Media Asing Soroti Warga yang Asyik Berswafoto di Lokasi Bencana Tsunami Banten, Psikolog: 'Selfie Mengubah Perilaku Manusia'

By Rosiana Chozanah, Kamis, 27 Desember 2018 | 20:12 WIB
Warga berswafoto di lokasi terdampak bencana di Banten (The Guardian)

Nakita.id - Daerah terdampak tsunami Selat Sunda yang luluh lantak di sepanjang pesisir pantai provinsi Banten ternyata mempunyai daya tarik tersendiri bagi masyarakat.

Bukan lagi sebagai 'tempat untuk bersimpati', tetapi juga sebagai tempat yang asyik untuk mengabadikan momen dengan berswafoto.

Mirisnya lagi, masyarakat yang berswafoto dengan latar lahan yang rusak akibat terjangan tsunami pada Sabtu (22/12/2018) kemarin itu seakan tidak memperlihatkan ekspresi prihatin sedikit pun.

Baca Juga : Selamat dari Tsunami Banten, Begini Nasib Putri Bungsu Aa Jimmy yang Berusia 2 Bulan Setelah Kehilangan Orangtua dan 2 Kakaknya

Contoh masyarakat yang berswafoto di lokasi tsunami Banten

Bahkan, fenomena berswafoto di lokasi bencana ini menjadi sorotan media asing, The Guardian.

Dalam artikel bertajuk 'Destruction gets more likes’: Indonesia’s tsunami selfie-seekers', The Guardian menyoroti fenomena orang-orang yang rela melakukan apapun demi berswafoto di lokasi yang sedang 'hits' dan mengunggahnya ke media sosial.

Dalam artikel tersebut menyebutkan salah seorang rombongan bernama Solihat (40) datang dari Cilegon, mereka membutuhkan waktu 2 jam untuk sampai ke Banten.

Mereka datang untuk memberi sumbangan baju pada para korban, selain itu mereka juga ingin meninjau lokasi terdampak tsunami.

Lalu mereka mengunggah swafoto tersebut ke Facebook sebagai bukti bahwa sudah ke lokasi bencana dan menyalurkan bantuan.

Solihat dan teman-temannya merasa berfoto dengan latar tanah yang masih porak poranda akan membuat orang-orang bersyukur karena mereka ada di tempat yang lebih baik.

Baca Juga : Unggahan Foto-foto Istri Aa Jimmy di Story WhatsApp 1,5 Jam Sebelum Diterjang Tsunami Bikin Haru!

Ketika ditanya apakah pantas mengambil swafoto di lokasi bencana, Solihat menjawab bahwa semua tergantung pada niat.

"Tergantung pada niat. Kalo ngambil selfie untuk pamer, ya jangan lakukan itu. Tapi kalau niatnya untuk berbagi duka cita sama orang lain, itu enggak apa-apa," tutur Solihat, melansir The Guardian.

Selain Solihat, seorang gadis juga terlihat menghabiskan waktu setengah jam untuk mengambil swafoto di tengah lahan yang masih tergenang air laut setinggi lutut.

Valentina Anastasia

Baca Juga : Selamat dari Tsunami Banten, Begini Nasib Putri Bungsu Aa Jimmy yang Berusia 2 Bulan Setelah Kehilangan Orangtua dan 2 Kakaknya

Valentina Anastasia (18), rela jauh-jauh datang dari Jakarta ke Banten untuk melihat lokasi terdampak.

Valentina mengaku ingin melihat lokasi tsunami secara langsung dan para korban.

Ketika ditanya berapa swafoto yang sudah ia ambil, Valentina hanya bisa tertawa kecil.

"Banyak. Buat media sosial, grup WhatsApp," tutur Valentina sambil melihat hasil fotonya di galeri ponsel.

Atas fenomena ini, Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Prof Drs Koentjoro MBSc PhD menyatakan, ada dampak yang telah ditimbulkan dari kebiasaan masyarakat berswafoto ria.

"Selfie adalah bahasa lain dari 'ngomong'. Dengan ngomong eksistensi kita diakui. Dengan 'ngomong' orang tahu siapa saya. Selfie telah mengubah perilaku manusia," kata Koentjoro, melansir laman Kompas.com.

Masyarakat, menurut dia, tidak lagi terlalu memedulikan kondisi sekitar, karena yang terpenting bagi mereka adalah mendapatkan momen yang mungkin tidak akan mereka temui untuk kedua kalinya. "Momen menjadi penting. Setiap kali ada momen orang selfie. Bahkan momen itu dicari dan diciptakan, sehingga nyawa menjadi taruhannya," kata Koentjoro. Kecenderungan orang-orang untuk mengambil foto di lokasi-lokasi berbahaya atau kurang aman, menurut Koentjoro memunculkan wahana-wahana baru.

Melalui wahana-wahana itu, masyarakat bisa mendapatkan gambar dari posisi yang tidak biasa, setidaknya dari posisi yang lebih aman. "Lihat kasus meninggal jatuh di kawah Merapi. Dibuatlah panggung untuk selfie," ujarnya.

Munculnya fenomena-fenomena yang terkesan menggambarkan sikap antipati ini memang baru muncul belakangan ini, setelah gadget dan media sosial begitu dekat dengan kehidupan manusia.

"Ya keduanya muncul dalam saat yang nyaris bersamaan, yang dulu tidak dilakukan bahkan dulu malu melakukan," ucap Koentjoro.

Baca Juga : Unggahan Foto-foto Istri Aa Jimmy di Story WhatsApp 1,5 Jam Sebelum Diterjang Tsunami Bikin Haru!