Didiagnosis Cacat Jantung, Bayi yang Belum Dilahirkan Harus Menjalani Prosedur Operasi Besar yang Langka

By Soesanti Harini Hartono, Senin, 31 Juli 2017 | 09:00 WIB
Sebastian setelah dioperasi jantung (Santi Hartono)

Nakita.id - Seorang bayi laki-laki asal Kanada awalnya dilahirkan dengan kondisi sehat. Namun, secara tiba-tiba kesehatannya semakin menurun setelah dokter melakukan operasi jantung in-utero. Pada usia ke-23 minggu kehamilan, Baby Sebastian didiagnosis menderita cacat jantung yang berisiko mencegah aliran darah dan fungsi jantung bekerja dengan baik.

Kondisi ini membuat para dokter di Rumah Sakit Mount Sinai dan SickKids di Ontario memasukkan sejenis balon kecil di dalam organ hatinya, sehingga diharapkan Baby Sebastian bisa mendapat kesempatan untuk tumbuh dan berkembang layaknya anak normal.

(Baca juga : Kebiasaan "Menggemaskan" Bayi Ini Ternyata Gejala Penyakit Genetik Langka)

Selama pemeriksaan prenatal, hasil scan menunjukkan Sebastian memiliki cacat jantung bawaan. Aorta dan arteri pulmonalisnya diaktifkan, dan tidak memiliki bukaan di dinding antara bagian atas dan bawah jantungnya sehingga darah tidak bisa mengalir di antara bilik untuk mengambil oksigen.

Untuk bayi yang lahir dengan cacat jantung, biasanya perawatan yang akan dilakukan ada di unit neonatal, tetapi karena kondisi dinding jantung Sebastian yang tertutup, maka oksigen tidak mampu beredar secara otomatis begitu ia kehilangan oksigen yang dipasok oleh plasenta ibu. Dengan kata lain, jika dokter akan melakukan tindakan operasi setelah melahirkan, maka bisa menyebabkan komplikasi lebih lanjut.

Menurut Edgar Jaeggi, ahli jantung di Rumah Sakit SickKids bahwa hanya butuh waktu beberapa menit bagi seseorang untuk mengalami kerusakan otak dan kerusakan organ lainnya, begitu pula yang akan terjadi ketika Sebastian akan dioperasi.

(Baca juga : Balita Usia 5 Tahun Mengidap Sindrom Rambut Langka)

Untuk menghindari risiko tersebut, Barry dan suaminya Christopher Havill sepakat agar dokter melakukan operasi jantung di rahim. Operasi dimulai dengan cara menyuntikkan obat-obatan melalui perut Barry guna membuat Sebastian tidur dan melumpuhkan tubuhnya untuk mencegah gerakan.

Dokter hanya bisa melakukan ini satu kali, dan agar bisa bekerja secara efektif, bayi harus selaras di rahim. Dokter juga melakukan balloon atrial septoplasty (BAS), dengan cara menarik jarum dan kateter dari jantung bayi.

Tim dokter ingin melakukan operasi jangka panjang untuk mendapatkan lubang terbesar, yakni berdiameter sekitar 3,5 milimeter.

(Baca juga : Tak Pantang Menyerah, Begini Kisah Adam Fabumi Bayi yang Berjuang Melawan Penyakit Langka)

Teknik BAS terutama digunakan pada bayi yang baru lahir di bawah usia enam minggu, terutama untuk bayi dengan cacat jantung bawaan. BAS akan memperbesar lubang sehingga darah dari kedua sisi jantung bisa bercampur, sehingga memungkinkan oksigen masuk ke tubuh bayi.

Dalam kasus Sebastian, tindakan BAS kedua dilakukan setelah kelahiran untuk memastikan pembukaan atrium cukup besar bersamaan dengan operasi jantung terbuka untuk mengganti aorta dan arteri pulmonalis ke posisi normal.

Untungnya, kini kehidupan Barry dan suaminya menjadi lebih baik dan mereka sangat bersyukur karena dokter telah berhasil menyelamatkan nyawa Sebastian. "Terima kasih sepertinya tidak cukup, tapi secara pasti saya berterima kasih untuk menyelamatkan nyawa bayi saya," katanya.

(Baca juga : Penyakit Bayi Prematur yang Umum Terjadi)

Sebastian kini telah berusia dua bulan, dan tumbuh dengan beratnya 4.5 kilogram, dan sedang menjalani proses tonggak perkembangannya yang aktif dan normal.

Sumber : http://www.medicaldaily.com/unborn-baby-heart-defects-undergoes-life-saving-procedure-better-blood-flow-420618