Nakita.id - Epidural adalah bentuk paling umum dari pereda nyeri yang digunakan setiap perempuan saat menghadapi proses persalinan.
Epidural adalah injeksi anestesi ke dalam ruang di sekitar sumsum tulang belakang.
Anestesi menghalangi impuls saraf dari tulang belakang bagian bawah, dan mengurangi pesan nyeri yang dikirim ke otak.
Namun, sudah lama pihak rumah sakit mengkhawatirkan tentang epidural yang justru memperpanjang waktu yang dibutuhkan ibu untuk mendorong bayinya keluar.
Tahap dorongan yang lebih panjang terkait dengan hasil yang buruk seperti gawat janin, persalinan forceps, episiotomi dan operasi sesar.
Ibu hamil biasanya disarankan untuk menunggu sampai persalinan aktif atau setidaknya vagina melebar 5 sentimeter sebelum menggunakan epidural.
Banyak ahli kandungan akan mematikan epidural, atau mengurangi dosisnya, sementara perempuan sudah berada di tahap kedua, untuk mencegah persalinan yang berkepanjangan atau kegagalan untuk mendorong.
Penelitian baru dari Amerika Serikat menunjukkan bahwa epidural sama sekali tidak berpengaruh pada berapa lama persalinan berlangsung.
(Baca juga : Mengenal Persalinan Aktif, Cara Melahirkan Minim Rasa Sakit)
Para ilmuwan di Beth Israel Deaconess Medical Center (BIDMC) percaya, penelitian mereka menunjukkan praktik penundaan epidural sampai titik tertentu, yang bisa kadaluarsa dan salah arah.
Penelitian yang dipublikasikan di jurnal Obstetrics & Gynecology menuturkan, begitu para ibu hamil mencapai tahap kedua persalinan, mereka diberi secara acak untuk menerima pengobatan nyeri atau plasebo.
Perempuan dengan rasa sakit yang luar biasa diberi pengobatan nyeri, seperti yang diperintahkan oleh dokter kandungan mereka.
Para dokter juga bisa memilih untuk menghentikan infus epidural, berdasarkan indikator klinis.
Dari 400 perempuan dalam penelitian ini, 38 pasien mengalami infus epidural yang dihentikan oleh dokter kandungan karena kegagalan untuk mendorong.
Penelitian tersebut melaporkan bahwa pengobatan nyeri aktif tidak berpengaruh pada kesehatan bayi yang baru lahir, tingkat kelahiran normal vagina, posisi bayi saat lahir, atau ukuran kesejahteraan janin lainnya.
Tidak mengherankan, ibu yang obat penghilang nyeri berupa epidural mengalami peningkatan tingkat rasa sakit saat persalinan semakin maju.
Dua kali lebih banyak perempuan yang diberi plasebo melaporkan kepuasan yang lebih rendah dengan penghilang rasa sakit mereka, dibandingkan dengan perempuan yang diberi pengobatan nyeri aktif.
Semua perempuan dalam penelitian ini memiliki epidural selama tahap pertama persalinan. Tidak sampai mencapai tahap kedua, mereka secara acak diberi obat sakit aktif atau plasebo.
Hannah Dahlen, Professor of Midwifery at the University of Western Sydney, berkomentar, "Studi ini tidak mengatakan bahwa epidural tidak memiliki efek, karena semua perempuan menggunakannya. Tidak ada kontrol non-epidural yang Ibu harapkan bisa menjawab pertanyaan ini.”
(Baca juga : Melahirkan Tanpa Sakit, Ini Caranya)
"Studi ini hanya menunjukkan bahwa ketika mereka menghentikan obat-obatan epidural di tahap kedua (tepat pada akhir persalinan) tidak ada perbedaan dalam hasil, dibandingkan jika mereka menghentikan obat-obatan dalam epidural,” tambah Hannah.
Hal ini tidak mengatakan bahwa epidural tidak berpengaruh dan epidural memang memiliki efek dibandingkan tanpa epidural.
Biasanya, ketika seorang ibu menggunakan epidural selama persalinan aktif, obat tersebut habis di sekitar tahap kedua, jadi mereka bisa mendorong bayinya secara aktif.
Seperti yang Profesor Hannah sebutkan, tinjauan Cochrane menemukan ada banyak efek negatif dari epidural, termasuk tahap kedua dari persalinan yang lebih lama.
Studi ini melihat panjang persalinan pada 42.000 ibu hamil yang melakukan atau tidak menggunakan epidural.
Hasilnya mengejutkan: ibu pertama yang menggunakan epidural membutuhkan waktu hampir 2,5 jam lebih lama untuk melewati tahap kedua daripada ibu yang tidak menggunakan epidural.
Ini adalah perbedaan yang sangat besar dan jauh lebih besar daripada selisih satu menit yang dikutip dalam studi pertama.
American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) dan Society for Maternal-Fetal Medicine (SMFM) telah mengeluarkan pedoman yang menyebutkan bahwa perempuan yang bersalin harus memiliki waktu tambahan untuk mendorong, mengingat tingkat kelahiran per vaginam tinggi dan tingkat komplikasi keseluruhan rendah.
(Baca juga : Ibu Hamil Perlu Tahu! Ini 3 Penyebab Proses Melahirkan Lama)
Diperkirakan epidural memengaruhi produksi oksitosin, hormon yang bertanggung jawab untuk kontraksi rahim.
Pada tahap pertama, kadar oksitosin meningkat seiring waktu; Ini mempercepat tempo dan intensitas kontraksi.
Selama tahap kedua, ketika serviks benar-benar melebar, kontraksi ekspulsif mendorong bayi dari rahim dan melalui vagina.
Jika epidural mengganggu kadar oksitosin, kontraksi mungkin kurang efektif, dan seiring waktu persalinan bisa memakan waktu lebih lama.
Selama tahap kedua, oksitosin dan adrenalin bertanggung jawab untuk refleks ejeksi janin, kontraksi kompulsif kuat yang mendorong bayi keluar. (*)