Astaga! Karena Salah Masuk Ruang, Balita Jessica Meninggal Usai dari RSUP Adam Malik

By Saeful Imam, Selasa, 7 November 2017 | 22:30 WIB
Jessica meninggal dunia karena salah masuk ruang (Saeful Imam)

Ada puluhan komputer tertata di meja ruang tamu. Rumah petak yang disewa ini beralamat di bilangan Simpang Kuala Medan. Aditya Maulana adalah karyawan keluarga Jessica. Saya mewawancarai Aditya pada Senin, 16 Oktober 2017, selepas makan siang. "Saya lihat biasa saja sih Jessica. Seperti biasa aja Bang. Kalau berjalan Jessica pegang tangan ayahnya", ujar Aditya.

Aditya tidak melihat ada tanda-tanda Jessica sakit. Aditya tidak ada melihat jessica sesak nafas. Sama seperti hari-hari lainnya. Jika berjalan Jessica dipapah ayahnya. Pagi itu Aditya dapat giliran menjaga game online dan melihat Jessica pergi bersama keluarganya ke rumah sakit. Sekitar pukul 09.00 Wib keluarga Jessica tiba di RS Adam Malik. Sialnya, Ayah Jessica tidak tahu pintu masuk poliklinik umum RS Adam Malik. Maksud hati menuju poli umum, apa daya mobil yang dikendarai malah masuk pintu gerbang UGD. Ada dua pintu masuk RS Adam Malik. Jalan pintu masuk hadap Selatan tempat Poli Umum. Jalan pintu masuk hadap Barat tempat UGD.

Tiba di depan pintu UGD, para perawat langsung menyorongkan ranjang beroda. Jessica dibangunkan dari tidur oleh Ibunya. Setengah perjalanan Jessica tidur. Jessica turun dari mobil. Berdiri di samping mobil menunggu neneknya turun dari pintu samping. Jessica ngotot tidak mau naik kereta ranjang.

Akhirnya Jessica digendong dinaikkan ke ranjang. Ia menolak rebah. Dari pintu gerbang menuju ruang UGD, Jessica hanya duduk saja di atas ranjang. Perawat memasukkan Jessica ke ruang UGD.

Ayah Jessica mencari parkiran. Agak menjauh dari UGD. Sementara Ibu Jessica diminta perawat mengisi pendaftaran di bagian administrasi. Kakek nenek Jessica ikut masuk ke dalam ruang UGD. Tampak Jessica dikelilingi dokter dan beberapa perawat. Ada sekitar 6-8 orang mengelilingi Jessica. Para medis langsung mengambil tindakan. "Lho kenapa anakku? Apa yang terjadi? Kenapa jadi begini kondisinya? ", ucap Ibu Jessica terperanjat menyaksikan anaknya tampak ketakutan. Ibu Jessica melihat jarum suntik yang berisi darah Jessica usai mendaftar di administrasi. "Lho kenapa diambil darah anakku? ", protes Bu Jessica. Perawat menjelaskan mereka terpaksa mengambil darah dari selangkangan Jessica karena beberapa kali dicoba di pergelangan tangan Jessica, mereka tidak dapat pembuluh darahnya. " Darah ini untuk pemeriksaan laboratorium bu", ujar perawat datar.

Usai diambil darahnya, kedua bola mata Jessica nampak bergerak berputar-putar melihat langit-langit. Jessica tidak mengenali lagi Ayah Ibu dan kakek neneknya. Jessica hanya mendelik matanya. Seperti ketakutan. Seperti trauma. Padahal baru lima belas menit ditinggalkan ibunya yang pergi mengurus di bagian pendaftaran. Pukul 10.00 Wib, Dokter Nina memanggil Ibu Jessica. Menurutnya kondisi Jessica kritis. Diharuskan opname dan infus. Hasil lab sudah keluar. "Lho kok jadi parah begini dokter. Saya bawa kemari untuk medical check up seperti rujukan Dokter Yazid", ucap Bu Jessica sambil menunjukkan surat rujukan Dokter Yazid. "Kondisi anak ibu kritis. Kritis", ketus dokter Nina yang tampak emosi karena dipertanyakan diagnosanya.

Ibu Jessica memohon untuk dipindah ke rumah sakit yang lain. Ia beralasan kurang nyaman anaknya yang tampak sehat ketika dibawa malah seperti kehilangan kesadaran ketika diambil darah dari selangkangan Jessica tanpa seijin dirinya. "Kami tidak bisa mengizinkan anak ibu pindah rumah sakit, karena kondisinya kritis", jawab dokter Nina tegas. Keluarga Jessica mengalah. Mereka tidak mau berdebat panjang. Yang penting Jessica bisa selamat. Meskipun dalam rongga dadanya ada penyesalan melihat kondisi anaknya memburuk.

