Mengatasi Perubahan Mood Anak-anak

By Saeful Imam, Selasa, 6 Juni 2017 | 04:00 WIB
Ini Cara Mengatasi 5 Kebiasaan Buruk Batita (Gisela Niken)

Nakita.id - Anak-anak usia batita rentan mengalami transisi emosi yang drastis karena berbagai faktor. Anak bisa sangat senang, namun kemudian menangis tanpa sebab. Ibu mungkin kewalahan karena telah mencoba menghiburnya, namun sering gagal dan tidak mempan pada anak. Untuk itu, perlu cara-cara efektif dalam mengatasi perubahan suasana hati anak. Berikut beberapa cara itu yang perlu ibu coba: 

Suasana Hati : Jengkel dan Sedih

Mungkin Ibu pernah bertanya kepada anak tentang suatu hal atau meminta anak untuk menjawab pertanyaan kita, namun si anak hanya membalas singkat dan bernada jengkel. Hal ini mungkin disebabkan anak merasa diabaikan atau tidak mendapatkan sesuatu yang diinginkan.

(Baca juga : 10 Perilaku Anak yang Menunjukkan Tanda Gangguan Mental)

Kuncinya, bukan mendorongnya untuk mau menjawab pertanyaan kita, tetapi Ibu bisa memberikan pernyataan, sebagai contoh, "Kedengarannya kamu sedang tidak ingin bicara. Ibu mengerti, tapi ibu di sini jika kamu butuh, ya, Nak." Kemudian, pada saat yang lebih santai sebelum tidur, tanyakan apakah ada sesuatu yang ingin ia bicarakan.

Atau, tanyakan saat Ibu melakukan aktivitas yang menyenangkan bersama selama akhir pekan, karena akan lebih mudah bagi anak-anak seusia ini untuk mengemukakan perasaan yang sulit saat ia terlibat dalam hal lain.

Suasana Hati : Oversensitive dan Dramatis

Misalnya saja, anak sedang bermain di teras rumah sambil berlarian, lalu terjatuh dan melukai lututnya. Yang terjadi, anak pasti akan menangis sambil mencoba berdiri dan mendekati kita. Dan yang sering kita ucapkan adalah, “Tidak apa-apa, Nak!" Namun, yang sebenarnya terjadi adalah anak sedang tidak dalam keadaan baik-baik saja. Anak kemudian mengamuk atau menjerit lebih keras lagi.

(Baca juga : Tahapan Melatih Disiplin Pada Anak Sesuai Usia)

Lain kali, tahan dorongan untuk menunjukkan bahwa anak sedang bereaksi berlebihan. Sebagai gantinya, akui perasaannya dan cobalah bersikap empati, kata Jennifer Cassatly, Psy.D., seorang psikolog klinis Los Angeles yang bekerja dengan anak-anak.

Katakan sesuatu yang sederhana seperti, “Lukamu pasti sakit ya, nak?” Lalu beri ia ciuman dan arahkan perhatiannya. Jika ada orang lain di sekitar, katakan, “Ayo jalan-jalan lagi” dan alihkan perhatiannya terhadap kejadian tadi.

Suasana Hati : Sangat Marah

Mungkin kejadian ini paling sering terjadi ketika kakak-adik sedang bermain bersama atau anak sedang bermain bersama teman sebaya. Dari yang awalnya bermain bersama-sama kemudian marah dan saling rebutan mainan. Jangan heran jika reaksinya seperti amukan lengkap dengan kaki yang dihentakkan serta berteriak sangat keras karena emosinya sedang meledak-ledak.

(Baca juga : Kenapa Batita Sering Moody)

Yang kita lakukan ialah tetap tenang. "Jika Anda marah, kejadian itu bisa meningkat menjadi perebutan kekuasaan," kata penasihat Parents Michele Borba, Ed.D., dan juga penulis ‘The Big Book of Parenting Solutions’. Ibu cukup beritahu anak bahwa kita memahami perasaannya dengan mengatakan, "Sepertinya kamu sedang kesal."

Kemudian Ibu dapat menyarankan, tidak menginstruksikan, untuk mencoba menarik napas dalam-dalam. Bila waktunya tepat, tunjukkan pada anak cara yang bisa ia lakukan agar lebih tenang. Buat ruang di mana anak bisa menyalurkan emosinya, seperti bantal atau guling empuk yang besar. Atau Ibu bisa menyetel lagu bernada menenangkan. Dr. Michele mengatakan, "Jika kita mengajari anak bagaimana mengatasi emosinya sekarang, itu akan membantunya sepanjang sisa hidupnya."

Suasana Hati : Suka Menentang dan Keras Kepala

Misalkan saja, anak tidak mau mengikuti les tambahan sepulang sekolah karena bosan atau malas. Atau anak suka tidak mau melakukan hal yang orangtua minta di rumah. Seiring anak-anak menguji batas kemandirian mereka, mereka akan memiliki pandangan yang kuat dan benar, dan menentang kembali saat kita mengajukan permintaan.

(Baca juga : Ajarkan Konsep Waktu pada Anak dengan Rutinitas)

Jika anak mengatakan bahwa ada sesuatu yang dirasa "membosankan", kita jangan langsung emosi atau kesal, kata Janet Sasson Edgette, Psy.D., seorang psikolog dan penulis The Last Boys Picked. Katakan saja kepadanya, "Ibu minta maaf karena kamu merasa begitu," dan terus lakukan setiap saat anak bersikap menentang dan keras kepala.

Dengan membiasakan ini, maka ketika melakukan pekerjaan rumah tangga, pekerjaan rumah, dan permintaan lainnya, kita dapat menghindari pertengkaran dengan anak dengan menetapkan harapan dan konsekuensi di masa depan.