Lebih Baik Punya Anak Pintar atau Anak yang Senang Bergaul?

By Dini Felicitas, Senin, 18 September 2017 | 05:15 WIB
Para ibu lebih mengharapkan anak yang suka bergaul daripada pintar. (Dini Felicitas)

Nakita.id - Ketika mempunyai anak, Ibu pasti sudah mempunyai gambaran bagaimana akan membesarkan dia. Apakah anak harus tumbuh menjadi anak yang percaya diri, pintar, rajin beribadah, mandiri, kreatif, berani mencoba, dan lain sebagainya. Namun untuk era seperti sekarang, anak dengan karakter seperti apa yang harus kita prioritaskan?

Ternyata, orangtua masa kini cenderung lebih menghargai anak yang peduli pada lingkungan daripada anak yang pintar, demikian menurut para peneliti dari Goldsmiths, University of London. Rachel M. Latham dan Sophievon Stumm dari fakultas psikologi universitas tersebut, mewawancara 142 ibu asal Inggris yang memiliki anak usia 0-12 bulan dengan ciri kepribadian yang umumnya dikehendaki dari anak.

Para ibu diberitahu adalah lima kepribadian yang tergolong lima besar (big five personality), yaitu:

* extroversion (mudah bergaul, ramah, senang bersosialisasi, tegas, mencari kesenangan) * conscientiousness (taat aturan, terencana, tepat waktu, terpaku pada pencapaian, disiplin, dan ambisius) * neuroticism (sensitif, mudah cemas dalam menghadapi tekanan, mudah marah, mudah gelisah, dan impulsif) * agreeableness (ramah, kooperatif, mudah percaya, mudah mengalah, penuh simpati, mudah bekerjasama, menghindari konflik) * openness to experience (imajinatif, kreatif, cerdas, mampu bertoleransi, dan fokus).

Setiap kepribadian terbentuk dari enam aspek, dan para ibu diminta untuk memilih lima aspek (satu dari setiap ciri kepribadian). Pilihan itu harus diurutkan dari yang paling penting.

Ternyata, lebih dari 50 persen responden memilih aspek extroversion sebagai aspek paling penting dari semuanya, diikuti 20 persen dari yang memilih agreeableness, dan 10 persen yang memilih satu dari openness to experience. Hanya 9 persen yang memilih intelligence (conscientiousness) sebagai aspek paling penting. Tidak mengherankan pula jika tak satu pun ibu yang memilih neuroticism sebagai aspek terpenting.

Pilihan itu cukup mengejutkan para peneliti, karena literatur ilmiah sebelumnya menunjukkan bahwa orangtua lebih menekankan pada aspek conscientiousness.

"Mengingat bahwa tingkat intelligence dan conscientiousness yang lebih tinggi sering dikaitkan dengan hasil yang lebih positif di sekolah, tempat kerja, dan dalam relasi berpasangan, mengejutkan bahwa hanya satu dari 10 ibu yang menilai dua aspek itu sebagai karakteristik paling penting untuk anak mereka," kata Dr von Stumm.

Meskipun memiliki banyak keuntungan, aspek extroversion sebenarnya juga dikaitkan dengan perilaku negatif pada saat dewasa, seperti konsumsi alkohol dan penggunaan narkoba yang lebih tinggi. "Memahami bagaimana para ibu memandang kepribadian itu sangat penting, karena nilai-nilai mereka memengaruhi pola pengasuhan, dan dalam hal ini, bagaimana kepribadian anak mereka berkembang," ujarnya.

Hal menarik lainnya, mengapa para peneliti hanya bertanya pada para ibu, dan bukan pada ayah?

Ternyata, para peneliti berfokus pada pandangan ibu karena mereka lah yang umumnya menghabiskan lebih banyak waktu bersama anak-anak daripada ayah. "Meskipun begitu, hasil penelitian ini juga berguna untuk mengkaji nilai-nilai kepribadian para ayah," tambah Dr. Latham. "Menarik juga mengkaji apakah pilihan para ibu pada extroversion berubah ketika anak bertambah besar dan memasuki pendidikan formal."

Dalam jangka panjang, tim Goldsmiths berharap studi semacam ini dapat membantu memahami bagaimana nilai-nilai orangtua membentuk kepribadian anak, dan bagaimana hal ini mmengaruhi bagaimana anak berkembang dan belajar, serta mengetahui kesehatan, kebahagiaan, dan kesuksesan mereka kelak.

O ya, yang juga perlu diketahui, penelitian ini hanya melibatkan sedikit responden. Selain itu, para ibu tidak ditanya alasan di balik pilihan mereka. Dengan demikian, para peneliti sebaiknya melakukan studi lebih lanjut untuk menemukan jawaban dari berbagai pertanyaan ini.