Tabloid-Nakita.com - Di usia 12-18 bulan bibit kemandirian mulai nyata muncul ketika anak sudah bisa berjalan. Sebelumnya, ketika anak bisa merangkak kemandirian sebetulnya sudah muncul juga, tapi biasanya anak masih sangat menempel pada mamanya. Nah, ketika anak sudah berjalan, keinginannya untuk menentukan langkahnya jauh lebih besar.
Untuk membentuk kemandirian pada anak, sebaiknya orangtua mulai menstimulasinya sedini mungkin. Tepatnya, sekitar usia 1,5 tahun. Ketika anak sudah tumbuh menjadi anak yang mandiri, maka “PR” orangtua dalam menghadapi tantangan (tahapan-tahapan perkembangan anak selanjutnya) menjadi ringan. Namun, perlu dipahami, kemandirian pada usia batita adalah kemandirian sebatas kemampuannya, bukan yang sama sekali dilepas begitu saja tanpa pengawasan oleh orangtua.
Nah, apa saja bentuk-bentuk kemandirian pada batita dan bagaimana mengajarkannya, silakan Mama Papa simak tugas orangtua agar anak cepat mandiri berikut ini:
1. Siapkan rumah dan lingkungan yang sangat aman buat anak. Contoh: jangan sampai ada steker listrik di tempat yang terjangkau anak, atau barang-barang yang mudah pecah di ruang tamu. Rumah yang aman untuk anak akan membuat anak lebih bebas bereksplorasi, sehingga dia jadi lebih terlatih dan lebih mandiri.
2. Lebih legowo ketika anak jatuh, terpeleset, tersandung, dan berbagai kecelakaan kecil lain. Ini salah satu yang terpenting yang menjadi tugas orangtua agar anak cepat mandiri. Bagaimanapun ini memang proses belajar dan anak perlu melaluinya. Jika orangtua sudah mengatur rumah agar aman bagi anak, maka risiko ini bisa diperkecil, namun bisa jadi tetap ada.
3. Ketika anak mengalami kecelakaan kecil, tak perlu dimarahi. Angkat, timang, atau gendong untuk menenangkan, lalu setelah tenang baru dinasihati sedikit, kemudian dipersilakan main lagi.
4. Kita dapat mengajarkan berbagai kegiatan bantu diri, misalnya makan atau mandi. Untuk makan, bila kita masih khawatir anak makan sedikit, temani saja di meja makan, anak diberikan piring makannya sendiri dan dipersilakan makan sendiri. Jika banyak makanan jatuh atau terbuang, kita bisa membantu menyuapi. Jadi, bukan duluan menyuapinya.
5. Bantu belajar mandiri secara bertahap. Jangan menargetkan cepat bisa, utamakan stimulasinya, bukan bisa atau tidak. Contoh: untuk mandi, berikan gayung kecil atau shower kepada anak agar ia dapat mencoba mandi sendiri. Namun untuk menyabuni seluruh badannya, tetap menjadi tugas kita. Setelah, anak berusia 4―5 tahun, barulah ia dapat diajarkan menyabuni tubuhnya, walaupun tentunya masih tetap dimandikan agar lebih bersih. Ketika usia 7―8 tahun, anak semestinya sudah mandi sendiri. Walaupun demikian, kita tetap bisa memandikan anak seminggu sekali untuk betul-betul membersihkan bagian-bagian yang mungkin masih kurang bersih. Sekaligus memeriksa kondisi tubuh anak, semisal: ada memar atau ada bagian tubuh yang terasa sakit. Tindakan ini sekaligus pencegahan terhadap kekerasan pada anak.
6. Cermati apakah anak lelah. Anak yang lelah kadang tetap lebih suka bergerak, karena ia belum menyadari bahwa salah satu cara meredakan kelelahan adalah dengan duduk tenang atau tidur.
7. Kita harus tegas ketika anak berkeras melakukan sesuatu sesuai keinginannya, jika memang hal itu tak boleh dilakukan atau membahayakan. Pada anak batita, ketegasan bukan dalam bentuk marah, namun mengalihkan aktivitas anak dan menghalangi anak ke aktivitas yang dilarang. Contoh: kalau anak berkeras berlari ke jalan raya, maka orangtua bisa mengajaknya bermain yang lain. Walaupun anak menangis memaksa, kita tetap bisa menenangkan tanpa memberikan yang diminta tersebut.
8. Jika anak masih terus menempel, tak berarti langsung dipisahkan begitu saja. Ketika kita ingin pamit, bukan berarti kita meninggalkan anak diam-diam. Meninggalkan diam-diam hanya akan menyulitkan anak untuk mandiri, karena anak jadi tak percaya pada orangtuanya, dan akhirnya membuat anak lebih menempel. Bagaimanapun ada proses yang memang mesti berjalan. Jadi, tetaplah pamit dan pastikan anak di tempat aman bersama orang yang dipercaya. Kalau anak menangis, tugas si pengasuh yang dititipi anak untuk bisa menenangkannya, sementara orangtua tetap berpamitan sambil tersenyum sayang. Jika ini terjadi berulang kali, anak akan belajar bahwa wajar saja orangtua sesekali (atau pada jam-jam tertentu) berjauhan, dia akan tetap aman.
Tugas orangtua agar anak cepat mandiri ini tampaknya sulit dilakukan. Tapi percayalah, jika Mama disiplin pada diri sendiri, pasti si kecil pun bisa melakukannya.
Narasumber: Anna Surti Ariani, SPsi, MSi, Psikolog dari Klinik Terpadu Fakultas Psikologi UI, Depok
(Utami Sri Rahayu)
Mengatur Jarak Kelahiran dengan Perencanaan yang Tepat, Seperti Apa Jarak Ideal?
KOMENTAR