7 Kiat Ampuh dari Pakar Parenting Supaya Anak Menjadi Tangguh, Mandiri, dan Kritis dalam Tumbuh Kembangnya

By Soesanti Harini Hartono, Kamis, 9 November 2017 | 00:45 WIB
Ternyata, mengajarkan anak untuk berbagi tidak selalu baik hasilnya. (Dini Felicitas)

Nakita.id – Saat kita membuat kesalahan dan tidak bisa memenuhi harapan, pastilah muncul rasa kecewa. Hal ini juga dialami anak-anak. Kebanyakan ibu pasti sedih melihat anaknya kecewa, namun sesungguhnya rasa kecewa yang diterima anak tidak selalu menjadi hal yang buruk.

Apalagi perasaan kecewa meerupakan bagian alami dari kehidupan setiap orang, termasuk si kecil yang sedang belajar dan bereksplorasi berbagai hal baru.

Yang perlu Ibu tahu, anak harus belajar untuk segera bangkit dari kekecewaannya agar belajar bagaimana mengatasi kegagalan karena hal ini merupakan keterampilan dasar hidup yang harus dipraktikkan agar anak agar bisa menjadi orang dewasa yang tangguh dan efektif.

Baca juga : Ini yang Perlu Dilakukan Orangtua Agar Anak Mandiri, Percaya Diri dan Tidak Cengeng

Saat anak menghadapi kekecewaan di rumah, di sekolah, atau di lingkungannya, Ibu perlu mendorong agar mereka bisa apa yang harus diperbaiki.

Perlu ditanamkan, jika para orangtua ingin anak-anaknya menjadi orang dewasa yang mandiri, pertama-tama anak harus bisa menghadapi kekecewaan.

Jika anak-anak takut gagal, kemungkinan besar mereka akan menolak risiko emosional dan intelektual saat mereka bertambah usia.

Risiko emosional misalnya anak jadi tidak mau menerima kritik, mudah stres dan depresi saat gagal. Risiko intelektual maksudnya si anak tidak akan berkembang pengetahuannya dan tidak mau menggali informasi lebih jika mereka gagal di satu bidang. Ada kecenderungan dia gamau coba hal lainnya

Baca juga : Ini Kegiatan Sederhana Agar Anak Mandiri Dan Percaya Diri

Berikut kiat dari para peneliti, ilmuwan, dan para ahli tentang cara mengajarkan anak-anak untuk bisa mengelola perasaan kecewa mereka.

  1. Bagaimana reaksi kita sebagai orangtua terhadap kegagalan akan memengaruhi juga cara anak dalam menghadapinya, apakah mereka belajar dari kesalahan, melanjutkan hidup, atau menjadi semakin parah. Oleh sebab itu, ketika kita menghadapi kekecewaan, tak perlu marah-marah atau sedih berkepanjangan. Cukup dengan cara menarik napas dalam-alam dan embuskan perlahan.
  2. Diskusikan tugas dan komitmen baru dengan anak untuk membantu mereka memahami bahwa mengatasi hambatan diperlukan untuk belajar lebih giat.
  3. Jika anak ingin berhenti saat gagal, ingatkan kembali padanya apa yang menjadi tujuan dan motivasi awal saat mencoba. Berhenti hanya akan membuat anak tak mau berjuang. Jangan beritahu anak untuk tidak boleh bersedih setelah mereka gagal. Penelitian mengatakan, orang yang menjauhkan diri dari kegagalan tidak akan membaik, sementara mereka yang membiarkan rasa sakit saat gagal akan lebih banyak belajar dan memperbaiki diri.
  4. Biarkan anak memikirkan kegagalan mereka untuk beberapa waktu. Dengan cara ini mereka lebih cenderung berusaha keras di lain waktu, karena mereka tidak ingin mengalami emosi itu lagi.
  5. Jika Ibu tidak tahu apa yang sedang dialami anak, katakan "Ibu tidak tahu," lalu temukan jawabannya bersama dengan mereka. Membantu menemukan penyebab dan solusi masalah bersama anak akan menanamkan kepercayaan diri dan membantu mereka mengomunikasikan apa yang mereka pelajari.
  6. Buatlah agar anak lebih berorientasi pada tujuan daripada berorientasi pada peringkat kelas. Nilai adalah penghargaan ekstrinsik, bukan intrinsik, yang bisa melunturkan jenis motivasi yang membuat anak-anak ingin belajar lebih baik. (*)