Riset: Rasa Sensitivitas Nyeri Ternyata Berkaitan dengan Autisme

By Soesanti Harini Hartono, Selasa, 1 Agustus 2017 | 08:00 WIB
Rasa sensitivitas nyeri ternyata berkaitan dengan autisme (Santi Hartono)

Nakita.id - Seseorang dengan gangguan spektrum autisme (ASD) diketahui memiliki kepekaan terhadap rasa sakit, namun penelitian baru telah menunjukkan adanya hubungan antara keduanya.

Dalam upaya untuk memahami persepsi rasa sakit di kalangan orang dewasa dengan ASD, tim peneliti mempelajari otak para partisipan untuk mengetahui apa yang terjadi saat mereka mengantisipasi dan merasakan sensasi rasa sakit. Penelitian sebelumnya menemukan bahwa orang dengan ASD seringkali sangat sensitif terhadap rasa sakit.

Temuan baru juga telah mengidentifikasi sehubungan dengan area otak tertentu yang membantu mengodekan antisipasi rasa sakit, yang disebut anterior cingulate cortex (ACC).

Studi tersebut mengungkapkan bahwa ketika penderita ASD mengantisipasi rasa sakit, otak mereka mengalami lebih banyak respons di ACC.

Baca juga : Ini Cara Mengenali Gejala Autisme Sejak Usia Dini

"Ini memberikan beberapa bukti pertama yang menghubungkan persepsi rasa sakit dengan fungsi sosial di ASD," kata penulis utama studi Dr. Xiaosi Gu. "Sebagian besar eksperimen fokus pada ASD, baik pada aspek disfungsi sosial atau aspek disfungsi sensorik."

Temuan lain menunjukkan bahwa mereka yang memiliki aktivitas otak dalam jumlah besar selama antisipasi nyeri memiliki skor yang lebih rendah pada Empati Quotient (EQ).

EQ adalah kuesioner psikologi yang banyak digunakan untuk mengukur seberapa kuat seseorang dipengaruhi oleh perasaan orang lain dan betapa mudahnya ia menentukan perasaan orang lain.

Dr. Xiaosi mencatat bahwa orang dengan autisme biasanya memiliki tingkat empati yang rendah. Selanjutnya, hasil penelitian menunjukkan adanya antisipasi rasa sakit terkait dengan kurangnya keterlibatan sosial dengan autisme.

Baca juga : Pemberian Vaksin Tidak Membuat Anak Autis

"Risiko menghadapi rasa sakit adalah bagian dari kehidupan sehari-hari dan normal untuk orang-orang non-ASD, namun mungkin sangat banyak bagi orang-orang autisme," kata Dr. Xiaosi.

Oleh karena itu, penjelasan mengenai temuan ini adalah untuk melindungi diri sendiri, penderita ASD mungkin tidak terlibat dalam interaksi sosial sama sekali. (*)