Pola Asuh yang Malah Membuat Anak Lebih Berkuasa daripada Orangtuanya

By Megiza, Selasa, 25 April 2017 | 06:55 WIB
Pahami kesalahan Ibu yang membuat anak jadi merasa lebih berkuasa. (Dini Felicitas)

Nakita.id - Mengajarkan anak untuk mandiri sejak kecil memang sangat penting. Harapannya, seiring perkembangan, anak dapat menentukan sikap, bertanggung jawab, dan tentunya tumbuh menjadi remaja yang sukses.

Hanya saja, di balik pola asuh untuk mengajarkan anak mandiri, Ibu dan Ayah ternyata rentan menjadikan anak malah lebih berkuasa daripada orangtuanya. Sudah tentu anak-anak yang menunjukkan kekuasaannya lebih tinggi dari kedua orangtua mereka akan berkembang dengan tidak sehat secara mental.

Ada beberapa kebiasaan yang membuat orangtua secara tidak sengaja menempatkan kewenangan mereka di tangan anak. Berikut adalah beberapa contoh yang harus Ibu dan Ayah waspadai sebelum membuat anak lebih berkuasa daripada orangtuanya.

1. Gagal mengajarkan kedisiplinan Disiplin tidak serta merta berwujud anak yang mengikuti aturan. Namun, disiplin juga harus ditunjukkan oleh orangtua dengan cara mengingat aturan dan hukuman yang sudah disepakati.

Harus dicatat bahwa kekompakan Ibu dan Ayah dalam membuat aturan adalah hal paling utama untuk mengajarkan anak soal disiplin. Anak dapat meremehkan aturan yang telah dibuat jika Ayah bersikap permisif dan Ibu menunjukan otoriter, atau sebaliknya. Artinya, orangtua harus konsisten dengan aturan yang telah dibuat.

Begitupun dengan aturan yang dibuat. Jika orangtua membuat terlalu banyak aturan untuk anak, maka kedua belah pihak akan rentan lupa dengan sederet aturan tersebut dan berakhir dengan banyaknya pelanggaran. Di sisi lain, disiplin pun tidak berarti membuat aturan dengan ancaman. Sebaiknya, hukuman dibuat dengan melihat terlebih dulu pelanggaran yang dilakukan oleh anak.

2. Melarang anak untuk menangis Larangan untuk menangis di saat mereka kesal adalah hal yang tidak adil untuk anak. Alasannya, mereka sama saja dengan dipaksa untuk menahan emosi mereka. Padahal, sejak masa kanak-kanak, seseorang harus mulai memahami dan mengetahui cara menangani emosinya. Namun tidak berarti anak dapat menggunakan tangisan untuk menaklukkan orangtua untuk mendapatkan apa yang dia inginkan.

Sebagai orangtua, Ibu dan Ayah tidak bisa selalu menuruti keinginan anak. Orangtua harus membiarkan mereka menangis untuk mendapatkan pelajaran tentang hidup.

3. Membiarkan anak tidak taat aturan Salah satu modus anak untuk menunjukkan kekuasaannya adalah dengan mencoba bernegosiasi di saat diminta mengerjakan kewajibannya. Sebut saja ketika anak mengatakan akan membersihkan kamar setelah dia selesai bermain. Jika sering dituruti, aksi seperti ini dapat memicu anak merasa lebih memegang kendali di dalam rumah.

4. Memaklumi kemalasan anak Mengajarkan anak bertanggungjawab sejak dini adalah bekal hidup yang sangat penting. Tetapi ketika Ayah atau Ibu gagal untuk bersikap tegas dan membuat anak abai dengan tanggung jawab mereka, maka saat itulah orangtua menyerahkan kekuasaan kepada anak. Misalnya ketika Ibu membereskan mainan karena anaknya asyik menonton televisi. Posisi seperti ini sama dengan membiarkan anak tumbuh dengan karakter yang tak bertanggungjawab.

5. Membiarkan anak berlaku tidak sopan Menggerutu di belakang, menyuruh, menendang, memukul, ataupun menunjukkan marah dengan mendiamkan orangtua adalah sederet hal tidak sopan yang sering dilakukan anak-anak. Ketika Ayah atau Ibu membiarkan anak melakukan hal-hal tersebut, artinya sama dengan menyerahkan hak sebagai orangtua. Akibatnya, anak merasa lebih berkuasa daripada orangtuanya.