Kesalahan Saat Memberi Pujian pada Anak

By Dini Felicitas, Senin, 5 Juni 2017 | 03:15 WIB
Orangtua sebaiknya jangan sampai kehabisan pujian untuk anak. (Dini Felicitas)

Nakita.id - Sebuah studi baru yang dipaparkan pada konferensi tahunan British Psychological Society menunjukkan, pemberian pujian yang diberikan orangtua kepada anak secara rutin, dapat memperbaiki kesejahteraan anak.

Studi yang dilakukan dengan cara mensurvei 38 orangtua dengan anak berusia 2 hingga 4 tahun itu mendapati bahwa pujian sebaiknya diberikan lima kali dalam sehari kepada anak. Sanjungan pun dapat diberikan saat anak beraktivitas, seperti saat menyikat gigi, belajar naik sepeda, ataupun ketika sedang merawat binatang peliharaan di rumah.

Carol Dweck, meyakini bahwa pujian orangtua untuk anak memang mempunyai kekuatan. Hanya saja, pujian yang diberikan tidak boleh sembarangan.

"Pujian atau sanjungan yang salah dapat menciptakan perilaku anak yang mengalahkan dirinya sendiri," ujarnya dalam buku The Perils and Promises of Praise. "Sedangkan pujian yang benar adalah yang dapat membuat anak-anak termotivasi untuk terus belajar."

Hal senada juga disampaikan seorang psikolog speliasiasi masalah pengabaian emosional anak-anak, Jonice Webb. Dia mengatakan, mendapat umpan balik yang positif adalah cara yang lebih baik untuk mengukur pujian yang efektif.

Misalnya, ujar Webb, jangan katakan kepada anak bahwa dia "mengagumkan". "Katakan pada anak bahwa Ibu menyukai betapa fokusnya dia saat menyusun proyek sainsnya," katanya. Jika anak kehilangan minat di tengah jalan, Ibu atau Ayah pun dapat bertanya kepada anak, "Kakak bosan, ya?"

Webb menambahkan, orangtua milenial yang dikenal lebih aktif  dan mempunyai kegiatan lebih sibuk dibanding dengan orangtua generasi sebelumnya, harus lebih berjuang untuk dapat menyejahterakan kebutuhan psikologis anak.

Sangatlah penting untuk orangtua, yang berinteraksi dengan anak-anak, untuk memberikan umpan balik yang jujur. Artinya, jika anak Ibu bermain biola dengan sangat buruk, jangan katakan padanya bahwa dia hebat. "Kebohongan putih dapat menimbulkan masalah di kemudian hari," ujarnya.

Kebiasaan seperti itu dapat memicu anak merasa membutuhkan pujian dan kemudian mencarinya. "Ini dapat membentuk dinamika narsistik, yang merupakan rasa harga diri palsu yang didasarkan pada hal-hal yang tidak nyata. Ini sangat merusak," kata Webb.

Meski begitu, profesor pendamping mata kuliah psikologi klinis di Cornell University, Kenneth Barish, menyampaikan pandangan yang berbeda. Dia menilai pujian kepada anak sangat penting laiknya oksigen yang dibutuhkan manusia.

Anak-anak, menurut Barish, harus dipuji sepanjang waktu. Tapi dia juga memahami filosofi lain yang menyatakan bahwa pujian diberikan ketika sebuah usaha telah dilakukan oleh anak. Seiring bertambahnya usia anak, Barish pun menilai, bahwa frekuensi dan jenis pujian harus disesuaikan. Karenanya, orangtua sebaiknya jangan sampai kehabisan pujian untuk anak.

"Membesarkan anak-anak yang ingin menjadi anak yang baik bukan sekadar tentang pujian. Ini tentang hal-hal yang kita lakukan kepada mereka," kata Barish.