Pukul 10.30 Wib, Jessica diberikan infus dan NGT. Sulit mencari nadi dipergelangan tangannya. Akhirnya infus dimasukkan dari tungkai kaki Jessica. Jessica masih terbaring diruang UGD. Tempat tidur Jessica hanya dibatasi tirai gordyn berwarna biru. Banyak bangsal berjejer berdampingan berbatas gordyn saja. Bangsal Jessica persis di tengah depan pintu kaca masuk ruang UGD. Di sebelahnya juga ada yang sedang dirawat. Ramai orang sakit hari itu masuk UGD. Hilir mudik lalu lalang orang tak henti keluar masuk.

Pukul 11.00 Wib, kesadaran Jessica mulai pulih. Jessica sudah mampu mengenali kedua orang tuanya. "Mama.. berdarah ma.. ", lirih Jessica sambil menunjuk selangkangan dan punggung tangannya yang tampak bekas tusukan jarum. Cairan infus melalui tungkai kaki mampet. Cairan tidak bisa mengalir. Ibu Jessica mencoba menenangkan anaknya. "Tidak nak.. Itu digigit nyamuk nak", bujuk Bu Jessica menenangkan anaknya. Ayah Jessica mencoba menghibur Jessica. Ia tahu lagu kesukaan Jessica. Ayahnya menyanyikan lagu Twinkle Twinkle dan lagu Kingkong Badannya Besar. Jessica senang sekali. Ia menyela ayahnya yang salah menyanyikan syair twinkle twinkle.

Dokter Firdaus seorang dokter Anestesi memanggil kedua orang tua Jessica. Jessica ditinggal sebentar dan dijaga kakek, nenek dan pamannya. "Jessica harus dilakukan CVC bu. CVC diperlukan untuk menyelamatkan Jessica. Infus biasa tidak mampu lagi", terang dokter Firza. "Apa itu CVC dok", tanya Bu Jessica. Dokter Firdaus menjelaskan CVC itu adalah Central Venous Catheter. CVC prinsipnya sama dengan infus biasa. Cuma CVC infus yang langsung dimasukkan ke pembuluh darah dekat leher. "Apakah ada risikonya dok", kejar Ibu Jessica. "Ada dua cara pemasangan CVC. Satu di dekat leher dan satu lagi di selangkangan. Risiko pemasangan di selangkangan berisiko infeksi. Jadi lebih baik kita pasang dekat leher. Ibu tenang saja. Saya sudah sering melakukan CVC. Tidak pernah ada masalah. Tidak pernah gagal. Anak ibu harus di CVC karena kondisinya kritis", tegas dokter Firdaus.

Keluarga Jessica mengalah. Mereka tidak punya pilihan lain, mereka percaya tindakan medis dokter. Air mata Ibu Jessica menetes saat menandatangani surat persetujuan CVC. Jam menunjukkan pukul 12.00 Wib. Hingga pukul 13.30 Wib, belum ada tanda-tanda dilakukan persiapan pemasangan CVC. Padahal kata dokter harus segera dilakukan tindakan CVC. Kakek Jessica, Pak Simbolon bertanya kepada dokter Nina yang asik bertelepon di pojok ruangan UGD. Dokter Nina mengelak. Ia tidak tahu menahu soal itu. Ibu Jessica mendatangi dokter muda di meja tengah UGD. Bu Jessica meminta jika tidak ada alat CVC, Bu Jessica meminta agar anaknya di pindahkan ke RS Sakit lain. Namun ditolak dokter karena alasan medis. Tiga jam berlalu. Waktu menunjukkan hampir pukul 15.00 Wib. Jessica belum juga dilakukan tindakan CVC. Jessica sudah haus. Jessica lapar. Sejak pagi hanya makan sedikit. Perawat wanti-wanti agar tidak diberi minum dan makan sebelum dilakukan tindakan CVC. Ibu Jessica hanya mengoleskan air ke bibir Jessica.

Pak Marpaung teman kakek Jessica yang ikut menjenguk mulai kesal. Pak Marpaung marah. Ia membentak paramedis yang acuh pada Jessica. Sudah hampir 3 jam lebih dibiarkan tanpa kejelasan. Untunglah Jessica sabar. Di pembaringan itu Jessica terus bermain dengan ayah dan ibunya. Opungnya juga ikut membelai tangan Jessica. Jessica merasa bosan, lalu