara menolak anak akibat perilaku yang merugikan diri dan orang lain.
Marfuah Panji Astuti
Social Bella 2024, Dorong Inovasi dan Transformasi Strategis Industri Kecantikan Indonesia
KOMENTAR